Mohon tunggu...
zida
zida Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

saya seorang mahasiswa S1 Ekonomi Prembangunan Universitas Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sambut Puasa Menjelang Lebaran dengan Tradisi Dandangan Kota Kudus

9 Juni 2024   15:03 Diperbarui: 9 Juni 2024   15:06 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kota Kudus, terletak di provinsi Jawa Tengah, Indonesia, adalah salah satu kota yang terkenal dengan kekayaan tradisi dan budayanya. Selain dikenal sebagai Kota Kretek, Kota Kudus memiliki tradisi kebudayaan yang sangat unik dan legendaris yang disebut Dandangan. Dandangan digelar setiap tahun saat menjelang Ramadan, menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kota Kudus. Bagi masyarakat kota kudus, tradisi ini menjadi bagian tak terpisahkan untuk menyambut bulan Ramadan dan perayaan Idul Fitri.

Sejarah dan Makna dari Tradisi Dandangan 

Tradisi Dandangan telah berlangsung sejak lama sekitar tahun 1549 Masehi yang diprakarsai oleh Sunan Kudus. Memiliki 3 tradisi yakni yang pertama adalah tradisi menabuh bedug. Tradisi dandangan dilakukan dengan menabuh bedug yang ada di Masjid Menara Kudus untuk menandai awal bulan Ramadan. Bedug itu akan ditabuh dengan mengeluarkan suara "dang, dang, dang" yang berarti "ayo". Ada 2 tabuhan bedug, tabuhan yang pertama masyarakat akan berkumpul di depan Masjid Menara Kudus untuk menunggu pengumuman Sunan Kudus tentang kapan puasa akan dimulai. Tabuhan yang kedua untuk memutuskan dan membuka awal ramadhan setelah salat isya. Sehingga tradisi ini disebut dengan "Dandangan". Para pedagang kemudian memanfaatkannya dengan berjualan di sekitar Masjid Menara Kudus, sehingga tradisi ini sekarang dikenal sebagai pasar malam yang diadakan saat menjelang Ramadan.

Tradisi yang kedua yakni tradisi nyekar adalah mengunjungi keluarga yang telah meninggal di kuburan. Mayoritas masyarakat melakukan tradisi nyekar sebelum Ramadan dan lebaran karena mereka percaya bahwa tradisi ini dapat memberi kesempatan untuk bertegur sapa dengan orang yang sudah meninggal. Meskipun hal itu terdengar aneh, terdapat makna dibaliknya yaitu dapat meningkatkan keimanan dan mengingat kematian. Selain itu, masyarakat mendoakan almarhum agar dosa-dosanya dapat dimaafkan dan tenang di sisi Allah Swt. 

Tradisi yang ketiga yakni tradisi kirab atau arak-arakan. Tradisi ini menampilkan budaya Kota Kudus. Tujuan dari tradisi ini supaya masyarakat dapat menguri-uri dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebersamaan. Kirab Dandangan dilakukan dengan berjalan kaki dari Alun-alun Kota Kudus sejauh satu kilometer. 

Rangkaian Acara Tradisi Dandangan

Pada tahun 2024, tradisi Dandangan mengambil tema "Warisan Budaya Masjid Menara untuk Nusantara". Ada berbagai kegiatan yang dilakukan dalam tradisi Dandangan. Tradisi Dandangan dibuka dengan "Diskusi Budaya" di Alun-alun Kulon yang dihadiri oleh terbangan rebana Abah Kirun seorang pelawak pendakwah, Sosiawan Leak, Candra Malik, dan Habib Husein Ja'far. Acara tersebut dirancang seperti talkshow kebudayaan yang berlangsung sangat meriah. Walaupun saat itu situasinya sedang hujan, masyarakat sangat berantusias untuk menghadiri acara tersebut. Suluk tajuk menara juga menjadi kelompok musik pengiring dialog yang berhasil memikat penonton dengan syair khasnya. Kegiatan selanjutnya yaitu "Pentas Budaya Lokal Kudus" acara berlangsung selama selama 6 hari di Alun Alun Kulon, acara ini diikuti oleh komunitas seni seperti Tari Sanggar Ciptoningasri, Tari Sanggar Bougenville, Tari Sanggar Fame, dan Musik Lesbumi.

Kegiatan yang terakhir yaitu "Kudus Bersholawat" dengan menghadirkan Habib Ali Zainal Abidin, di Alun-alun Simpang Tujuh. Tradisi dandangan sendiri tidak hanya untuk menguri-uri budaya lokal namun esensi dari religi pun juga dapat. Sehingga kota kudus juga dikenal sebagai kota santri karena kentalnya kegiatan keagamaan di dalamnya. Karena ingin memperkenalkan tradisi Dandangan kepada publik nasional dan bahkan internasional, pejabat bupati kudus memastikan bahwa tradisi ini dilakukan secara meriah.

Tak lupa juga, terdapat pasar malam yang diselenggarakan sepanjang jalan Alun-alun Simpang Tujuh hingga perempatan jember, yang di ramaikan oleh ratusan pedagang baik dari Kudus maupun dari luar kota. Berbagai kalangan masyarakat ikut meramaikan acara ini untuk sekedar meluangkan waktu ataupun ingin berbelanja. Acara ini sangat mengasyikkan bagi kita semua, kita berjalan kaki dari Alun-alun simpang tujuh hingga perempatan jember dengan menempuh jarak sekitar 2 km. Mungkin terdengar jauh, namun kita sangat menikmatinya karena banyak pedagang yang menjual berbagai macam barang, dari makanan, mainan, baju, perhiasan, kreweng, dan lain-lain. Dimana kita sangat antusias dalam mengunjungi pasar malam ini, rasanya kita hampir tidak bisa menahan diri ingin membeli semuanya apalagi terdapat jajanan yang bermacam-macam sangat menggugah selera. Tidak hanya itu, pasar malam ini juga menyediakan berbagai macam wahana yang sangat asik, terdapat tong setan, komedi putar, ombak banyu, kura-kura, bianglala, dan masih banyak lagi yang menarik. Yang dibanderol Rp15.000 untuk sekali naik.

Pengaruh Ekonomi Masyarakat 

Tradisi Dandangan menjadi momentum bagi orang Kudus untuk "mremo" Yang berarti "menjual barang dagangan dengan harga yang agak mahal tapi barang dagangan laris terjual". Setiap hari, sekitar 7.000 masyarakat mengunjungi Dandangan. Dengan pengeluaran rata-rata senilai Rp75.000 setiap pengunjung untuk berbelanja ataupun membeli makanan. Menurut Andi Imam Santoso, Plt. Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus, tradisi Dandangan tahun ini dihadiri oleh 440 tenda dengan perkiraan penjualan mencapai 15,5 miliar. Sehingga hal ini dapat mendongkrak perekonomian masyarakat Kota Kudus karena adanya transaksi jual beli yang menjadikan roda perekonomian masyarakat berputar dan tumbuh.

Dengan demikian, Tradisi Dandangan menjadi bagian tak terpisahkan oleh masyarakat Kota Kudus untuk menyambut bulan Ramadan dan perayaan Idul Fitri setiap tahunnya. Tradisi dandangan dilakukan dengan menabuh bedug, nyekar, dan kirab, yang menggambarkan budaya Kota Kudus. Selain itu, terdapat pasar malam yang di ramaikan oleh ratusan pedagang dan ribuan masyarakat. Hal ini tradisi Dandangan tidak hanya mempertahankan budaya lokal dan religius, tetapi juga berpotensi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat karena adanya transaksi jual beli yang menjadikan roda perekonomian masyarakat berputar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun