Puasa orang khusus, yaitu mereka yang selain menahan diri dari lapar dan haus, juga menahan segala anggota tubuh dari hal yang diharamkan. Mata, telinga, lisan, tangan, dijaganya dari menyakiti orang lain. Juga menahan dari mendengar dan meihat yang diharamkan. Ini dilakukan oleh sebagian kecil umat muslim saat Ramadan.
Puasa VIP (very important persons), yaitu mereka yang mempuasakan hatinya dari kecondongan hina, pikiran tentang keduniawian, dan baginya cukup hanya Allah yang menjadi tujuan puasanya.
Mungkin orang-orang dengan poin pertama dan kedua seringkali kita temui di kehidupan kita. Namun untuk poin ketiga ini agaknya jarang sekali kita temui. Sebab hamba semacam ini diibaratkan sudah selesai dengan 'dunia'. Tujuan utama puasanya ialah untuk Allah semata. Tidak peduli ia harus sahur dengan apa, berbuka di mana, makan malam dengan siapa; semuanya sudah jauh ia lalui. Tidak hanya puasa, segala jenis ketaatan yang biasa ia lakukan di luar Ramadan tentu ia tingkatkan lagi kualitasnya di bulan ini. Tingkatan hamba seperti ini adalah posisinya para Nabi, wali Allah, para sholihin, salik, dan lain-lain. Lantas di manakah level ketaatan kita selama Ramadan?
Konsumerisme Ramadan
Tidak dipungkiri lagi bahwa Ramadan ibarat berlian para bulan. Aura keistimewaan Ramadan dirasakan bukan hanya oleh mereka yang beriman, tapi juga orang-orang awam bahkan non-muslim. Saat para mu'minin sibuk menjaring pahala sebanyak-banyaknya dengan amal saleh, kondisi ini juga dimanfaatkan oleh pihak lain untuk meraup keuntungan duniawi. Berbagai potongan harga (diskon) bisa kita lihat di setiap toko komersial. Bahkan pengguna aplikasi toko daring (e-commerce) pun merasakan hal yang sama. Bombardir diskon memenuhi kolom pemberitahuan di gawai mereka.
Kondisi ini ternyata sudah diprediksi sekitar 17 tahun lalu oleh Walter Armbrust, seorang pengamat dari Universitas Oxford, Inggris. Ia menyatakan bahwa konsumerisme di kalangan masyarakat saat Ramadan datang meningkat drastis dibanding selain Ramadan. Disadari atau tidak, kini kita lebih banyak terdistraksi tawaran-tawaran semacam ini. Dan sedihnya, kita menyambut mereka dengan suka cita. Betapa banyak dari kita yang membeli atau mengganti peralatan rumah tangga dan elektronik justru menunggu Ramadan datang. Fenomena ini Armbrust menyebutnya sebagai The Important Business Period.
Kita berlomba-lomba dalam berbelanja dan memanjakan selera hawa nafsu, namun melupakan hakikat Ramadan yang amatlah berharga. Senada dengan ini, sekarang kita juga dijajah oleh godaan kuliner yang beraneka macam; jenis masakan, restoran, paket berbuka, parsel Ramadan, dan semacamnya. Bahkan kita lebih mementingkan kapan berbuka puasa di mana, berkumpul dengan siapa; hal ini jauh-jauh hari direncanakan. Bersuka ria dengan sahabat dan kolega hingga melewatkan shalat tarawih, bahkan hingga larut malam. Amat disayangkan kita justru melupakan esensi ketaatan yang sejati di malam hari, waktu yang terasa sangat singkat di kala Ramadan. Ingat, jangan jadi hamba yang merugi!
Ramadan Bulan Pengampunan
Sudah bukan rahasia lagi bahwa di bulan ini Allah membuka lebar pintu pengampunanNya. Ini merupakan suatu privilege atau keistimewaan bagi setiap hamba, tentunya, yang beriman. Rasulullah ﷺ menegaskan dalam suatu sabdanya,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Siapa pun yang berpuasa Ramadan, dengan penuh keimanan dan pengharapan (atas pahala dan ridhaNya), maka dosanya yang telah lalu akan diampuni". [HR. Bukhari dan Muslim] dalam riwayat lain, "Siapa pun yang mendirikan shalat malam" dan "Siapa pun yang shalat pada Lailatul Qadar".