Mohon tunggu...
Ladut Guido de Arizo
Ladut Guido de Arizo Mohon Tunggu... Petani - Clove Farmer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Petani yang Berpenghasilan Miris

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Panen Cengkeh Tahun Ini, Tak Lagi Memberikan Angin Segar

13 Juli 2019   02:31 Diperbarui: 13 Juli 2019   13:55 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
potret cengkeh di kebun kami yang siap dipanen (dokumentasi pribadi)

Setelah dijemur kurang lebih tiga hari, kondisi cengkeh basah milik kami yang semulanya berwarna merah kekuning kuningan mulai berubah kecokelatan. Artinya, sudah kering dan sesuai spesifikasinya dan memenuhi standar untuk dijual.

Masa panen cengkeh memang tidak berlangsung setiap tahun, tergantung cuaca dan faktor iklim. Adapun kendala lain dalam proses pemetikan ialah kurangnya tenaga buruh petik cengkeh.

Seperti yang terjadi di tahun 2018, banyak cengkeh di desa saya yang bunganya sudah jatuh karena terlambat dipetik. Kira-kira jumlahnya hampir mencapai ratusan kilo. Sebut saja keseluruhan pohon cengkeh yang produktif berbuah di beberapa kebun milik kami berjumlah 400 dari 1000 lebih pohon. Luas per lahannya ada yang 500 meter persegi, hingga 1 Ha.

"Untuk tahun 2018 kemarin, harga per kilogram cengkeh kering berkisar Rp 85 ribu. Adapun di tempat atau daerah lain harganya di bawah itu tapi paling banter di angka 50 ribu ".

Para petani cengkeh di daerah saya di Manggarai, Flores NTT, sudah lazimnya mengetahui setiap tanda-tanda dan dan perubahan pada pohon cengkeh mereka. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna pada pucuk tangkai. Jika di ujungnya mengeluarkan tunas dan di tangkai daun berwarna hijau gelap, maka pertanda musim cengkeh akan tiba. Jika tanda sudah terlihat, maka para petani mulai menyiapkan modal untuk pembelian karung, tali, hingga biaya menyewa para pemanjat pohon.

Ada buruh petik cengkeh yang cara memetiknya lambat, tapi ada juga yang cepat

Ketika memasuki musim panen, pemilik cengkeh di Manggarai kerap menyewa jasa pekerja yang bertugas memetik di atas pohon. Satu pohon dihitung Rp 70--100 ribu, dengan catatan pemilik kebun menyediakan makanan dan rokok. Tergantung kesepakatan yang dibuat sejak awal.

Ilustrasi pemetik cengkeh (foto flickr.com)
Ilustrasi pemetik cengkeh (foto flickr.com)
Untuk satu pohon besar yang bisa menghasilkan 4 karung cengkeh mentah (belum dipisah dengan tangkainya), membutuhkan 3 orang pemetik. Syukur kalau masing-masing dari mereka memperoleh satu karung cengkeh satu hari. Sedangkan jasa mereka sebesar Rp 80 ribu (di luar makanan dan rokok).

Tugas para pemetik cengkeh ini ialah memetik buah pohon cengkeh dan menyimpan ke dalam karung yang sudah disiapkan. Lalu, menurunkan karung tersebut menggunakan tali. Kemudian ditampung ke karung atau terpal yang ada di bawah pohon.

Masa panen pun tergantung dari buah serta ukuran pohon. Jika pohonnya besar, bisa memperoleh dua sampai tiga karung berukuran 50 kilogram cengkeh mentah. Sementara, jika tiga karung cengkeh tersebut dijemur, maka bisa memperoleh 21 kilogram cengkeh kering.

Sementara, harga cengkeh saat ini per Juli 2018, berkisar Rp 75 ribu. Tapi itu bervariatif. Rata-rata mereka beli dengan harga yang berbeda-beda, tergantung patokan harga para penadah/pengepul.

"Petani selalu pada posisi yang tidak diuntungkan. Apalagi petani tidak bisa mengintervensi harga di pasar".

Seharusnya sih, ada kontrak antara petani cengkeh dan pemerintah, jika kita menggunakan istilah "etatisme kapitalis" agar ada kepastian harga. Karena selama ini petani selalu pada posisi yang tidak diuntungkan. Apalagi petani tidak bisa mengintervensi harga pasar di tingkat pengepul dan pembeli. Jadi kalau petani dilibatkan, tentu ada harga pasti. Pembeli juga tidak bisa bermain harga.

Tahun ini produksi cengkeh, khususnya di bumi Manggarai turun drastis. Faktornya karena cuaca. Tidak seperti tahun 2018 yang lalu, yang bertepatan dengan panen besar. Sebab untuk sampai pada musim panen, dibutuhkan cuaca sedang selama dua bulan. Kalau cuma satu bulan lalu setelahnya turun hujan, cengkeh bakal rontok sebelum masa panen tiba.

Cengkeh milik orangtua saya yang beliau tanam sekitar 40 pohon. Sekarang hanya 8 pohon yang produktif berbuah. Itu pun beberapa di antaranya sudah tidak utuh. Ranting, daun, dan cabangnya mengering.

Di Manggarai terdapat tiga reksa wilayah yang berpenghasilan cengkeh terbesar, yaitu Mano, Kuwus, dan Pacar. Namun tumbuhan dengan julukan 'emas cokelat' itu saat ini kurang produktif berbuah. Sehingga, yang tadinya bertumpu pada penghasilan cengkeh, kini mengandalkan sektor lain untuk menambah pendapatan, seperti dari kopi, kemiri, vanilli dan mengolah sawah.

Karena keuntungan yang diperoleh harus dianggarkan untuk biaya pemetik, serta menyediakan sajian atau kudapan untuk tetangga yang melakukan proses pemisahan buah cengkeh dari tangkainya. Proses ini dalam bahasa lokalnya disebut sepuk/cepuk.

Ilustrasi cepuk (kegiatan memisahkan bunga cengkeh dengan tangkainya)
Ilustrasi cepuk (kegiatan memisahkan bunga cengkeh dengan tangkainya)
Kalau Sepuk tidak perlu menyewa orang. Kebanyakan datang dari tetangga dan keluarga. Mereka lakukan secara bersama-sama dan suka rela. Jadi kita hanya siapkan sajian ala kadarnya saja. Karena cepuk itu santai di rumah. Tapi pemanjat ini yang berisiko. Jatuh pasti cedera. hehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun