Malam yang cerah 20 Agustus 2014, di Gramedia Matraman diadakan bedah buku "Anak-anak revolusi" karya politisi terkenal Budiman Sudjatmiko yang dihadiri langsung oleh sang penulis dan dengan narasumber yang tidak biasa yaitu bapak Effendi Ghazali pakar komunikasi politik dan Maman Suherman Seorang Jurnalis.
Pukul 19.30 kira-kira acara bedah buku dimulai dengan sambutan dari bapak Wandi Subrata Direktur Gramedia Pustaka Utama, dan dengan dipandu moderator diskusi berjalan hangat dengan pertanyaan awal kepada Bapak Budiman Sudjatmiko mengenai awal ide menulis buku Anak-anak revolusi, lalu dijawab dengan cerita beliau yang setelah kejatuhan rezim orde baru berusaha untuk menghindari sorotan kamera dan gemerlap panggung, dan tenggelam dalam bekerja untuk rakyat. hingga pada akhirnya banyak pertanyaan ketika beliau bergabung dengan twitterland, pertanyaan seperti dituturkan oleh beliau "kemana saja budiman? kok ga' galak lagi seperti dulu? apakah sudah lupa dengan rakyat?" hingga beliau merasa bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada banyak orang tentang apa yang ia lakukan, mengenai pergantian sistem yang memerlukan penjelasan secara makro maupun individual yang tidaklah gampang untuk dicerna, bagaimana caranya menjelaskan kepada banyak orang mengenai hal-hal itu bisa saja beliau membuat penjelasan ber bab-bab dan sub bab tapi akan sangat kering, maka akhirnya inspirasi menulis novel itu mulai terpikir ketika bertemu dengan penulis novel laskar pelangi Andrea Hirata yang menyarankan kepada beliau untuk menuliskan pengalaman hidupnya menjadi novel, dan niatnya untuk membuat buku semakin terkukuhkan ketika membaca Dunia Sophie, sebuah novel yang menjelaskan filsafat yang kata orang njelimet dengan prosa yang menarik, dan itulah awal dari dimulainya penulisan buku anak-anak revolusi.
lalu ketika beliau ditanya mengenai asal-usul judul novel tersebut, beliau mengatakan bahwa yang terpikir pertama kali di pikirannya judul yang budiman banget adalah revolusi, tapi apa Pemuda Revolusi terlalu berat seperti judul selebaran lalu muncullah ide Anak-anak revolusi, kenapa?! pak Budiman menjelaskan " bahwa masa-masa yang paling ingin diulang adalah masa kanak-kanak, dan bagian yang paling membutuhkan kerja keras dan melibatkan emosi adalah bagian masa anak-anak" Â maka jadilah judul novel beliau yang ia bilang bergenre lintas genre karena bisa dibilang novel, memoar, otobiografi dan lain-lain.
Effendi Gazali mengomentari buku karya bapak Budiman Sudjatmiko adalah sebuah buku komunikasi politik kontemporer, dan mengatakan bahwa buku anak-anak revolusi adalah sangat ilmiah, dan beberapa catatan beliau mengenai kisah cinta yang dituliskan di buku anak-anak revolusi buku 1 dan 2 yang mengatakan bahwa pak Budiman adalah seorang yang romantis karena beliau jatuh cinta pada kisah cintanya dengan menuliskan berlembar-lembar mengenai kisah cintanya.
Tidak ketinggalan Maman Suherman memberikan komentar dan apresiasi dengan menyebutkan bahwa buku anak-anak revolusi merupakan buku sejarah yang dibutuhkan, yang menceritakan sejarah dengan epik dan emosional tidak hanya menghafal angka dan tahun terjadinya peristiwa dan buku anak-anak revolusi yang menceritakan sejarah dari berbagai perspektif menjadi sebuah contoh pemaparan sejarah dengan lebih emosional dan beliau juga memberi catatan mengenai isi buku mengenai ketakutan pada zaman orde baru sebagai jurnalis dan buku anak-anak revolusi menjadi bukti akan hal-hal yang pernah ia alami juga.
Salah satu catatan dari pertanyaan yang diajukan peserta kepada pak Budiman Sudjatmiko adalah pertanyaan "bagaimana berjuang diluar dan didalam sistem?" lalu dengan tangkas pak Budiman menjawab "diluar sistem kita memperjuangkan idealisme, didalam sistem mewujudkan idealisme" dan ditambah dengan uraian dan contoh dari beliau dengan arti memperjuangkan dan mewujudkan idealisme tersebut.
secara pribadi buku ini sangat menarik dan penting dibaca oleh anak muda yang tidak pernah merasakan zaman orde baru untuk dapat mensyukuri dan menghargai demokrasi yang kini mereka nikmati dan untuk memotivasi anak muda untuk dapat menjaga dan mengisi nilai-nilai kebebasan berpendapat dalam berdemokrasi dengan menaati aturan dan hukum yang berlaku, betapa kebebasan berpendapat yang kita rasakan sekarang tidak pernah mungkin akan dikhayalkan oleh sebagian orang pada masa orde baru, dan mungkin kita yang mendengar betapa mengerikannya "kontrol" dari pemerintah pada zaman itu, tidak akan mempercayai hal tersebut, oleh karena itu buku ini menjadi refleksi sejarah bagi kita semua untuk dapat menjadikan Indonesia menjadi lebih baik dan lebih hebat.
Juga penting untuk  mendapatkan referensi buku-buku yang layak dan perlu dibaca yang berserakan disebutkan oleh penulis disetiap halamannya, beliau yang telah menjadi predator buku sejak sangat muda memberikan list tentang banyak buku-buku bermanfaat yang layak dan perlu dibaca oleh setiap orang yang berusaha untuk menjadi "manusia lengkap" ungkapan yang beliau jelaskan dibuku pertama anak-anak revolusi baik karya anak bangsa seperti buku "Dibawah Bendera Revolusi" Bung Karno, maupun karya ilmuwan besar di berbagai bidang dari berbagai negara seperti buku "Capital" karya Carl Marx.
Dan sebagai penutup, buku ini benar-benar buku yang inspiratif  merefleksikan kegelisahan pemuda dalam mencari jalan hidupnya dan mencari teman-teman yang sepikiran dengannya dan upaya untuk mewujudkan ide-ide gila dan revolusioner yang berbeda dengan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H