Mohon tunggu...
Zidane ImanadinFirdaus
Zidane ImanadinFirdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Seorang mahasiswa yang sedang berjuang untuk lulus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media, Budaya, dan Konflik Anak Muda: Analisis Teori dan Dinamika dalam Era Globalisasi

21 Desember 2023   00:10 Diperbarui: 21 Desember 2023   00:10 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam era globalisasi yang kian meluas, konflik sosial, kelas, dan politik di kalangan anak muda memunculkan fenomena yang semakin kompleks. Anak muda, sebagai kelompok yang sangat terpengaruh oleh perkembangan teknologi dan informasi, sering kali mendapati diri mereka tenggelam dalam arus berita dan konten media sosial yang beragam (Handayani, dkk., 2020). Media massa tidak hanya menjadi sumber informasi, tetapi juga menjadi sarana bagi budaya populer untuk memengaruhi pandangan dan identitas mereka. Teori media sosial dan budaya pop memberikan pemahaman yang berharga dalam merinci dinamika keterlibatan anak muda dalam konflik sosial dan politik.

Budaya populer, yang sering kali dihadirkan melalui media, membentuk norma dan nilai-nilai yang diadopsi oleh anak muda. Melalui lagu, film, dan tren di media sosial, mereka tidak hanya menerima informasi tentang isu-isu sosial dan politik, tetapi juga mengonsumsinya sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka. Identitas sosial anak muda sering kali tercermin dalam cara mereka merespons dan terlibat dalam konflik-konflik ini (Weda, 2013). Media sosial, sebagai platform yang memfasilitasi interaksi dan ekspresi opini, menjadi panggung di mana anak muda dapat memperkuat atau meretakkan perspektif mereka terhadap isu-isu tersebut.

Namun, kompleksitas fenomena ini tidak hanya bergantung pada media sebagai penyampai informasi. Kesenjangan sosial dan ekonomi menciptakan ketidaksetaraan yang dapat memperburuk konflik di kalangan anak muda. Faktor-faktor seperti akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan sumber daya lainnya memainkan peran kunci dalam membentuk sikap dan tindakan mereka terhadap konflik sosial dan politik (Hasanah, 2021). Oleh karena itu, untuk memahami sepenuhnya dinamika konflik ini, diperlukan pendekatan yang mempertimbangkan interaksi kompleks antara media, budaya pop, dan realitas sosial yang dihadapi oleh anak muda dalam masyarakat global saat ini.

Pertama-tama, konflik sosial di kalangan anak muda sering kali mencerminkan ketidaksetaraan dan perbedaan dalam masyarakat. Menurut Syafaat (2017) teori kelas sosial dapat diaplikasikan untuk menganalisis bagaimana anak muda dari latar belakang ekonomi yang berbeda menghadapi realitas yang berbeda pula. Media, baik itu media tradisional maupun media sosial, menjadi saluran untuk menyuarakan ketidakpuasan dan aspirasi mereka. Dengan platform media, anak muda memiliki akses untuk mengungkapkan pandangan mereka terhadap isu-isu sosial dan mengeksplorasi cara-cara untuk mencapai perubahan.

Dalam konteks ini, budaya pop juga memainkan peran yang signifikan (Arsal, dkk., 2022). Melalui film, musik, dan tren fashion, budaya pop menjadi cara anak muda mengekspresikan identitas mereka dan merespons isu-isu sosial. Namun, budaya pop juga dapat menjadi sumber konflik, terutama ketika nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh kelompok sosial atau politik tertentu. Misalnya, ketika tren budaya pop menggambarkan gaya hidup yang dianggap kontroversial oleh kelompok tertentu, konflik muncul sebagai hasil dari perbedaan nilai dan pandangan.

Sementara itu, konflik politik di kalangan anak muda seringkali muncul dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah atau ketidaksetujuan terhadap sistem politik. Teori media politik dapat memberikan perspektif yang mendalam tentang bagaimana media memainkan peran dalam membentuk opini publik dan memobilisasi partisipasi politik anak muda (Laksono, 2017). Dalam era digital, media sosial menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan informasi politik dan membentuk narasi yang dapat memengaruhi pandangan politik anak muda.

Namun, peran media dalam konflik politik juga dapat menjadi kontroversial. Penyebaran berita palsu atau disinformasi melalui media sosial dapat meracuni pemahaman anak muda terhadap isu-isu politik (Sunarto, dkk., 2020). Oleh karena itu, teori media dan literasi media menjadi penting dalam mendidik anak muda agar mampu menyaring informasi dan mengembangkan pemahaman yang kritis terhadap isu-isu politik.

Dalam menanggapi konflik sosial, kelas, dan politik di kalangan anak muda, perlu adanya upaya untuk mempromosikan dialog antar kelompok dan memahami perbedaan sebagai kekayaan. Media dan budaya dapat digunakan sebagai alat untuk meredakan konflik dan membangun pemahaman bersama (Tuhuteru, 2022). Dengan memanfaatkan teori-teori media dan budaya, kita dapat membentuk generasi muda yang kritis, terinformasi, dan mampu berpartisipasi dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif.

Daftar Rujukan

Arsal, T., Setyowati, D. L., Hardati, P., & Atmaja, H. T. (2022). Penanganan Konflik Sosial Melalui Budaya Lokal. Konservasi Alam, (1), 47-69.

Handayani, N. W. P., Ardana, I. M., & Sudiarta, I. G. P. (2020). Media Pembelajaran Berbasis Model Bruner, Budaya Lokal, dan Scaffolding untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Relasi dan Fungsi. JNPM (Jurnal Nasional Pendidikan Matematika), 4(2), 221-236.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun