Mohon tunggu...
Zidah Rizqillah
Zidah Rizqillah Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Whatever you are be good one

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Paradigma yang Salah tentang Kpopers

2 November 2019   10:22 Diperbarui: 2 November 2019   10:29 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika berbicara mengenai Negara Korea Selatan, pasti hal pertama yang terbesit dalam benak kita adalah KPOP. Tidak dapat dipungkiri jika fenomena hallyu wave itu benar-benar luar biasa. Berdasarkan sejarah, masuknya musik pop di Korea ini adalah sebagai bentuk respon atas masuknya musik Jpop (Jepang pop) sekitar tahun 1930-an. Akan tetapi akibat yang ditimbulkan karena pasca perang dunia II musik pop sendiri tidak bisa berkembang dengan baik. Setelah itu ternyata masih belum selesai, Korsel masih harus berperang dengan saudaranya sendiri, yaitu Korea Utara antara tahun 1950-1953. Hal itu membuat Korea miskin dan memiliki citra yang buruk dipublik.

Setelah perang itu berakhir, beruntungnya rezim otoriter tidak lama berkuasa. Setelah Olimpiade Seoul 1988, pemerintah mulai fleksibel dengan mulai longgarnya aturan yang tadinya mengikat. Salah satu yang memiliki pengaruh besar ialah longgarnya kebijakan sensor media. Lee Soo Man salah satu tokoh utama yang mendirikan SM studio (1989) di Gangnam, Seol sebagai bentuk respon atas kebijakan yang telah berlaku. Namun ternyata jalan Lee Soo Man tidak semulus itu, banyak kendala teknis dan non-teknis yang menghampiri. Sampai akhirnya untuk meretas berbagai permasalahan itu SM studio bereformasi menjadi SM Entertaiment (1996). Dan inilah titik awal KPOP dimulai, yang terus eksis hingga saat ini.

Hadirnya idol-idol KPOP yang selalu menyuguhkan tampilan menawan dan energic, dengan balutan konsep yang unik dan menarik. Konsep yang berbeda selalu dihadirkan ketika mereka comeback (perilisan lagu baru) dan hal itulah yang ditunggu-tunggu oleh fans mereka. Perkembangan KPOP sudah sampai pada generasi ke-4 saat ini, salah satu contohnya ialah H.O.T(1996) dan Sechskies(1997)  yang merupakan generasi pertama. Disusul oleh generasi kedua seperti Super Junior(2005), BigBang(2006), Girls Generation (2007) dan 2NE1(2009) yang mana masa mereka adalah golden era karena merekalah yang membawa KPOP hingga pada kancah internasional. Lalu ada EXO (2012), BTS (2013), RedVelvet(2014), TWICE(2015) dan BlackPink(2016) serta WannaOne(2017), mereka lah yang membuat nama KPOP semakin dikenal dunia. Dan generasi paling muda ada ITZY dan TXT(2019), entah seperti apa prestasi yang akan mereka torehkan kedepannya.

Dan kehadiran idol KPOP tidak bisa lepas dari segala bentuk dukungan fans-fans mereka, atau lebih dikenal dengan istilah fandom(read: kelompok orang yang menyukai suatu hal tertentu). Biasanya ada nama khusus untuk satu fandom dan itu official (resmi), misalnya ONCE sebutan untuk fans TWICE. Mereka yang mengklaim diri mereka sebagai ONCE berjanji akan selalu mendukung TWICE dalam keadaan apapun, saat mereka berhasil mendapatkan daesang (penghargaan) atau pun ketika mereka sedang diterpa skandal dan atau member yang sedang mengalami kesulitan.

Soal solidaritas? Jangan ditanya lagi, kpopers mempunyai tingkat kesolidan yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan ketika ada salah seorang kpopers yang sedang sakit atau mengalami kesulitan maka kpopers yang lain tidak segan untuk menggalang donasi guna membantu, meskipun mereka tidak saling mengenal sebelumnya. Karena mereka menggunakan motto dari mana pun kamu jika kamu adalah seorang kpop fans juga, maka kamu adalah bagian keluarga kami. Tidak peduli apa agama, suku, ras ataupun dari Negara mana, mereka disatukan oleh musik, iya musik kpop.

Komunitas penyuka musik KPOP sendiri terbentuk tanpa direncanakan sebelumnya dan tiba-tiba terbentuk dan menjadi seperti itu. Berawal dari bertemu di arena konser lalu melakukan kontak sampai sering mengadakan gathering dan sampai akhirnya jadilah sebuah komunitas sendiri. Tentang struktural pun tidak ada, tidak ada yang namanya leader karena semua memiliki kedudukan yang sama. Tapi mungkin ada seorang yang dianggap sebagai tetua dan dihormati dikalangan komunitas itu sendiri.

Kpopers sering mengalami cibiran karena mereka dianggap tidak bangga dengan budaya sendiri, padahal pada nyatanya tidak begitu. Kpop hanya soal selera, sama halnya seperti penggemar musik yang lain. Hanya karena menyukai satu genre musik bukan berarti dia meninggalkan budaya yang ada. Bahkan banyak kpopers yang mengkombinasikan antara budaya Indonesia dan Korea, pada tari misalnya. Mereka biasanya mengkombinasikan antara dance modern dengan tarian adat dari Indonesia sendiri, apalagi jika itu bisa sampai di Korea akan menjadi kebanggaan tersendiri.

Padahal menjadi seorang kpoperstidak hanya memiki sisi negatif saja, sisi positif yang bisa diambil (dirasakan) itu sebenarnya banyak. Hanya saja orang-orang tidak mau melihat sisi positif itu, mereka terus menjustifikasi kpopers sesuai kemauan mereka sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun