Mohon tunggu...
Zidan Al Fadlu
Zidan Al Fadlu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa saja

Seorang mahasiswa sosiologi yang tiap hari kerjaannya nyari warung kopi dan tidak jarang juga patah hati.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Money Politics: Mengapa Tetap Ada dan Berlipat Ganda?

18 Februari 2022   04:30 Diperbarui: 18 Februari 2022   04:38 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agaknya persoalan politik uang belum juga bisa di entaskan dari setiap panggung pemilu negeri ini. Kompleksitas persoalan masyarakat dan dinamika politik yang pragmatis membuat hal tersebut seakan menjadi budaya disetiap pemilu yang terselenggara. 

Faktornya tidak bisa dilihat hanya dari satu kacamata saja. Tidak bisa begitu saja menjustifikasi bahwa hal tersebut sudah menjadi strategi kotor para politisi. Banyak probabilitas yang menjadi faktor mengapa politik uang masih berlaku dan terus ada. 

Diantara banyaknya faktor, ada tiga asumsi umum yang menjadi pemicu munculnya politik money disetiap kontestasi politik. Pertama, kondisi ekonomi masyarakat menjadi faktor utama yang membuat masyarakat memilih untuk menjadi pemilih pragmatis, ketimbang menjadi pemilih rasional. 

Kedua, adanya stagnasi penegakan tindak pidana hukum pemilu. Sehingga tidak memunculkan efek jera bagi pemberi manfaat (politisi) dan penerimanya (masyarakat). 

Ketiga, akibat dari stagnasi penegakan hukum pada pelaku tindak pidana pemilu, akhirnya pola berpikir Masyarakat sudah sedemikian rupa terkonstruk bahwa politik adalah uang, dan panggung politik berarti ladang uang yang subur. Sehingga seakan-akan politik tidak bisa lepas dari apa yang namanya uang.

Lantas solusinya? Banyak sebenarnya solusi yang sudah ditawarkan oleh berbagai lembaga yang memiliki fokus kajian pada bidang politik, juga solusi yang diberikan oleh akademisi politik serta pemerintah sendiri. 

Contohnya adalah dengan adanya pendidikan politik yang sudah terlaksana diberbagai daerah. Cara ini memang menjadi sedikit efektif untuk menanggulangi hal demikian. Meski pada prakteknya masih saja ada cela untuk melakukan hal-hal semacam itu. 

Kekurangan dari pendidikan politik, menurut asumsi pribadi saya hanya satu. Kurang masifnya penyelenggaraan tersebut di seluruh daerah di Indonesia. Yang seharusnya itu digalakkan bukan hanya ketika akan pemilu saja, tapi jauh sebelum itu untuk menanamkan nilai-nilai politik demokratis yang seharusnya bersih dari politik uang. 

Solusi selanjutnya---hanya asumsi atau opini saja dari penulis---adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat kelas menengah ke bawah. Jika diibaratkan, orang yang sudah kenyang tidak akan sanggup lagi makan satu piring nasi kumplit dengan lauk-pauknya (kecuali serakah). Hal tersebut juga dengan tetap dibarengi dengan pendidikan politik yang kredibel dan inklusif untuk semua kalangan. 

Jika masyarakat sudah sejahtera, ditambah dengan pemahaman yang luas akan nilai-nilai politik demokratis. Saya yakin praktek money politics ini lambat laun akan lenyap. Meski, yaa kita tahu bersama manusia kadang ada saja kurangnya. 

Zidan Al Fadlu

Yk, 18 Februari 2022

Sumber : PinterPolitik.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun