Lombok, sebuah pulau yang terletak di provinsi Nusa Tenggara Barat. Nama lainnya adalah negeri seribu masjid, juga ternal dengan pariwisatanya yang mendunia.
Namun sejak agustus lalu ia menjadi pulau yang mendung, gempa berkekuatan besar berkali-kali mengguncang negeri seribu masjid ini, satu kali puting beliung. Rata menjadi tanah bangunan-bangunan, rumah-rumah tak terkecuali masjid sekalipun.
Hampir sebulan lamanya mereka masyarakat Lombok tidur mengungsi di luar rumah, bahkan ada mencari dataran tinggi agar terhindar dari tsunami, karena was-was di hati belumlah hilang. Setiap saat mereka di hantui gempa, perasaan tidak tenang dan berharap bantuan segera datang.
800 kali gempa terjadi, yang besar berkali-kali dan yang susulan tiada berhenti. Masih bisakah kita tidur nyenyak seolah tidak ada yang terjadi? Mungkinkah jika itu menimpa kita baru kita sadar bahwa saudara di timur sana ternyata kesulitan.
Pikiran dan hati tersibukkan oleh panggung sandiwara, sibuk mengekspos diri dan adu argumen. "kami tak butuh argumen kalian, kami hanya butuh doa",
"jika ingin membantu, bantu saja, jangan banyak cakap",
"sudahlah pak, jika tidak ingin membantu tak usah berkilah".
Kebetulan saya punya ibu di Lombok, ibu dari suami kakak saya. Sejak terjadi gempa kami selalu berkomunikasi dengannya. Alhamdulillah sejak awal gempa kondisinya aman, begitu juga dengan keluarga yang lainnya. Meski diguncang gempa ratusan kali setiap kami menelpon tak pernah ia absen dari tertawa, tawanya selalu membahana dari speker Hp. Pinta doanya pada kami yang di barat tak pernah berhenti, kamipun takkan pernah alpa dari mendoakan keluarga kami di timur ini.
Hatiku bergeming saat ia berujar,"kenapa kita harus panik?! Ini baru gempa seminggu, padahal Allah telah memberikan rasa aman kita puluhan tahun, koq dikasih gempa aja kita udah cemas". Bergetar...bergetar...dan bergetar hati kami mendengar kata-kata ibu, seharusnya itu keluar dari mulut kami yang hendak menghibur dirinya yang sedang dirundung musibah, namun malah ia yang berada ditengah ujian yang menghibur kami.
Saya sempat agak banyak pikiran beberapa hari ini, ada saja beban terasa, ingin berkeluh kesah saja bawaannya, namun tertampar diri saya mendengar ucapan ibu. Padahal selama ini kita hidup nyaman dan santai, namun kala kita sedikit merasa susah dan sibuk kita dengan mudah berkeluh kesah. Mereka yang berada ditengah musibah, hanya bisa berlindung, mengungsi di tempat yang tinggi, tak ada aktivitas dan ekonomi tak bergerak, belum lagi gempa yang tak henti-hentinya datang. Masih inginkah kita mengeluh kawan?!
Wahai diri yang lemah, bebanmu belum apa-apa dibandingkan dengan saudara kita di Lombok, anak, ayah, ibu dan kerabat mereka meninggal, rumah mereka hancur dan tak tahu akan melangkah kemana, tapi hati mereka tak bergeming, senyum mereka masih tersungging, dan tawa mereka masih terdengar. "iman", yaa iman jawabannya. Biarlah dunia berguncang dengan kehendaknya, asalkan hati ini tenang dengan iman kepada Allah.
Cobalah sekali-kali jangan melihat dengan mata kepala, tapi gunakan mata hati. Hati kita kadang jarang terketuk, ia telah menjadi keras karena sibuk memikirkan diri sendiri dan sibuk melayani kehidupan.
Lihatlah... lihatlah mereka yang kesakitan, lihatlah mereka yang kelaparan, lihatlah mereka yang kedinginan, lihatlah mereka yang sebatang kara, lalu lihatlah diri kita yang serba berkecukupan...