Mohon tunggu...
Zidan Al Fadlu
Zidan Al Fadlu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa saja

Seorang mahasiswa sosiologi yang tiap hari kerjaannya nyari warung kopi dan tidak jarang juga patah hati.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Solidaritas Sosial, Stabilisasi Kehidupan Sosial Masyarakat

5 November 2021   02:54 Diperbarui: 5 November 2021   02:57 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pertemuan sederhana, tanpa sebuah perjamuan apapun berlangsung hangat di tengah terpaan hujan yang beberapa hari ini menyelimuti Jogja dengan penuh antusiasme memeluk tanah, entah sebab rindu yang sudah bejibun sebegitu hebatnya atau memang sudah waktunya musim penghujan itu kembali menyapa setiap manusia yang bertumbuh dan mekar di atas semesta raya ini. Sebuah obrolan yang berjalan sederhana, layaknya seorang ayah dan seorang anak yang saling merindukan sebab lama tidak bersapa dalam sebuah pertemuan. Dalam kesempatan itu saya berkesempatan untuk berbincang dengan seseorang yang dalam masa tuanya masih memiliki semangat dan power dalam menghadapi persoalan hidupnya. Beliau adalah bapak Muhammad Untung, yang kebetulan beliau merupakan bapak kos dari sang penulis selama mengembara di belantara kota pelajar ini.

Pertemuan dengan beliau berjalan cukup mudah, sebab hampir setiap saat bertemu, bertegur sapa bahkan sesekali berbincang santai disela-sela aktivitas kami berdua. Hal ihwal yang membuat penulis memilih beliau sebagai informan dalam tugas ini bukan karena beliau adalah orang yang dekat dengan penulis, akan tetapi secara pengalaman dalam membersamai sebuah kondisi masyarakat yang selalu berubah dan bertransformasi beliau dirasa cukup mempuni untuk menjabarkan dan menjelaskan apa-apa yang pernah berlalu di tengah lingkungan sosialnya. Umur beliau yang sudah berlalu setengah abad (60 tahun), tentunya sudah banyak peristiwa yang dilaluinya di masa lampau, mulai dari orde lama, orde baru, reformasi bahkan sampai orde yang paling baru.

Dalam perbincangan tersebut penulis sebagai pewawancara tidak begitu menanyakan hal-hal yang berbelit dan melebar dari tujuan awal, yaitu untuk mendapatkan informasi terkait bagaimana pengalaman daerah yang di tempati informan mampu menjaga stabilitas sosial masyarakatnya terkhsus dalam sistem ekonomi dengan berbagai hal penyokong lainnya. Bapak Untung sebagai informan dengan pelan dan santai menceritakan pengalaman demi pengalamannya. Dengan memberikan premis umum tentang kultur Jogja yang ramah, tamah dan anggun, lalu memberikan premis berikutnya yang lebih spesifik, yaitu tempat dimana ia tinggal, tumbuh dan berkembang---di daerah Gowok, Caturtunggal, Sleman, DIY, ia merefleksikan kehidupan sosial masyarakat yang berjalan dengan harmonis.

Menurutnya, secara umum kondisi sosial-politik, atau fenomena-fenomena kehidupan yang terjadi entah berskala regional atau nasional memang memberikan dampak terhadap stabilitas kehidupan. Namun, dalam hal ini masyarakat dimana tempat beliau tinggal sedikit banyaknya mampu mempertahankan normalitas kehidupan dengan menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan kekeluargaan. Contohnya, ketika pandemi covid-19 ini merambak diseluruh Indonesia, tidak terkecuali Jogja---masyarakat tempat dimana bapak Untung tinggal, masih memegang erat asa gotong royong, yang itu dipelopori mulai dari elemen pemerintah desa dan karang taruna. Dengan membuka lapak-lapak makanan gratis, sebagai wadah untuk masyarakat saling berbagi, membantu dan menguatkan.

Selain faktor budaya khas Jogja yang ramah-tamah, hal tersebut juga di dorong oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga rasa kebersamaan dan tolong-menolong. Tentu dengan adanya kesadaran seperti itu, dimana egoisme dikesampingkan dan kepentingan kolektif diutamakan dapat memberikan satu kekuatan yang mampu menyokong ketahanan suatu masyarakat dalam menghadapi krisis dan terpaan badai persoalan sosial-ekonomi.

Fenomena seperti yang telah penulis gambarakan di atas, memberikan suatu legitimasi dari apa yang dikatakan oleh Emile Durkhiem---seorang tokoh sosiologi klasik yang mencetuskan sebuah teori sosiologi yaitu; teori solidaritas sosial. Dalam sebuah kesempatan Durkhiem pernah mengatakan bahwa "Satu-satunya yang dapat mengurangi egoisme adalah solidaritas" , dalam premisnya tersebut Durkhiem menegaskan bahwa prinsip-prinsip solidaritas dapat melerai rasa egoisme---mementingkan kepentingan pribadi, yang hal tersebut dapat memberikan sebuah kekuatan dalam upaya untuk tetap mempertahankan persatuan dan kesatuan di tengah-tengah masyarakat.

Durkhiem sendiri membagi solideritas dalam dua bagian, yaitu; solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Secara sederhana solidaritas mekanik ialah suatu yang dibangun dari sebuah kesadaran kolektif---kebersamaan. Sedangkan, solidaritas organik ialah suatu kesadaran yang bertolak dari rasa saling mengerti akan kompleksitas pembagian kerja dan rasa kebergantungan yang tinggi. Dalam konteks cerita yang telah penulis uraikan, bisa kita telaah bahwa masyarakat dimana Pak Untung tinggal, memiliki sebuah kesadaran bahwa mereka berada disebuah kondisi yang sama dan nasib yang sama sehingga hal tersebut memperkuat rasa solideritas untuk saling membantu dan menguatkan satu sama lain.

Selain itu, Jogja dengan segala hiruk-pikuk di dalamnya tentu memberikan sebuah pembagian kerja yang teramat kompleks, sehingga masyarakat di dalamnya merasa memiliki keterbergantungan dengan yang lainnya, karena ada beberapa hal yang memang tidak bisa mereka kerjakan. Contohnya, bisa saja dalam kondisi pandemi ini masih ada beberapa orang yang tetap bekerja, meski stay at home, sehingga dalam melaksanakan kewajibannya sebagai suatu masyarakat ia menyerahkan kepada orang lain dengan tetap tidak meninggalkan tanggungjawabnya, seperti mengganti tenaganya dengan uang atau berupa materi lain yang bisa dikelola atau dimanfaatkan oleh orang lain.

Begitulah, teori yang Durkhiem sajikan dalam melihat realitas sosial di tengah-tengah masyarakat. Di mana solideritas bisa memberikan suatu kekuatan yang mampu menjaga stabilitas sosial dari terpaan-terpaan krisis yang melanda suatu masyarakat tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun