"Lagi baca apaan, Ren?" tanyaku tetiba mengejutkan Rendi yang asyik dengan bacaan di tangannya.
"Ah, enggak. Ini ngisi waktu luang sambil nunggu dosen," ujar Rendi dengan senyum khasnya melihatku sekilas kemudian kembali melanjutkan membaca majalah yang ada di tangannya.
Kuperhatikan dengan seksama bacaan yang dipegang Rendi. Seperti sebuah majalah tapi belum pernah kutemukan majakah seperti itu sebelumnya. Aku yang memang dasarnya suka membaca, langsung saja mengambilnya dari tangan Rendi.
"Aku pinjam ya." Serta merta mengambil majalah itu dari tangan Rendi.
Rendi bukannya marah malah makin mengembang senyumnya.
"Oh iya silakan. Dengan senang hati," tambahnya lagi tetap dengan senyum penuh pesonanya. Membuat hati meleleh kalau sudah melihat Rendi senyum.
"Eh, tapi aku gak janji cepat balikinnya lho," tatapku padanya. Rendi balas menatapku.
"Tak apa. Kapan kamu selesai aja balikinnya," jawab Rendi sambil berlalu meninggalkanku.
 Karena dosen dari jauh sudah kelihatan batang hidungnya. Kumasukkan majalah itu ke tas dan mengikuti Rendi dari belakang menuju kelas.
Rendi merupakan teman sekelasku di beberapa mata kuliah. Bisa dibilang hampir semua mata kuliah kita berada di kelas yang sama. Dia tidak tampan tapi sejuk dipandang. Penampilannya tidak rapi tapi tidak juga urakan. Ah bagaimana ya menggambarkannya. Ya begitulah. Dengan rambut yang tersisir rapi tapi dibiarkan bagian depan agak panjang menutupi dahinya. Katanya sich hal tersebut untuk menutupi dahinya yang lebar. Kalau senyum Rendi terlihat sangat memesona. Menyejukkan. Ibarat mendapat sumber mata air di tengah dahaga melanda.
Karena seringnya sekelas itu ditambah terkadang juga sering berada di kelompok yang sama otomatis aku sering berkomunikasi dengan Rendi. Entah sekadar bertanya tentang tugas kuliah atau yang lainnya.