Mohon tunggu...
Zhepryla Devi
Zhepryla Devi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Munculnya Fenomena Bookstagram di Era Sastra Digital

17 Desember 2024   22:18 Diperbarui: 18 Desember 2024   11:54 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: readerheaven.com

Di era yang serba digital ini, perkembangan teknologi telah membawa perubahan yang besar di dalam aspek kehidupan manusia, salah satunya pada dunia literasi. Salah satu fenomena yang menarik yang lahir dari perubahan ini adalah munculnya istilah "Bookstagram", yaitu berasal dari gabungan kata "book" dan "Instagram." Istilah ini digunakan untuk merujuk pada komunitas online yang menggunakan media sosial Instagram untuk berbagi, mendiskusikan, dan mempromosikan buku. Adanya Bookstagram ini telah menjadi bagian yang penting dari sastra digital. Lahirnya Bookstagram ini juga memberikan pengaruh yang besar bagi para pengguna Instagram untuk lebih meningkatkan minat literasi, memilih buku, dan interaksi sosial dengan berbagai literatur. 

Istilah ini pertama kali muncul seiring dengan tingginya popularitas Instagram sebagai media sosial yang menonjolkan visual. Tahun demi tahun. para pecinta buku mulai menggunakan Instagram untuk mengekspresikan kecintaan mereka terhadap dunia literatur. Mereka sering mengunggah foto-foto buku yang estetik yang disertai dengan ulasan singkat, kutipan inspiratif, atau rekomendasi bacaan. Terdapat estetika visual yang menarik menjadi salah satu daya tarik dan juga merupakan ciri khas dari komunitas Bookstagram ini. Visual dari rak buku yang tertata rapi, sampul buku yang indah, dan elemen dekorasi tambahan seperti kopi, lilin, atau tanaman sering kali menjadi bagian dari tingkat visual yang memanjakan mata.

Sumber: sintiawithbooks (salah satu Bookstagrammer yang aktif di instagram)
Sumber: sintiawithbooks (salah satu Bookstagrammer yang aktif di instagram)

Munculnya Bookstagram tidak hanya berfungsi sebagai media untuk berbagi foto mengenai dunia literasi, tetapi juga sebagai ruang diskusi adanya sastra digital. Para penggunanya Instagram yang bergabung dengan komunitas Bookstagram sering mengadakan diskusi buku daring, membaca bersama (buddy reading), atau klub buku virtual. Interaksi ini dapat memungkinkan pembaca dari berbagai latar belakang untuk saling bertukar ide dan pendapat, serta dapat menciptakan komunitas yang inklusif dan suportif.

Selain itu, adanya Bookstagram juga menjadi alat promosi efektif bagi para penerbit dan para penulis. Sehingga, akan sering ditemukan banyak penerbit yang telah menjalin kerja sama dengan Bookstagrammer guna mempromosikan buku baru melalui ulasan atau unggahan bersponsor di akun Instagram para Bookstagrammer. Hal ini membuktikan bahwa Bookstagram memiliki pengaruh yang besar dalam industri perbukuan dan percetakan.

Adanya penurunan minat baca di beberapa kalangan masyarakat membuat Bookstagram hadir sebagai upaya untuk mempromosikan literasi dengan cara yang relevan dengan generasi digital. Visual dari  format konten yang mudah diakses, dapat membuat pembahasan buku terasa lebih menarik bagi generasi muda. Bookstagram juga dapat membantu menghilangkan stereotip di masyarakat bahwa membaca adalah aktivitas yang membosankan.

Di sisi lain, Bookstagram juga membuka peluang bagi para pembaca untuk mengeksplorasi genre dan penulis yang sebelumnya kurang dikenal menjadi lebih dikenal untuk dapat diapresiasi hasil karyanya. Hal ini dapat dilakukan melalui rekomendasi dan ulasan dari sesama anggota komunitas Bookstagram, seperti pembaca dapat menemukan buku-buku baru yang mungkin membuat mereka kesulitan untuk menemukan melalui saluran tradisional. Hal ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap berbagai macam bacaan dan dapat mendukung penulis independen.

Meski membawa banyak sekali manfaat, Bookstagram juga tidak luput dari kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa apabila kita hanya fokus pada estetika visual, justru dapat mengaburkan esensi literasi itu sendiri. Kemudian, kritik selanjutnya adalah terdapat kecenderungan untuk lebih menonjolkan tampilan buku daripada isi atau kualitasnya. Selain itu, tekanan untuk menghasilkan konten yang "Instagramable" juga dapat menciptakan beban bagi beberapa Bookstagrammer.

Meski begitu, Bookstagram adalah salah satu contoh dari bagaimana sastra dapat beradaptasi dengan era digital. Adanya komunitas Bookstagram ini, tidak hanya menjadi ruang bagi pecinta buku terutama dalam hal berbagi minat mereka, tetapi juga memiliki peran penting dalam mempromosikan literasi di tengah perubahan zaman yang serba digital ini. Dengan segala tantangan dan peluang yang muncul dan tercipta, Bookstagram membuktikan bahwa membaca tetap dapat diartikan ke dalam budaya digital modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun