Mohon tunggu...
Zidane MuhammadVerdian
Zidane MuhammadVerdian Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa-Mahasiswa Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa yang sedang mencari Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transformasi Tayangan Televisi Indonesia Oleh Budaya Populer

10 Juni 2024   22:18 Diperbarui: 10 Juni 2024   22:37 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar. Budaya populer adalah jenis budaya yang lebih mengutamakan popularitas dan sering kali memiliki makna atau nilai yang dangkal. Menurut Ray B. Brownie . Budaya populer, atau pop culture, adalah fenomena yang mencerminkan selera dan minat masyarakat secara luas pada suatu periode waktu tertentu. Ini mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari, dari hiburan hingga mode, dari makanan hingga perilaku sosial. Budaya populer sering dianggap sebagai suatu kebudayaan instan yang cenderung melawan suatu proses sehingga golongan masyarakat yang berseberangan dengannya, menganggap sebagai budaya dengan peradaban dangkal pemikiran, tanpa nilai, makna kabur, cari sensasi, berperilaku kurang baik dan  masyarakatnya yang berjiwa konsumtif.(Sunarti 2003)

Hadirnya dan berkembangnya budaya yang datang dari luar budaya kita ditengah-tengah masyarakat telah membawa dampak besar terhadap keberadaan kebudayaan setempat. Hal ini terjadinya karena adanya pergeseran budaya yang disebabkan oleh budaya baru tersebut. Budaya inipun lebih bersifat mudah dipahami. Sebuah istilah "Budaya Populer" di mana telah mendapat dukungan dari penggunaan perangkat berteknologi tinggi ini, sehingga dalam penyebarannya begitu cepat dan mengena serta mendapat respon sebagian besar kalangan masyarakat.(Budiman, 2000).  Dunia film dikatakan sebagai kajian isu merupakan hal besar yang memang harus disorot keberadaannya. Sebab dunia film merupakan sebuah seni karya yang menciptakan dan merepresentasekan fenomena-fenomena dan isu isu kehidupan melalui kebohongan layar kaca televisi. 

Film Adalah hasil peradaban manusia yang dicapai melalui proses kreatif dengan melahirkan impian melalui teknologi yang hasilnya bisa disaksikan semua orang. Proses kreatif yang didukung oleh teknologi ini akhirnya menghasilkan hiburan yang sangat representatif dan menghibur bagi para penontonnya. Pengaruh tersebut dapat menambah pundi-pundi produser akibat isu-isu yang berkembang di Indonesia yang dipresentasikan dalam bentuk film. Kemudian pengaruh budaya populer pada seni film secara keseluruhan dapat merubah segala bentuk kebutuhan yang dikonsumsi oleh para konsumen atau penikmat tayangan film televisi. Gaya berpakaian remaja putri di Indonesia yang dahulu sangat menghormati norma kesopanan kini semakin berubah seiring dengan perkembangan zaman. Di kota-kota besar, terdapat kecenderungan di kalangan remaja putri untuk mengenakan pakaian yang lebih minim dan ketat, yang sering kali menonjolkan bagian tubuh tertentu. 

Pengaruh dari film dan majalah luar negeri diyakini sebagai sumber utama dari tren berpakaian seperti ini. Kuatnya racun budaya populer ditandai dengan datangnya media internet. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat adalah terbangunnya keyakinan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat adalah sesuatu yang bersifat universal. Masuknya budaya barat  diterima dengan baik. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur Membicarakan media televisi film memang tidak akan pernah habis, sebab media televisi dan film adalah salah satu faktor yang meracuni pemikiran masyarakat yang cenderung berubah ke budaya populer. Tentu hal ini menjadi permasalahan serius perfilman dan para broadcaster untuk lebih memikirkan konten dari isi siaran televisi yang akan ditayangkan ke masyarakat indonesia.(Ariel Heryanto, Yogyakarta, 2012)

Televisi dapat mempengaruhi pembentukan budaya malas, di mana banyak orang cenderung menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menonton acara kesukaan mereka. Para Remaja, orang tua, anak-anak tidak laki-laki saja tetapi juga perempuan rela begadang demi tayangan langsung sepak bola klub-klub besar Eropa.Remaja putri rela membolos demi menyaksikan penampilan aktor atau aktris favoritnya di televisi. Tidak hanya itu, arus globalisasi dan westernisasi juga melaju deras lewat televisi dan media digital. Budaya barat yang identik dengan kebebasan dalam segala hal tanpa toleransi sesama sudah merasuki pemikiran masyarakat Indonesia. Banyak pengaruh globalisasi masuk ke Indonesia namun entah kenapa banyak pengaruh negatif yang diserap masyarakat daripada pengaruh positifnya. Mungkin karena keahlian Barat dalam menyebarkan budayanya atau karena kurang siapnya bangsa Indonesia menghadapi perubahan yang cepat. Banyak budaya ketimuran yang sopan mulai tergeser. Seni-seni tradisional bangsa sudah tidak berkibar lagi di seluruh negeri diganti dengan seni-seni barat yang terkesan bebas, erotis dan realis sekali.

 Dari perspektif Karl Marx, budaya populer dapat dipahami dalam konteks kapitalisme dan dinamika kelas. Marx melihat budaya sebagai bagian dari suprastruktur, yang dihasilkan dan dikendalikan oleh basis ekonomi (infrastruktur). Oleh karena itu, budaya populer, termasuk film dan media televisi, merupakan alat bagi kelas kapitalis (borjuis) untuk mempertahankan dominasi mereka dan mengontrol kelas pekerja (proletariat). Seperti lahirnya kaum-kaum kapitalis yang saat itu hanya memikirkan uang dan menjual produk- produk yang berbau tayangan tersebut. Dalam masyarakat kapitalis, budaya populer tidak muncul secara independen tetapi dibentuk dan dikendalikan oleh mereka yang memiliki alat produksi. Produser film dan pengelola media, yang kebanyakan merupakan bagian dari kelas kapitalis, menciptakan konten yang tidak hanya menghibur tetapi juga menyebarkan ideologi kapitalis. Melalui film, televisi, dan media lainnya, mereka mempromosikan nilai-nilai yang mendukung sistem kapitalis, seperti konsumsi berlebihan, individualisme, dan kesetiaan pada status quo. Sehingga melonjaknya pendapatan Indonesia khususnya di kota besar atas penjualan poster-poster tayangan film luar tersebut. Sadar akan sifat populer hanya sesaat maka tayangan televisi indonesia bergeser dengan hadirnya sinetron-sinetron  Sinetron hadir di masyarakat indonesia pertengahan tahun 2000 hingga saat ini. 

Hal ini tanpa disadari mempengaruhi cara berpikir remaja kita, yang mulai menganggap masa remaja harus diisi dengan keglamoran, belanja, percintaan, persaingan yang tidak sehat, serta berbagai hal negatif lainnya, sehingga mereka teralihkan dari tanggung jawab sebagai pelajar dan penerus bangsa. Semakin sering mereka menonton Film seperti itu, semakin kuat mereka terikat dengan cerita-ceritanya, dan semakin lupa akan identitas diri mereka, sehingga mereka kehilangan rasa percaya diri. (Joannes Hollows.Feminisme, Femininitas, & Budaya Populer. 2000)

Kesimpulan

Pada proses terjadinya interaksi antara media dan masyarakat. Proses ini berlangsung terus menerus, menghasilkan kebudayaan baru yang terus berkembang. Kebudayaan populer terus menciptakan dan memperkenalkan elemen budaya baru seiring dengan perubahan peradaban manusia yang beradaptasi dengan lingkungannya mengikuti dinamika zaman. Di sisi lain, globalisasi ternyata membawa dampak negatif terhadap kebudayaan Indonesia, di mana norma-norma yang ada dalam budaya bangsa mulai memudar. Dampak besar teknologi yang disertai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, telah memunculkan isu-isu seputar globalisasi dan akhirnya menciptakan nilai-nilai baru yang menekankan kesatuan dunia. Globalisasi memperkuat proses ini dengan menyebarkan budaya populer Barat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Masuknya budaya Barat yang digerakkan oleh kapitalisme global mempercepat penggantian budaya lokal dengan nilai-nilai yang menguntungkan kapitalis global. Akibatnya, budaya tradisional yang sarat dengan nilai-nilai kolektivitas dan gotong royong digantikan oleh budaya populer yang mempromosikan individualisme dan konsumsi. budaya populer bukan hanya fenomena sosial tetapi juga alat yang digunakan oleh kapitalis untuk mempertahankan dominasi mereka atas proletariat. Melalui kontrol atas media dan produksi budaya, kapitalis mampu mengarahkan kesadaran masyarakat, mempromosikan nilai-nilai yang menguntungkan mereka, dan mempertahankan struktur kelas yang ada.  Hal ini dikarenakan keterbutuhan dan karakter yang dimiliki masyarakat Indonesia yang unik dengan budaya konsumtif hingga replikasi sebagai bentuk budaya tiru meniru. mencegah pengaruh buruk yang akan datang dengan menyaring tayangan-tayangan di televisi, memperketat lembaga sensor film dengan tidak menayangkan adegan seksualitas, memperketat aturan penggunaan platform digital. Namun hal yang paling penting adalah mendidik dan menanamkan karakter mawas diri dalam pribadi masing masing dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan sehingga membentuk identitas budaya Indonesia untuk dapat menyaring budaya populer yang semakin popular.

Referensi 

Firdaus Azwar Ersyad."EKSISTENSI MEDIA TELEVISI ERA DIGITAL DIKALANGAN REMAJA." Dinamika Sosial Budaya, Vol 22, No. 1, Juni 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun