Mohon tunggu...
Zhari AbadiAdil
Zhari AbadiAdil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Riau

Saya berasal dari Pulau Sumatera di Propinsi Riau, dari suku Melayu Kabupaten Kampar, memiliki hobi menulis, bernyanyi, membaca, Travelling. Sekarang saya berusia 24 tahun dan masih menempuh pendidikan di bangku kuliah semester 7

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ritual Cingcowong di Kuningan, Jawa Barat

16 Oktober 2022   22:30 Diperbarui: 16 Oktober 2022   22:41 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahas Sinema Cingcowong merupakan agenda kegiatan Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Jawa Barat. Kegiatan bertujuan untuk mengenali tradisi yang ada di kawasan Jawa barat, merupakan rangkaian yang ada dalam program Modul Nusantara dibimbing oleh Salsa Solli Nafsika, M.Pd (pak Esa) dosen prodi Perfilman UPI dibantu oleh Seno Maulana sebagai mentor. Film ini dipersembahkan oleh Vulpecula Pictures, setelah menonton dilakukan diskusi bersama crew. 

Menurut cerita dari crew, mereka sempat mengalami sedikit kejadian aneh saat proses pengambilan film ini, dan biasanya setelah film ini diputar akan turun hujan. Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat budaya serta agama. Tentunya dari keanekaragaman tersebut menjadi suatu kekayaan yang berbeda dari negara lain. 

Beberapa daerah memiliki keunikan tersendiri dalam adat budaya seperti di provinsi Jawa Barat tepatnya di kabupaten Kuningan. Tradisi Cingcowong di Kuningan biasanya dilakukan pada saat musim kemarau panjang yang bertujuan untuk meminta diturunkan hujan. namun, beberapa tahun belakangan sampai saat ini ritual ini tidak dilakukan karena dianggap syirik, bertentangan dengan agama islam. 

Meskipun begitu, Cingcowong tetap dilestarikan dan sekarang hanya menjadi pertunjukan sebagai bentuk apresiasi terhadap nilai-nilai adat budaya yang ada di masyarakat Kuningan dan juga bertujuan supaya ritual Cingcowong ini tidak hilang dimakan zaman. Bahasa yang digunakan pada proses ritual ini yaitu bahasa Jawa dan Sunda. 

Media dari ritual ini yaitu boneka atau orang-orangan yang kepalanya terbuat gayung penimba air zaman dahulu (batok kelapa), badannya terbuat perangkap ikan (bambu), dipakaikan baju serta dihiasi dengan bunga secantik mungkin menggambarkan pengantin perempuan. Penyebab bisa terjadi hujan ialah karena ada hubungan keimanan dan transenden, ada hubungan antara dalam diri pribadi dengan yang di luar diri, yang memimpin ritual Cingcowong dinamakan punduh. 

Punduh adalah orang yang memiliki kemampuan khusus (supranatural). Ritual ini juga melibatkan dua orang untuk membantu pundu untuk memegang boneka dan memainkan alat musik utama yang dinamakan buyung dan bokor. Selain itu ada sinden yang bertugas melantunkan lagu-lagu tertentu sambil menari. 

Perlengkapan lainnya yaitu, tangga yang terbuat dari bambu, tikar daun berwarna keemasan, serta bunga kamboja dan air yang disimpan dalam wadah. Kemudian sebelum ritual ini bonekanya akan disimpan dulu di tempat yang ada airnya dan beruba sesajian. Setelah dikira semua sudah siap, maka ritual akan dilaksanakan, para pemain alat musik memukul buyung dengan menggunakan kipas yang terbuat dari anyaman bambu dan juga memukul bokor dengan menggunakan dua ruas kayu masing-masing sepanjang 40 cm.

Punduh dan pembantunya memegang boneka Cingcowong berjalan di antara anak tangga yang diletakkan di atas tikar sebagai lantainya dari ujung awal sampai akhir sebanyak tiga kali, selanjutnya Punduh duduk di tengah tangga dengan boneka dan melakukan gerakan seperti menyisir rambut boneka. Boneka Cingcowong akan bergerak sendiri menandakan bahwa roh ghaib mulai merasukinya. 

Semakin lama gerakannya semakin tidak terkendali, terkadang boneka seperti mengejar ke arah penonton, untuk menetralkannya ada mantra yang diucapkan oleh punduh diiringi dengan mencipratkan air bunga kamboja ke arah penonton sambil mengucapkan hujan... hujan... hujan... Menurut kepercayaan zaman dahulu, biasanya hujan akan turun karena proses ini. 

Namun, seiring perkembangan zaman modern, Cingcowong yang sekarang ini hanyalah sebagai pertunjukan supaya tradisinya tidak punah, tariannya pun merupakan tari yang dimodifikasi (kontemporer) yang secara tak langsung juga sebagai ranah hiburan. Untuk pertunjukan atau ritual aslinya sudah dilarang beberapa tahun yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun