Kegarangan KPK pun tak lepas dirasakan oleh ketua partai politik, pada tahun 2013 ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lutfi Hassan Ishaaq terlibat kasus kuota impor daging sapi (vonis 16 tahun), ditahun yang sama ketua partai demokrat Anas Urbaningrum terlibat kasus proyek Hambalang (vonis 14 tahun), tahun 2014 ketua partai persatuan pembangunan (PPP) Suryadharma Ali terlibat kasus dana haji (vonis 10 tahun), tahun 2016 ketua partai golongan karya (golkar) Setya Novanto terlibat kasus e-KTP (vonis 15 tahun), dan pada tahun 2019 ketua partai persatuan pembangunan (PPP) terlibat kasus jual beli jabatan di Kementerian agama (Kemenag).
Tidak berhenti disitu Jenderal Polisi, Ketua MK (Akil Mochtar), dan Hakim Adhoc Tipikor tidak bisa lepas dari jeratan KPK.
Kegarangan KPK pada masa itu telah dibayar melalui Ramon Magsaysay Award tahun 2013. Melansir dari situs The Ramon Magsaysay Award Foundation, Ramon Magsaysay Award adalah penghargaan yang diciptakan untuk menghormati kebesaran jiwa yang ditunjukkan dalam pengabdian kepada masyarakat Asia---tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau agama.
Alasan KPK mendapat pengharaan "Nobel Asia" tersebut tertulis dalam situs The Ramon Magsaysay Award Foundation,
"Organisasi ini terbukti independen dan sukses mengampanyekan gerakan antikorupsi di Indonesia dengan mengombinasikan upaya penegakkan hukum terhadap pejabat yang berbuat salah didukung cita-cita reformasi sistem tata kelola dan kampanye edukatif terhadap seluruh warga Indonesia agar waspada, jujur dan aktif."
Â
Undang-undang Sarat Kepentingan
"power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely"
Lord Acton
Pasal 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi,
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.