Mohon tunggu...
Syarif Hidayatullah
Syarif Hidayatullah Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penikmat dunia literasi yang ada di dunia ini. Buku dan internet merupakan hal yang wajib selalu ada selain makanan :D

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cara Berpendapat Pun Ada Trend-nya

27 Desember 2013   21:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:25 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih ingat dengan kasus yang menimpa Ibu Prita Mulyasari? Tentunya kita sebagai masyarakat biasa terhenyak saat itu ketika mendengar ada seorang mantan pasien yang dipidanakan oleh sebuah Rumah Sakit ternama di kota Tangerang. Bisa dikatakan ini adalah ‘pertarungan’ kelompok versus individu. Rumah Sakit tersebut tidak terima dengan opini dari Ibu Prita yang menjurus merendahkan kredibilitas RS. Apa anda ingat juga media apa yang digunakan oleh Ibu Prita dalam mengeluarkan segala curahan hatinya itu? Ya betul sekali, surat elektronik atau yang biasa kita sebut Email. Mungkin peristiwa ini menjadi momen yang begitu kontroversial seiring dengan hadirnya berbagai macam aplikasi informasi di jaman serba internet ini. Tanpa disadari kehidupan kita sekarang telah berubah. Berdasarkan berbagai penelitian oleh para sosiolog, bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia sekarang ini adalah Sosial Media. Dan sosial media pula lah yang membuat perubahan dalam hal cara menyampaikan pendapat di kalangan masyarakat.

Di Indonesia pun mengalami dampak yang cukup besar dari hadirnya sosial media dalam hal menyatakan pendapat. Sosial media yang awalnya bertujuan untuk media interaksi berkembang menjadi media kebebasan berekspresi yang bersifat viral dan luas. Ditambah lagi dari pengaruh jumlah pengguna internet dan sosial media di Indonesia yang tergolong sangat besar. Segala informasi yang berseliweran akan menjadi makanan rutin bagi netizen Indonesia. Andai sosial media sudah ada di tahun 80 atau 90-an mungkin kekuasaan Bapak Soeharto tidak akan sampai di angka 32 tahun lamanya. Karena pada saat itu, cara masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya masih terbentur oleh media yang masih konvensional. Pers baik cetak maupun elektronik masih belum begitu mengakar ke segala penjuru daerah di Indonesia. Apalagi adanya isu pembredelan pers, semakin mempersempit ruang gerak masyarakat untuk berpendapat. Lain cerita saat Indonesia masuk ke tahun 2000an, teknologi informasi mulai muncul dan berkembang. Mulai familiar E-Mail dan Blog pada tahun itu memberikan secercah harapan bagi masyarakat untuk menyampaikan segala unek-uneknya terkait sosial, ekonomi, agama, dan bidang kehidupan lainnya. Kasus Ibu Prita pun termasuk pada era ini.

Di awal tahun 2010an, sosial media semakin kuat perngaruhnya dalam kekayaan informasi. Berbagai blog saling menampilkan pendapat, kritikan, keluhan dari si empunya blog. Jika ada isu yang sedang naik ke permukaan, media blog ikut memberikan respon yang cepat. Apalagi di sosial media, berbagai akun Twitter dan Facebook akan cepat menanggapi jika ada isu-isu yang menarik perhatian orang banyak. Di sini lah titik di mana kebebasan berpendapat mencapai puncaknya. Tidak semua masyarakat berbicara melalui sosial media dengan ‘bahasa yang sama’. Individu seharusnya bersikap lebih berhati-hati dan selalu menjaga persepsi yang dibangun oleh dirinya, karena feedback dari audiens online bersifat jujur tanpa sensor dan tentunya tersebar dengan cepat sebagai isu bersama. Interaksi di sosial media terasa lebih sensitif dibandingkan dengan interaksi di dunia nyata. Sudah banyak kasus yang mencuat dari berkembangnya cara dalam menyampaikan pendapat khususnya di sosial media. Kita sebut saja @farhatabbaslaw dan @triomacan2000. Mereka termasuk dua dari banyaknya akun yang memberikan pendapatnya secara gamblang dan menjurus kontroversi. Mereka berdua mengkritik fenomena-fenomena terkait dunia politik maupun sosial di Indonesia dengan cara yang sangat berani dan pedas. Hingga menimbulkan ketidaksenangan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh mereka. Namun sayang, UU ITE saat ini tidak begitu berbicara banyak dalam menangani kasus ini, berbanding terbalik dengan UU ITE (pada jamannya) saat Ibu Prita dipidanakan. Padahal jika kita mau berpendapat, bahwa pendapat-pendapat yang berseliweran di internet saat ini lebih tajam daripada apa yang dilakukan oleh Ibu Prita.

Perbedaan pendapat harus sudah kita sadari betul, bahwa ini merupakan hal yang lumrah bagi setiap manusia. Semua orang punya sudut pandangnya masing-masing dalam melihat dan menyikapi isu-isu. Ibarat pertandingan sepakbola, pendapat penonton di tribun barat, selatan, timur, dan utara akan saling berbeda satu sama lainnya walaupun mereka sama-sama menonton pertandingan sepak bola yang sama. Maka dari itulah peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Pemerintah harus beradaptasi dengan trend dalam menyampaikan pendapat saat ini. UU ITE perlu di-upgrade seiring berkembangnya teknologi. Kebebasan dalam menyampaikan pendapat merupakan hal yang wajib dari negara demokrasi seperti Indonesia. Dan undang-undanglah yang harus menjadi batasannya, agar kebebasan berpendapat dari masyarakat yang berbeda-beda itu menjadi fenomena yang positif dan membangun negeri tercinta kita ini.

tes

sumber gambar :  lucassdocblog.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun