Mohon tunggu...
Zarna Fitri
Zarna Fitri Mohon Tunggu... Freelancer - Terus bermimpi

Hidup harus bermakna

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Awas Gratifikasi di Hari Guru

26 November 2024   18:22 Diperbarui: 26 November 2024   18:35 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa fakta di lapangan, memberi hadiah kepada guru juga menjadi ajang perlombaan bagi orang tua murid. Tidak mau kalah. Kalau missal orang tua si A memberikan tas misalnya, maka orang tua yang lain akan memberikan yang lebih wah lagi. Ditambah, guru yang menerima hadiah tersebut mengupload ke media sosialnya, apalagi dengan kesengajaan. Bisa terjadi kesenjangan di antara orang tua murid dan juga kesenjangan di antara guru itu sendiri.

Guru yang hanya menerima satu hadiah misalnya, akan membandingkan dirinya dengan guru yang menerima lebih dari satu hadiah. Bisa menajdi pergolakan yang membuat keresahan. Yang akhirnya membuat niat awal guru dari seorang pendidik, bisa saja menjadi ternodai dengan pemberian hadiah tersebut.

Tidak Salah Memberi Hadiah

Memberi hadiah tidak ada salahnya. Terlebih kepada guru. Namun, harus dilihat dulu unsur-unsur dibalik alasan pemberian hadiah. Alih-alih malah jadinya gratifikasi. Menurut penjelasan pasal 12B pada UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan tas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian usng, barang, rabat, komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya.

Pemberian kepada guru bisa menjadi terlarang dan menajdi gratifikasi kalau masuk ke dalam pasal tersebut. Berdasarkan pasal tersebut ada dua unsur gratifikasi yaitu berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Kalau bukan mereka seorang guru tentu tidak akan memberi bukan? Kalau bukan wali kelas, apakah masih memberi hadiah? Seterusnya adalah guru tidak seharusnya menerima hadiah karena mengajar adalah kewajiban dari seorang guru. Sama halnya dengan seorang ksir yang tugasnya adalah menghitung belanjaan konsumennya.

Terkadang dan sering kali fakta di lapangan ditemukan, pemberian hadiah ini ada unsur terselubung. Misalnya agar nilai si anak tidak diberi nilai jelek. Ini menjadi sebuah pertentangan besar ketika yang menerima adalah guru yang jujur. Hatinya akan berontak ketika muridnya tidak sesuai dengan keinginan orang tua si anak pemberi hadiah. Integritasnya sebagai seorang guru akan diuji.

Pemberian hadiah tidak salah ketika memang tanpa tujuan tertentu. Misalnya diberikan secara bersama dan pembagiannya adil terhadap guru-guru yang bersangkutan. Bukan ditujukan kepada guru tertentu dan bukan oleh sekelompok tertentu.

Sejatinya, tolok ukur bagi seorang guru pendidik sejati adalah melihat murid-muridnya paham dengan yang diajarkan, menjadi pribadi lebih baik dan membawa kemanfaatan terhadap sekitar. Bukan dari seberapa besar dan banyaknya hadiah yang diterima.

Memang, di dalam agama saling memberi hadiah merupakan sebuah anjuran. Tetapi jika dengan adanya hadiah tersebut membuat ketidakadilan entah apapun itu maka hukumnya bisa menjadi haram. Yang di negara dinamakan dengan gratifikasi dan bisa menjadi akar dari terjadinya korupsi.

Melihat banyaknya penyimpangan di lapangan terhadap pemberian hadiah ini, sudah seharusnya ada penegasan peraturan yang secara tegas membatasi agar praktek-praktek yang tidak diinginkan tidak terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun