Anda pernah mengetik lalu setelah selesai anda kirim ke Grup Whats App ternyata ada kesalahan pada kalimat yang anda ketik. Lalu salah satu teman ada yang balas ngetik "typo" dengan emot wajah senyum dan ada setetes keringat di kepalanya, ekspresi orang segan. Ternyata apa yang anda tulis amat fatal yang seharusnya 'hari' menjadi 'hati'. "Ada yang bisa mengsisi hari ini?" anda harusnya menuliskannya seperti itu, tapi anda malah menulis 'hari' dengan 'hati', sontak para khalayak akan ramai, tapi sayangnya tidak terjadi apa-apa, sebab itu hanya grup reuni SD, yang umur anda saat ini sudah nenek-nenek.
Kisah di atas adalah salah satu contoh kesalahan jari yang berakibat tidak fatal, sebab yang mengetiknya adalah nenek-nenek, bayangkan jika yang mengetiknya adalah anak gadis di grup reuni SD juga. Bisa heboh itu grup bahkan pesan si gadis bisa viral di grup-grup whats app. Sekali lagi itu hanyalah kesalahan si jari yang salah dalam memahami instruksi dari otak.
Dan kemarin kita dihebohkan dengan pelaporan Gubenur Jakarta Anis Baswedan ke Bawaslu atas jarinya. Dari video yang tersebar di media sosial tampak Anis Baswedan memberikan sambutannya pada sebuah acara Partai Gerindra, di akhir sambutannya Anis mengangkat dua tangannya dengan pose 2 jari. Setelah itu datanglah laporan bahwa gubernur Jakarta telah melanggar peraturan bahwa gubernur dilarang berkampanye.
Sontak kejadian ini menghebohkan masyarakat, bukan hanya Jakarta yang dihebohkan tapi seluruh Indonesia juga ikut heboh. Sebab kejadian kepala daerah yang berpose denga jarinya ini bukan sekali pertama terjadi. Sebelum-sebelumnya sudah banyak kepala daerah atau pejabat pemerintahan yang salah menggunakan jabatannya untuk berkampanye.
Telah viral juga sebelumnya video kepala daerah yang baru usai dilantik langsung menyatakan dukungannya kepada Jokowi, namun sama sekali tidak ada laporan. Sejak dilaporkannya Anis Baswedan karena salah menggunakan jabatannya untuk berkampanye untuk mendukung paslon Prabowo-Sandi, mulai cerdas masyarakat olehnya. kembali video mentri-mentri dan para kepala daerah yang berpose satu jari di viralkan.
Masyarakat juga ingin keadilan kesamaan penindakan hukum terhadap mereka yang salah menggunakan jabatannya untuk berkampanye, malahan mereka ini lebih parah lagi dibandingkan yang dilakukan Anis. Jika Anis dilaporkan karena pose dua jarinya, kepala daerah lain juga dengan pose satu jari dan mengucapkan dengan jelas dukungannya kepada Jokowi.
Intinya kembali si jari yang disalahkan. Entah kenapa hal sepele seperti ini mesti disalahkan. Seolah tidak ada hal yang lebih urgensi untuk dipersalahkan. Masyarakat juga tahu ini adalah tahun politik dan masa kampanye, tapi tak perlu juga hal konyol ini di angkat ke publik apalagi dikriminalisasi. Kita masyarakat juga fair jika ada persaingan antara dua pasangan calon, atau kedua kubu akan saling menyerang. Di tengah kekonyolan ini keluarlah stepment Rocky Gerung yang sangat menampar orang-orang konyol ini,"kenapa kita harus cemas dengan bahasa tubuh, toh yang mesti dicemaskan bahasa otak!".
Benar bukan? Seharusnya kita memperdebatkan tentang misi atau ide yang akan dibawa oleh kedua paslon untuk Indonesia. Adu gagasan dan ide siapa yang brilian dan sesuai dengan Indonesia kedepan. Mempersoalkan kesejahteraan masyarakat yang semakin ketepi semakin terlupakan.
Bahkan di Papua sana masih  ada masyarakat  yang tidak tahu bahwa Indonesia adalah sebuah negara, dan presidennya adalah Jokowi. Coba penyerangan atas kubu Jokowi tentang janji dan track recordnya selama ini. Dipreteli satu-satu dan dibuka mana yang telah dicapai, mana prestasi, mana yang itu sudah seharusnya seperti itu, mana yang belum terlaksana.
Apakah memang Freeport telah menjadi milik Indonesia? Apakah yang dimaksud dengan sahamnya didominasi oleh kita? Apakah tak ada kongkolikong lagi dengan Amerika? Apakah Jokowi hanya pandai membuat jalan tol? Apakah menguat dan melemahnya Rupiah hanya permaianan pemerintah? Tentu itulah yang seharusnya dijawab oleh kubu Jokowi. Dijawab dengan jelas! Jujur selama ini yang masyarakat dapatkan hanyalah jawaban politis atau sekedar retorika pejabat.
Lalu dengan Prabowo, kenapa isu tentang dirinya di masa lalu masih belum tuntas? berarti jawaban yang Prabowo berikan selama masih belum memuaskan masyarakat. Masih ada keburaman atas sejarahnya di masa lalu. Kenapa Prabowo selama ini tidak gencar sebagai oposisi? Fahri Hamzah menyebut politik Prabowo sebagai 'politik amatir'.