Mohon tunggu...
Zidan Al Fadlu
Zidan Al Fadlu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa saja

Seorang mahasiswa sosiologi yang tiap hari kerjaannya nyari warung kopi dan tidak jarang juga patah hati.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membaca Buku Kiri, Tidak Otomatis Menjadi Kiri

18 Februari 2022   05:50 Diperbarui: 18 Februari 2022   05:52 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mungkin, bagi sebagian orang istilah kiri dan kanan dalam sebuah haluan menjadi istilah yang tidak asing lagi. Tapi, perlu digarisbawahi konotasi istilah kiri dan kanan dalam tulisan ini merujuk pada pemikiran Marxis yang sering diistilahkan dengan haluan kiri dan Kapitalisme yang sering diidentikkan dengan haluan kanan. 

Pada sebermulanya saya tidak mengenal apa itu Marxisme, Komunisme, Sosialisme, Liberalisme ataupun Kapitalisme. Perkenalan saya dengan pemikiran-pemikiran tersebut---terkhusus Marxisme---bermula dari percumbuan dengan salah satu buku Karya seorang aktivis 65 Soe Hok Gie yang berjudul "Di Bawah Lentera Merah". Buku yang saya beli bukan karena isinya, melainkan kekaguman kepada penulisnya. 

Melalui buku tersebut lah, pengembaraan saya dengan pemikiran-pemikiran Marxis dimulai. Secara singkat, buku tersebut menggambarkan awal mula masuknya pemikiran Marxis dari Eropa ketubuh Serikat Islam saat pra kemerdekaan. 

Saat itu, Serikat Islam atau SI dipimpin oleh HOS Cokroaminoto dengan ekspansi hampir di seluruh pesisir Jawa. Namun, pada waktu itu revolusi Prancis dan Rusia mempengaruhi para penggerak dari Serikat Islam untuk membaca dan mempelajari pemikiran-pemikiran dari Karl Marx. 

Sebagian dari mereka menilai bahwa pemikiran Marxis tersebut memiliki kesepahaman dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dari tangan imperialisme Belanda. Meski, ada beberapa anggota SI lain yang tetap mempertahankan Khittah dari Serikat Islam itu sendiri. 

Sampai pada akhirnya, Serikat Islam karena perbedaan pandangan terhadap hal tersebut terpecah menjadi dua. SI Putih dan SI Hijau yang kelak salah satunya menjadi cikal bakal berdirinya partai komunis Indonesia (PKI). 

Hasil pengembaraan dari membaca buku tersebut, saya mulai tertarik dengan berbagai serpihan-serpihan pemikiran kiri---Marxis---dan segala bentuk yang menyelimutinya. 

Di tambah dengan tambahan khazanah dari penulis yang sama, saya mampu membuka mata untuk melihat kembali sejarah 65 dengan sudut pandang yang lebih baru. Mulai saat itulah, pengembaraan lebih mendalam tentang pemikiran Marxis dilakukan. 

Semenjak kelas 3 SMA buku yang kerapkali saya baca adalah buku-buku filsafat yang susah untuk dipahami bagi orang seumur jagung seperti saya. Hingga pada pertemuan pertama dengan buku "Dibawah Lentera Merah" itulah saya mulai memperlebar ekspansi untuk membaca buku-buku kiri. 

Hingga pada saat kuliah, entah sebuah kebetulan atau bukan, jurusan yang saya ambil ada Sosiologi Murni, yang didalamnya tidak terlepas dari teori-teori Marxis dalam melihat fenomena sosial melalui kacamata konfliknya. Semenjak saat itulah, pertemanan saya dengan buku-buku beraroma marxian mulai intens saya baca. 

Mulai dari buku induk Karl Marx dan Friedrich Engels. Hingga para penulis Marxis dalam negeri sampai luar negeri seperti Pramoedya Ananta Toer, Franz Magnis Suseno, Nur Sayyid Santoso Kristeva, Terry Eagleton, Isaiah Berlin, Gunawan Mohamad, Tan Malaka, Listiyono Santoso dkk, Dandhy Dwi Laksono dan banyak penulis lain yang tidak bisa saya sebutkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun