Kemiskinan tetap menjadi salah satu tantangan sosial terbesar yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Meskipun angka kemiskinan telah menunjukkan penurunan dalam beberapa dekade terakhir, kondisi ini masih memengaruhi hampir 10% dari populasi Indonesia. Kemiskinan tidak hanya terkait dengan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal, tetapi juga membatasi akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, serta peluang untuk memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang mencukupi. Dampak dari kondisi ini terlihat pada rendahnya kualitas hidup masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, yang pada akhirnya memperlambat upaya pembangunan manusia secara menyeluruh.
Penyebab kemiskinan di Indonesia sangat kompleks dan saling berhubungan. Salah satu faktor utama adalah rendahnya tingkat pendidikan di kalangan masyarakat kurang mampu. Keterbatasan akses terhadap pendidikan yang memadai menghambat banyak individu untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak, yang pada akhirnya memperburuk kondisi ekonomi mereka. Selain itu, keterbatasan finansial membuat banyak keluarga tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga menciptakan siklus kemiskinan yang terus berulang dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dilansir Kompas.com, data Kemendikbud menyebutkan bahwa sekitar 1,3 juta siswa dari 25% kelompok termiskin di Indonesia tidak bersekolah. Meskipun begitu, kesalahan data atau "exclusion error" masih cukup tinggi. Berdasarkan data 2023, terdapat 198,6 ribu siswa SMP dan sederajat yang tidak melanjutkan ke jenjang SMA/SMK/MA dan sederajat, serta 95,1 ribu siswa sekolah dasar yang tidak melanjutkan ke SMP dan sederajat (Kompas.com, 2024).
Selain itu, ketimpangan ekonomi yang terjadi antara wilayah perkotaan dan pedesaan turut memperburuk masalah kemiskinan. Meskipun sektor ekonomi Indonesia terus berkembang, pertumbuhan ekonomi ini tidak merata, sehingga daerah-daerah terpencil dan kurang berkembang tetap tertinggal. Sebagian besar penduduk miskin Indonesia tinggal di daerah pedesaan yang memiliki akses terbatas terhadap fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, serta peluang kerja yang layak. Keterbatasan infrastruktur yang ada di daerah-daerah tersebut semakin memperburuk ketimpangan dan kesulitan ekonomi yang mereka alami. Dilansir oleh Databoks, salah satu daerah terpencil di Indonesia adalah Gayo yakni sekitar 18,3% penduduk di kabupaten Gayo Lues masuk kategori miskin dengan total penduduk sebanyak 106,14 ribu jiwa (Databoks, 2024).
Terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan menjadi faktor penyebab kemiskinan yang tidak kalah penting. Di banyak daerah, terutama yang berada di luar kota besar, fasilitas kesehatan masih sangat terbatas dan sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Kondisi ini menyebabkan mereka rentan terhadap penyakit menular dan masalah kesehatan lainnya, yang pada gilirannya menurunkan produktivitas kerja dan memperburuk keadaan ekonomi mereka. Tanpa pengobatan yang tepat, masyarakat miskin sering kali tidak dapat bekerja dengan maksimal, dan kondisi ini semakin menambah beban mereka.
Kemiskinan juga mempengaruhi keamanan sosial dalam masyarakat. Masyarakat miskin sering kali menjadi kelompok yang paling rentan terhadap ketidakamanan sosial. Mereka lebih mudah terjerumus ke dalam tindakan kriminal atau menjadi korban dari tindakan kekerasan karena mereka tidak memiliki akses terhadap perlindungan sosial yang memadai. Selain itu, ketidakpastian ekonomi yang mereka hadapi juga dapat memicu terjadinya konflik sosial di tingkat komunitas, yang pada akhirnya merugikan seluruh masyarakat.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program dan kebijakan. Salah satu yang paling signifikan adalah Program Keluarga Harapan (PKH), yang memberikan bantuan sosial langsung kepada keluarga miskin. Program ini dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dengan memberikan mereka akses terhadap pendidikan, kesehatan, serta bantuan keuangan yang dapat membantu mereka keluar dari kemiskinan. Meskipun program ini telah memberikan dampak positif, tantangan terbesar tetap pada distribusi bantuan yang belum sepenuhnya merata (Kumparan.com 2023).
Pemerintah juga berfokus pada pembangunan infrastruktur, khususnya di daerah-daerah yang kurang berkembang. Dengan membangun jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya, diharapkan konektivitas antarwilayah dapat terjalin lebih baik, membuka peluang ekonomi baru, dan mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Pembangunan infrastruktur ini juga berfungsi untuk mendukung kegiatan ekonomi lokal, memperlancar distribusi barang dan jasa, serta membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat.
Selain itu, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga menjadi salah satu cara pemerintah untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin, terutama di masa krisis. Bantuan ini diharapkan dapat memberikan stimulan langsung untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat, sehingga mereka tidak semakin terperosok dalam kemiskinan. Program ini menjadi salah satu solusi cepat yang dapat memberikan bantuan langsung kepada mereka yang membutuhkan, meskipun efektivitasnya masih perlu dievaluasi lebih lanjut.
Namun, meskipun berbagai kebijakan dan program telah diterapkan, tantangan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia masih sangat besar. Ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih terjadi membuat banyak masyarakat di daerah terpencil tetap terperangkap dalam kemiskinan. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan keterampilan juga menjadi hambatan besar dalam memutus siklus kemiskinan. Oleh karena itu, solusi jangka panjang diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara lebih komprehensif.
Peningkatan akses pendidikan yang inklusif dan merata di seluruh wilayah Indonesia menjadi salah satu strategi fundamental dalam upaya pengentasan kemiskinan. Pendidikan berkualitas yang disediakan bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera diyakini mampu membuka peluang yang lebih luas bagi mereka untuk mengakses pekerjaan yang layak di masa depan, sehingga membantu memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Selain itu, pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui program pelatihan vokasi dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas dapat meningkatkan daya saing individu di pasar tenaga kerja. Dalam hal ini, sinergi antara pemerintah dan sektor swasta diperlukan untuk menciptakan program pendidikan dan pelatihan yang dapat diakses secara adil oleh seluruh kelompok masyarakat, sehingga mendorong tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.