Sejak Indonesia berhasil merebut Papua dari Belanda pada tahun 1963 permasalahan mengenai separatis di Papua terus merongrong kedaulatan Indonesia di bumi Cendrawasih tersebut. Munculnya separatisme Gerakan Papua Merdeka adalah reaksi dari beberapa hal. Pertama, kekecewaan sejarah saat proses integrasi ke Indonesia. Kedua, pihak elit Papua yang merasa tereksklusi dari persaingan dengan para pejabat pusat Indonesia sejak zaman Belanda. Ketiga, pembangunan dan komposisi perangkat daerah yang timpang mengakibatkan opresi dan marginalisasi bagi penduduk Papua.
Keempat, banyak pendatang yang kemudian mendominasi dalam bidang politik dan ekonomi sehingga semakin memperdalam marginalisasi suku mereka, kesenjangan ekonomi dan sosial, serta operasi-operasi militer dari Pemerintah Pusat dalam meredam separatisme yang berakibat pada pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Respon pemerintah inilah yang kemudian menjadi alat propaganda Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam melobi masyarakat internasional sesuai dengan rekomendasi Kongres Rakyat Papua II dan didukung oleh beberapa negara di kawasan Pasifik Selatan yang tergabung dalam Melanesia Spearhead Group (MSG), sebuah organisasi sub regional wilayah Pasifik Selatan yang identik dengan ras Melanesia yang mana Indonesia juga merupakan salah satu anggotanya. Kemudian di era digital saat ini propaganda melalui akun-akun media sosial juga digencarkan, penyebaran berita hoax melalui media sosial whatsapp, akun @ppk.nrwp di media sosial facebook, dan akun kampanye politik @freewestpapua di twitter menjadi salah satu corong utama perjuangan OPM. Menurut hasil Social Network Analysis yang dikeluarkan platform analisis media daring berbasis big data 'Drone Emprit Academic' melalui publikasi berjudul Tiadanya Kontra Narasi Internasional Tentang "West Papua" pada tanggal 1 September 2019 di dunia internasional, hampir seluruh mention dan retweet tentang "West Papua" didominasi oleh cluster Pro West Papua, menunjukkan bahwa gencarnya propaganda internasionalisasi isu Papua Merdeka melalui media sosial.
Propaganda internasionalisasi isu di media online terkesan tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah Indonesia, dibiarkan berkembang, dan terbukti pada tanggal 1 Desember 2020 Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, berani mengumumkan Deklarasi Negara Papua Barat dari domisilinya di Inggris, di mana bersamaan dengan itu Benny Wenda mengklaim dirinya sebagai Presiden dari pemerintahan sementara Negara Republik Papua Barat. Benny Wenda adalah tokoh pro-kemerdekaan Papua yang sempat ditahan terkait demonstrasi pro-kemerdekaan Papua dengan pengibaran bendera bintang kejora pada tahun 2002. Akan tetapi Benny kabur dari penjara lalu tinggal di Inggris sejak 2003 yang saat itu ia menerima political asylum dari pemerintah Inggris. Bahwa deklarasi tersebut dilakukan bukan di tanah Papua, melainkan dari Inggris menunjukkan bahwa ULMWP berusaha membentuk opini global terkait Papua Merdeka demi mendapatkan dukungan internasional.
Media dewasa ini kerap digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan pesan politik atau ideologi dalam masyarakat. Informasi yang disajikan dalam pemberitaan media sangat mungkin dipengaruhi oleh ideologi tertentu dan terbuka untuk propaganda. Di era digital saat ini media online merupakan media yang efektif dalam melakukan propaganda politik dibandingkan dengan menggunakan media konvensional. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya Deklarasi Negara Papua Merdeka oleh ULMWP dan Benny Wenda diklaim sebagai bentuk propaganda untuk memisahkan diri dari NKRI. Propaganda bertujuan untuk memengaruhi pola pikir, imajinasi, dan opini khalayak dalam jumlah besar dalam bentuk kesadaran, tuntutan balasan, tanggapan yang akan melahirkan perubahan. Ruang lingkup target khalayak yang begitu besar, maka media massa terutama yang pro-NKRI berperan menghadapinya.
Problem identification. Dalam berita ini wacana penolakan dalam mengaitkan pernyataan Benny Wenda, pemimpin ULMWP, terkait pembentukan Pemerintahan Sementara West Papua. Penolakan tersebut secara jelas ditekankan dengan narasi "Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menolak pernyataan dari The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Kemudian menonjolkan pernyataan tertulis dari narasumber berita dalam kalimat: "TPNPB-OPM sangat tidak mengakui dan tidak akan kompromi dengan Benny Wenda, karena Benny Wenda deklarasi Negara Papua Barat dan berkantor di Inggris yang bukan merupakan daerah revolusi". Arah framing tertuju pada apa yang dilakukan oleh ULMWP dan pemimpinnya Benny Wenda ditentang oleh TPNPB-OPM yang beroperasi di wilayah Papua dan Papua Barat dan masih berada di wilayah kedaulatan Indonesia. Sedangkan pada  pernyataan Benny Wenda atas Deklarasi negara Papua Barat tersebut merupakan klaim sepihak dan tidak diakui oleh TPNPB-OPM yang merepresentasi seluruh rakyat Papua.
Causal interpretation. Substansi makna dari narasi berita penolakan TPNPB-OPM atas Deklarasi Negara Papua Barat oleh Benny Wenda tersebut dikonstruksi pada kegagalan ULMWP dan Benny Wenda dalam perjuangan bangsa Papua. "Benny Wenda adalah Warga Negara Inggris dan menurut hukum internasional bahwa warga Negara Asing tidak bisa menjadi President Republic Papua Barat," TPNPB, tidak mengakui klaim Benny karena dideklarasikan di negeri asing.
Moral Evaluation. Klaim moral pada status kewarganegaraan Benny Wenda serta deklarasi yang dilakukan di negeri asing (Inggris) itu sebagai penyebab masalah, tidak mempunyai legitimasi mayoritas Rakyat Bangsa Papua. Sebaliknya juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sembom yang mewakili sebagian besar rakyat Papua dan berjuang dari wilayah revolusi terkonstruksi sebagai korban ambisi sepihak Benny Wenda. Penekanan pada evaluasi moral ini diperkuat dengan tulisan "....jelas-jelas Benny Wenda merusak persatuan dalam Perjuangan bangsa Papua... Benny Wenda (diketahui) kerja (untuk) kepentingan kapitalis asing Uni Eropa, Amerika, dan Australia,... hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip revolusi untuk kemerdekaan bagi bangsa papua".
Treatment recommendation. Rekomendasi dalam narasi berita ini adalah (1) "...deklarasi (Benny Wenda) itu tidak mempunyai legitimasi mayoritas Rakyat Bangsa Papua," ; (2) "Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB-OPM mengumumkan mosi tidak percaya kepada Benny Wenda,". Rekomendasi yang mengutip keterangan juru bicara TPNPB-OPM yang menyatakan tidak percaya kepada Benny Wenda teridentifikasi untuk membentuk opini publik bahwa tidak ada pengakuan baik dari negara Indonesia maupun dari mayoritas rakyat Papua sendiri terhadap Deklarasi Negara Papua Barat.
Benny Wenda Buat Negara Ilusi, Rakyat Tidak Perlu Takut" menyajikan framing dari berita mengenai Deklarasi Negara Papua Barat oleh Benny Wenda dengan mengedepankan sudut pandang hukum dalam narasi berita ini, dengan mengutip penyataan MenkoPolHuKam dalam konferensi pers virtual. Penulisan frase "Negara Ilusi" pada judul berita menunjukkan framing terhadap Deklarasi Negara Papua Barat sebagai negara yang tidak nyata (fiktif), atau dengan kata lain Deklarasi Negara Papua Barat adalah sebuah pembohongan publik. Pada kalimat "Rakyat Tidak Perlu Takut" ingin menunjukkan seolah seluruh bangsa Indonesia dan masyarakat Papua khususnya tidak mau NKRI terpecah-belah oleh klaim pemimpin ULMWP Benny Wenda tersebut.
Di Era Globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat umum tidak boleh menutup diri dari perkembangan informasi sehingga menyebabkan kurang update terhadap informasi. Masyarakat harus siap dalam menghadapi perkembangan zaman seperti sekarang, karena sekarang bukan lagi menghadapi senjata dan munisi atau perang konvensional, saat ini sudah memasuki perang generasi baru dimana handphone dan internet sebagai senjata serta media sosial sebagai munisi. Dalam menyikapi hal tersebut masyarakat harus lebih cerdas dan bijaksana dalam memfilter berita atau informasi yang tersebar, serta budayakan cermat membaca, sehingga informasi yang di dapat tidak menjadi multitafsir.