Ketika waktu menunjukkan jam 9 pagi, kami pun tiba di desa Sukamulya. Istirahat sejenak, kurang lebih sekitar jam 9.30 kami di-briefing oleh guide (Mr. Accep Mika), dia memperkenalkan alat-alat keselematan untuk pemanjatan dan bagaimana cara penggunaannya. Jam 10 pagi, panjat tebing Gunung Parang via Ferrata dari desa Sukamulya pun kami mulai.
Karena paket yang kami pilih adalah one day trip untuk ketinggian 900 meter, Mika si guide kami selalu mengingatkan, bila diketinggian 300 meter tubuh udah ga sanggup melanjutkan pemanjatan, jangan gengsi untuk bilang berhenti, dan tidak memaksakan diri untuk memanjat ke 900 meter karena orang-orang yang udah sering manjat gunung pun kadang mengeluh naik ke 900 meter. Jalur penanjakan 900 meter jauh lebih sulit dibandingkan jalur 300 meter. Diketinggian 300 meter, dapat dijumpai beberapa jalur horizontal jadi jalur ini masih agak santai, tapi jauh berbeda untuk jalur penanjakan 900 meter.
Di jalur 900 meter, hanya akan ditemukan jalur vertikal ke atas. But my curiosity compelled me to press on. Capek ngga? Cape banget, apalagi terpaan terik matahari siang bolong itu sangat menguras energi. Angin yang berhembus juga sangat kurang, entah dosa apa yang telah kami perbuat hingga tuhan menghukum kami dengan panasnya siang itu. Parahnya lagi persedian air yang kami bawa ternyata kurang. Untuk pemanjatan di ketinggian 900 meter, satu orang setidaknya membawa 1 botol air mineral ukuran 1 liter + 1 botol mineral ukuran 600 ml + 1 botol minuman manis ukuran 250 ml untuk nge-charge energi.
Jawaban Mika enteng banget dong, "ini masih diketinggian 350 meter". Saya yang mendengar langsung tersontak dan membatin, waddefak, kami baru sampe sejauh 50 meter dari ketinggian 300, tapi lelahnya udah seperti ini?Â
Ok, karena udah terlanjur berada di jalur 900 meter dan tubuh kami pun masih sanggup untuk melakukannya, perjalan tetap harus dilanjutkan hingga sekitar Pukul 12.50 kami berhasil sampai ke puncaknya. Pemandang yang sangat indah? Pastinya. Semua kelelahan saat mendaki hilang sejenak. Paid off!!! Nikmat tuhan mana lagi yang kami dustakan.
Di puncak gunung, anehnya angin sangat kurang berhembus. Untungnya Mika membawa minuman cadangan, walau masih gerah dan keletihan, namun keindahan alam membuat saya bersyukur telah berada di puncak Gunung Parang. Istirahat sejenak adalah pilihan yang sangat bijak tapi pemotretan adalah kewajiban, bukan suatu pilihan hehe.
"Manjatnya lumayan mengerikan, turunnya jauh lebih mengerikan".Â
Setelah menikmati ciptaan tuhan yang luar biasa, waktunya untuk kembali ke basecamp tapi sayangnya kami harus menuruni jalur besi yang sama. Tingkat kesulitan sih mulai berkurang tapi tingkat kengeriannya bertambah 2 kali lipat bahkan bertambah 3 kali lipat.Â
Beberapa kali saya berhenti hanya untuk memeluk tangga besi dan yakinkan diri pasti bisa pasti bisa, kaki sempat tremor juga, saat itulah saya mengikrarkan diri, kalau kesini lagi tidak akan memanjat sampe ke ketinggian 900 meter. Cukup sampai ketinggian 300 meter. Beda saat pendakian dan saat berada dipuncak gunung. Penurunan kami ditemani dengan angin sepoi-sepoi yang sangat sejuk, hiburan dikala keletihan dan kengerian.
Sekitar 5 jam waktu yang kami butuhkan untuk naik dan turun Gunung Parang via Farreta untuk ketinggian 900 meter. Start jam 10 pagi dan kembali di basecamp sekitar jam 4.30an sore. Lelah? Pasti, lapar? Lumayan lapar, haus? Sangat haus. Kami percaya, lelah, lapar, haus adalah bumbu pelengkap pengalaman yang luar biasa ini. Setelah sensasi manjat Gunung Parang via Ferrata akhirnya hilang, kami pun kemudian teringat untuk memesan tiket pulang ke Jakarta. Ada banyak cara untuk pulang ke Jakarta. Walaupun kami sempat kehabisan tiket disalah satu travel, tapi tidak di travel yang lain. Di Traveloka, kami masih bisa memesan tiket travel untuk kembali ke Jakarta dengan pemberangkatan terakhir jam 9 malam. Dan untungnya, @ojekwisatapurwakarta siap sedia mengantarkan kepulangan kami dari Desa Sukamulya ke lokasi penjemputan travel.