Kembali kita memperingati Hari Bangkit Pelajar Islam Indonesia (Harba PII) di tahun ini. Genap 72 tahun PII lahir kepermukaan Indonesia dan berpartisipasi dalam pentas negara. Bukan terlibat secara politik praktis layaknya sepuhnya Masyumi, namun ia hanyalah laskar jalanan, bercelana cingkrang namun cerdiknya bukan main.
Hanya dalam tempo beberapa saat kadernya telah tersebar diberbagai penjuru nusantara, menjamur dengan cepat laiknya Go-Jek hari ini. Dan pertanyaannya hendak mengapa kita lagi hari ini?
Bernostalgia bukanlah kerjanya anak muda, jika perlu tak ada waktu untuk mengenang, biarlah hari-hari kita habiskan untuk berlari maju, menyelesaikan masalah yang ada dengan menawarkan inovasi baru. Startup, sebuah usaha rintisan yang menawarkan sebuah solusi brilian untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Dahulu transaksi jual beli hanya terjadi di pasar, penjual dan pembeli harus bertatap muka. Kini malahan pasar semakin sepi, toko-toko kehilangan pengunjung, dan para pedagang kepalangan dibuatnya, sepi. BukaLapak, Tokopedia, OLX dan separtainya telah merebut pasar dari dunia nyata ke dunia virtual.
Tawaran brilian ditawarkan oleh startup besar ini. mereka mencarikan solusi agar bagaimana penjual dan pembeli bisa berbelanja tanpa harus memindahkan badan dari sofa rumahnya. Hanya tinggal 'klik' barangpun sampai depan rumah. Dan PII adalah startup!
Bukankah PII sebagai organisasi masyarakat juga memiliki kesamaan dengan sebuah startup (perusahaan)? Bukankah kita seharusnya menyelesaikan masalah yang ada dengan inovasi yang brilian? Mainset startup yang berbisnis untuk menyelesaikan masalah di lingkungan sekitar adalah sudut pandang keren dan lebar untuk memulai berbisnis. Lucu bukan menyelesaikan masalah tapi malah mendapatkan uang!
Dahulu orang berbisnis adalah untuk menjadi kaya, sedangkan hari ini orang berbisnis untuk menyelesaikan masalah. Secara psikologi seorang yang akan memulai berbisnis tidak merasa terbebani saat hendak memulai berbisnis jika menggunakan cara berpikir startup tapi malah merasa tertantang dengan menyelesaikan masalah disekitarnya dengan bisnis yang akan ia ciptakan.
Sekali lagi ia merasa tertantang! Bukankah mental seperti ini baik untuk seorang pembisnis, nilai kepedulian dan manusianya ditonjolkan sebagai dasar dalam ia mencari uang.
Yang ia pikirkan bukan bagaimana perutnya terisi, namun bagaimana semua perut orang juga terisi dengan aplikasi yang ia tawarkan, Go-Send. Dan ideologi startup ini sangat diharuskan ada pada organisasi gerakan seperti PII. Mungkin akan sulit jika kita diminta untuk mewujudkan mimpi PII, "kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagai segenap rakyat Indonesia dan umat manusia." Semalaman suntuk kita memikirkannya atau selama 7 hari training kita mendiskusiskannya hanya akan melahirkan retorika tanpa aksi nyata.
Nah, apakah PII akan mempertahankan status quonya atau mulai berinovasi untuk kebermanfaatannya di kancah masyarakat dengan memakai cara berpikir startup, menyelesaikan masalah keumatan dengan inovasi brilian.
Tentu pertanyaan diatas bukanlah ditujukan untuk Pengurus Besar (PB) PII. Lebih tepatnya ditamparkan ke muka seluruh kader PII di dunia, baik yang di Indonesia ataupun yang di luar negeri.