Mohon tunggu...
Suhendra
Suhendra Mohon Tunggu... Teknisi - Mengagungkan Ciptaan Tuhan

Hanya seorang yang senang dengan kehidupan yang diberikan Tuhan Tanpa menuntut apa apa dan Tanpa tuntutan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Antara Kesungguhan dan Pencitraan

11 Mei 2020   20:36 Diperbarui: 11 Mei 2020   20:41 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita sering melihat gaya masing masing pemimpin saat ini, kita sering sekali bahkan hampir selalu menyaksikan gaya masing masing pemimpin tersebut, namun apakah gayanya itu hanya sekedar tuntutan Posisi jabatan, tuntutan realita hidup atau hanya sekedar polesan agar terlihat baik.

Menurut  Pasal 7 UUD 1945 : Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Begitupun untuk jabatan kepala daerah adalah 5 Tahun untuk satu kali masa jabatan. Namun apakah benar jabatan itu 5 Tahun.

Menurut saya pribadi, saya tidak terlalu peduli dengan yang lain, untuk masa jabatan Pemimpin itu adalah 4 tahun dalam sekali masa jabatan, kenapa 4 tahun. Karena dalam satu kali masa jabatan yang 4 Tahun dipergunakan apakah untuk bekerja atau untuk mendapatkan hasil bagi pribadi, sedangkan yang 1 Tahun digunakan untuk perjuangan mendapatkan kembali Jabatan di periode berikutnya.

Banyak sekali kita melihat diakhir masa jabatan, para pejabat publik selalu menggunakannya untuk tebar pesona (Pencitraan) yang diharapkan hanya simpati masyarakat agar terpilih diperiode berikutnya.

Pada akhir periode jabatan biasanya banyak pejabat publik itu melakukan hal ekstrem sebagai sarana mendongkrak elektabilitas dan pupularitas, dan masyarakat pun kembali terkena rayuan maut calon pejabat yang ingin merayu dan mendapat simpati.

Diakhir jabatan mereka para pejabat akan banyak membantu masyarakat secara personal bukan melalui kebijakan sebagai pemimpin, mereka akan menampakkan citra diri seolah pemimpin yang merakyat, dekat dengan rakyat, memperhatikan penderitaan rakyat dan biasanya akan berakhir dengan meminta suara rakyat agar memilihnya kembali.

Bahkan biasanya pejabat model pencitraan dengan mengharap simpati rakyat, semua sisi kehidupannya akan di ekspose ke media, mulai dari kegiatan yang berhubungan dengan jabatan maupun yang tidak ada hubungannya sama sekali. Inilah gambaran pejabat saat ini.

Lalu bagaimana dengan rakyat, biasanya rakyat akan dipaksa dengan sihir media untuk percaya bahwa pejabat ini adalah pejabat yang merakyat dan selalu bekerja untuk rakyat. Rakyat tetaplah rakyat, dengan kepolosan atau kebodohan dan selalu sisi nurani rakyat akan dimanfaatkan untuk meningkatkan citra pejabat. Rakyat tetap dapat bagian, bagian amplop ketika pemilihan berlangsung, bagian sembako ketika kampanye dan bagian lain yang hanya bias dinikmati untuk sehari. Begitulah seterusnya.

Jadi, kita akan selalu menjumpai bahwasannya hampir  keseluruhan pejabat akan kelihatan merakyat diakhir masa jabatannya. Maka sebagai rakyat bijaklah selalu, jangan terbuat pencitraan di ujung jabatan, tapi lihatlah pejabat ketika membuat kebijakan.

AKHIRNYA, BIJAK BIJAKLAH SEBAGAI RAKYAT, JANGAN SAMPAI DIBODOHI PEJABAT

KARENA MEREKA YANG BUTUH SUARA RAKYAT, SUARA RAKYAT HARUS MAHAL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun