Mohon tunggu...
Zia Muntazar
Zia Muntazar Mohon Tunggu... -

....Saya bingung,. tapi saya ikhlash.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untuk yang Tertipu Oleh Cinta

15 September 2011   06:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:57 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


“nice to ever meet you... nice to know you closer than I can even imagine, nice to have a such feeling which I thought it was so beautiful, even though honestly.. I cant deal with the not-so happy ending happened between us. But its oke…I have learned a lot from what had happened,

one more time,  just wanna say… absolutely nice to meet you”

Rewind, Pause, play . . .


Gadisku, Aku pernah merasa lelah menatap hidup yang selalu memarginalkan orang-orang sepertiku, orang-orang yang terpinggirkan dari kemegahan cinta. Hidup memang terlalu sederhana untuk orang sepertiku, terlalu konstan, hanya setengah fase lahir, satu fase hidup, dan setengah fase mati.

Aku merasa tubuhku mulai rapuh menahan semua terpaan demi terpaan yang aku sendiri tidak tahu kapan akan berakhir. Hidupku memang cenderung stagnan, Tak ada yang spektakuler , tak ada yang fenomenal.. Semua mengalir begitu saja menuju etape terakhir perjalanan kehidupan. Tak ada yang bisa ku banggakan selain bahwa intuisi cinta pertamaku jatuh pada gadis yang tepat, gadis yang pernah bisa membuatku melakukan apapun untuknya secara impulsif...nama yang pernah begitu dalam terukir namun harus segera ku hapus. Nama yang pernah membuatku melupakan sejenak kebosanan dunia yang tak pernah mau berhenti.

Apa itu cinta? Berjuta-juta orang mencoba menginterprestasikannya dalam kata-kata dan teori-teori romantikal, pun demikian bagiku..Sebelumnya aku pernah mengira Cinta hanya kumpulan perasaan kompulsif yang tumbuh dan berkembang menjadi semakin membesar. Cinta datang hanya ketika seseorang telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap hidup dan memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru. Perasaan kompulsif itulah yang kemudian berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa jeda. Namun ketika salah satu instrument cinta hilang, perasaan tersebut akan berhenti dan menghilang… sedikitnya aku benar. Aku mencintaimu dengan orientasi penuh terhadap kehidupan. Tapi entah mengapa aku merasa tetap harus mencintaimu, walaupun kau tidak mencintaiku. Mungkin karena saat itu aku merasa mencintaimu telah membuatku tahu ternyata ada hal-hal lain yang terjadi tidak beradasarkan hukum kausalitas, tidak selalu harus memaparkan objektivitas persepsi inderawi. Tidak pula teori ilmu atau ilmu hukum apapun.

Gadisku, aku telah lebih tahu dari yang kamu bayangkan tentang esensi perbedaan, aku bahkan telah sangat sadar untuk dapat sepenuhnya memahami semua perbedaan yang membuatku begitu jauh darimu. Aku memang tidak sepantasnya untukmu, terlalu banyak yang harus aku benahi bahkan untuk selangkah lebih dekat padamu dan terlalu banyak yang harus kau korbankan untuk mendekat kepadaku. Tapi tenang saja, diantara semua kegilaanku aku masih punya sisa kesadaran yang menyadarkan aku bahwa itu bukanlah hal yang mungkin akan kau lakukan.

Gadisku, dalam sejenak kefanaan dunia, sejak awal aku telah menempatkanmu pada urutan ke – tiga hatiku, setelah iman dan kepercayaan. dan berharap suatu saat kita bisa membuka pagi bersama. Namun kenyataannya berbanding terbalik dari yang aku harapkan. ternyata cinta memang terlalu abstrak dan kompleks untuk bisa di prediksi, tak ada hukum timbal balik pada cinta, tak ada hukum keseimbangan, dan tak ada aksioma pada cinta. Karena cinta ada hanya untuk cinta.

Sejujurnya aku juga telah sangat lelah dengan cinta ini, cinta yang telah lama ku kalkulasikan tidak akan mencapai tahap real..cinta yang kumulai sebutir harapan, lalu tetap kubiarkan harapan itu hidup dalam hatiku, meskipun kemudian hanya berakhir dengan warisan luka, kecewa, dan penyesalan.

Cinta, ia pernah memberiku ruang didalam bola matamu, bagai menggambar keindahanmu sendiri. pesona bidadari.. Pernah aku menatapnya sekali dari kejauhan, membayangkan jauh kekedalaman matamu, begitu pekat aku menatap, hingga menatap yang tak seharusnya terlihat. Mungkin tak seharusnya disana. Seraut wajah lain. Tak begitu kukenal. Imajinasi tak terelakkan, bentuk keindahan yang terpesona oleh warna. Tapi kau membuatnya redup bersamaan ketika aku berusaha menjaganya agar tetap menyala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun