Nama Herry Zudianto mungkin terdengar asing di telinga, terlebih di kalangan warga Jogja yang merupakan pendatang. Tapi saya berani bertaruh, hanya dengan menyebut nama tersebut mampu membuat tersenyum warga asli Jogja. Kiprahnya sebagai walikota periode 2003-2013 begitu membekas tak hanya di orang per orang, tapi juga pojok-pojok kota yang dengan tangan dinginnya berhasil mengalami kemajuan pesat.
Walaupun pernah manjabat sebagai walikota selama 2 periode, Herry Zudianto lebih suka menyebut dirinya sebagai entrepreneur. Beliau adalah pemilik Margaria Group, sebuah korporasi yang bergerak di bidang konveksi terutama batik dan busana muslim. Selain menjadi bos di bisnis sendiri, Herry Zudianto juga menjabat sebagai Majelis Wali Amanah UGM, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah DIY, Ketua RW 02 Golo, dan Ketua PMI DIY.
Kang Herry, panggilan akrab Warga Jogja kepada Herry Zudianto, menganggap jabatan walikota sebagai kepala pelayan masyarakat. Saat menjabat, Kang Herry berhasil menyabet 87 penghargaan, baik penghargaan untuk kemajuan Kota Jogja maupun penghargaan untuk dirinya sendiri sebagai Walikota. Tapi dari seluruh penghargaan tersebut, penghargaan paling berkesan untuk dirinya adalah ketika ada wong cilik yang berterimakasih kepadanya karena merasa diperhatikan. Menurutnya, pemimpin yang berhasil adalah ia yang mampu melayani tak hanya orang yang dipimpin, tapi juga orang-orang di luar itu.
Perjalanan Kang Herry menjadi walikota bisa dibilang mulus. Sebagai penguasaha, namanya telah bergaung di masyarakat Jogja. Ditambah pribadi yang terkenal dermawan, bersahaja dan ramah, berhasillah ia menduduki jabatan walikota. Kala itu, pilkada bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Mendekati Idul Fitri, banyak parcel dari pejabat-pejabat pemerintahan dikirim ke rumahnya. Alih-alih bersenang hati karena mendapat banyak parcel, Kang Herry justru mengembalikan semua parcel tersebut ditambah parcel dari dirinya sendiri. Beliau melakukannya bukan sekedar untuk menghindari gratifikasi, tapi memang telah menjadi prinsip hidupnya untuk melayani masyarakat bukan dilayani.
Kang Herry memiliki 7 prinsip yang selalu ia implementasikan baik saat masih menjadi pengusaha biasa maupun setelah menjadi walikota. Kedelapan prinsip tersebut meliputi: totalitas, integritas, loyalitas, suka mendengar, tidak takut ambil keputusan, jujur dan bervisi. Di antara ketujuh prinsip itu, tiga prinsip yang dominan tampak dalam pemerintahannya adalah suka mendengar, jujur dan bervisi.
Saat menjabat sebagai walikota, Kang Herry melakukan blusukan sebanyak dua kali per minggu. Dimasukinya kampung-kampung di Kota Jogja, di dengarkannya keluh kesah rakyatnya. Terkadang Kang Herry juga berdiskusi dengan warga hingga larut malam, sambil mentraktir bakmi jawa kesukaannya. Berbagai kebijakan Kang Herry selalu melibatkan suara rakyat di dalamnya. Misalnya saat merelokasi pedagang kaki lima di Jalan Senopati yang pada periode sebelumnya berulang kali gagal dilakukan, Kang Herry mengawalinya dengan ngobrol-ngobrol santai dengan beberapa orang yang berpengaruh di sana. Awalnya memang banyak penolakan, tetapi setelah berbicara dari hati ke hati, para pedagang tersebut akhirnya luluh juga. Mereka lalu dibuatkan tempat tersendiri untuk berjualan. Atas prakarsa Kang Herry juga, di kawasan tersebut, kemudian dibangunlah Taman Pintar yang menjadi sarana rekreasi edukatif warga.
Inovasi Kang Herry di bidang pendidikan tidak hanya membangun Taman Pintar, tetapi juga sistem penerimaan siswa baru yang berbasis Real-time online. Berangkat dari sifatnya yang jujur, Kang Herry ingin membersihkan birokrasi kotor yang penuh suap menjadi sistem yang transparan. Penerimaan siswa baru kini hanya lewat satu pintu, yang hasilnya langsung bisa dipantau melalui internet. Sistem real-time seperti ini tidak hanya diterapkan pada penerimaan siswa baru, tetapi juga birokrasi secara keseluruhan. Surat-surat dan proposal yang masuk ke balaikota bisa dipantau prosesnya melalui internet pula. Sistem seperti ini banyak diadopsi oleh banyak daerah lain di kemudian hari.
Kang Herry tidak pernah berhenti berinovasi. Banyak program-program baru dicanangkan, misalnya Sego Segawe (Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe), Jogja Last Friday Ride dan lain-lain. Program-program ini memiliki goal yang jelas dan sistem yang solid. Bagi Kang Herry, memulai sesuatu itu semestinya dari akhir, dari ending apa yang ingin dicapai. Sehingga program-program tersebut terarah dan konsisten dalam eksekusinya.
Kini setelah masa baktinya selesai, sebagai Ketua RW, Kang Herry fokus membangun RW-nya dengan metode dan nilai-nilai yang sama dengan ketika ia menjabat sebagai walikota. Semangat untuk melayani dan menyebarkan kebaikan tidak pernah surut dan justru makin membara. Karena yang Kang Herry cari bukanlah keenakan dunia, tetapi kepuasan batin karena telah melakukan semua hal sebaik-baiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H