Hari itu saya membeli nangka di warung  buah pinggir jalan. Rencananya mau bikin es teler karena sudah beli alpukat juga sebelumnya. Nangka ini agak susah-susah gampang kalau dicari. Kalau lagi tidak dicari, pasti nemu aja penjualnya tapi giliran dicari, entah penjualnya tutuplah, buah nangkanya abislah, atau nangkanya belum matang dan lain sebagainya. Hari itu sepertinya Tuhan memudahkan jalannya. Pas saya yang diantar suami ke warung buah yang dituju, nangkanya ada. Alhamdulillah, nikmat Tuhan mana lagi yang saya dustakan.
Ada beberapa nangka yang sudah dipack dengan sterofom. Nangka utuh juga ada. Saya memilih-milih nangka tersebut karena ternyata ada dua macam nangkanya. Yang satu kelihatan bagus, kuning keorenan dan besar-besar. Yang satu lagi warnanya kuning pucat dan kecil-kecil. Saat memilih-milih itu pedagangnya menghampiri dan menjelaskan bahwa kalu yang besar-besar itu kurang manis, menang dibentuk saja. Sementara yang kecil berwarna kuning pucat nangkanya manis dan aromanya bagus. Saya bingung dong.
Kebetulan saat bersamaan ada pembeli lain juga yang membeli nangka. Kelihatannya juga sama bingungnya dengan saya. Mau milih nangka yang bagus atau yang kuning pucat. Pikiran berkecamuk ingin mengambil yang mana. Akhirnya saya putuskan untuk membeli nangka yang bentuknya bagus dan besar-besar. Saya membeli dua pack. Pembeli lain itu juga mengambil nangka yang sama dengan saya. Entahlah. Saya hanya berharap nangka ini juga seperti ekspektasi saya, yaitu bagus dan manis. Masa iya bentuknya bagus begini, rasanya tidak manis sih.
Sesampai di rumah saya langsung meyiapkan semua bahan untuk membuat es teler ala saya. Ada alpukat, jeli, selasih, susu evaporasi, dan tentunya nangka yang sudah dibeli tadi. Tibalah untuk membuka nangka yang tadi. Benar saja, nangkanya tidak manis dong seperti yang penjualnya katakan. Hanya menang dibentuk saja yang bagus, tebal dan besar-besar serta warna yang menggoda. Rasanya? Tidak ada nangka-nangkanya. Eh maksudnya, tidak manis seperti nangka pada umumnya.
Sebagai yang tidak mau rugi, tetap nangka itu saya potong-potong untuk menjadi campuran es teler. Ada sih aroma nangkanya sedikit tapi tidak membludak seperti nangka yang ada dalam pikiran saya. Ini nangkanya ketika dimasukkan ke dalam kulkas juga tidak menyeruak aromanya. Biasanya kan kalau kita menaruh nangka di dalam kulkas, sat membuka kulkas maka menyeruaklah aroma nangka ke keseluruhan kulkas. Ini tidak. Biasa saja.
Biasanya kalau beli nangka, jangankan seminggu, keesokan hari juga sudah habis tak bersisa. Ini sampai semingguan lebih, si nangka masih betah nangkring di rak kulkas. Tiga buah nangka terakhir berujung di tong sampah karena sudah menjadi lembek karena terlalu lama menghuni kulkas.
Es telernya bagaimana? Alhamdulillah, habis.
Jadi, masih banyak kok pedagang yang jujur. Kalau sudah dibilangin, jangan ngeyel. Nanti menyesal seperti yang saya alami. Saya jadi penasaran bagaimana nasib pembeli yang barengan beli nangka dengan saya. Pasti dia menyesal memilih nangka itu.
Mungkin ada oknum pedagang yang mengelabui pembeli. Saya juga pernah mengalami. Beli rambutan sekilo ternyata tidak sampai sekilo isinya atau beli manga katanya manis eh sampai di rumah malah asem dan banyak ulat. Itu hanya oknum saja.
Satu lagi, jangan terkecoh dengan bentuk yang bagus saja. Karena bentuk bisa dimodif. Tetap yang berkesan adalah kebaikan. Selamat berburu nangka, teman-teman.