Mohon tunggu...
elwin zhang
elwin zhang Mohon Tunggu... -

sabbe satta bhavantu sukhitatta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Living Well, Dying Well

26 Desember 2010   15:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:22 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Talk show Buddhist oleh Andrie Wongso SDTT, TBS dan Bhikku Uttamo Mahathera

Dying well oleh Andrie Wongso SDTT, TBS

Dying well merupakan sesuatu hal yang masih misterius. Living well adalah manusia yang harus hidup dengan penuh semangat untuk mencapai keberhasilan dalam hidup ini. Merupakan suatu karma baik bila kita bisa terlahir sebagai seorang manusia, karena hanya di kehidupan manusia kita dapat dengan mudah untuk menabung kebajikkan, dapat menentukan karma kita (karma baik dan karma buruk). Oleh karena itu, jadilah manusia yang konsekuen dan bertanggungjawab akan diri kita sendiri

Kutipan Dharma:

Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri,

Terwarisi oleh perbuatanku sendiri,

Lahir dari perbuatanku sendiri,

Berhubungan dengan perbuatanku sendiri,

Tergantung pada perbuatanku sendiri,

Perbuatan apapun yang akan kulakukan,

Baik atau pun buruk,

Perbuatan itulah yang akan kuwarisi.

Saya bertanggung jawab atas perbuatan saya sendiri. Dengan memahami ini, untuk living well kita pasti bisa mendapatkannya, karena kita punya semangat dan landasan ajaran Buddha Dharma, pasti bisa!!! Hal yang tidak boleh kita lupakan adalah kita juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat dan alam sekitar, karena kita mempunyai beberapa hukum, diantaranya:

1.Sebab akibat

2.Pikiran

3.Perubahan

4.Moralitas/Sila

1.Sebab akibat

Ada dua macam mental yang dimiliki oleh manusia, yaitu miskin mental dan kaya mental. Miskin mental yaitu hal-hal negatif yang kita tunjukan, yaitu berupa sikap malas, tidak displin, apatis, pesimis, takut perubahan, banyak mengeluh akan kehidupan ini. Sedangkan kaya mental adalah kebalikannya, yaitu sikap pecaya diri, tanggung jawab, displin, penuh dengan semangat, berjiwa besar dan masih banyak hal positif lainnya.

Kalau kita menanamkan kaya mental dalam diri ini, untuk mewujudkan living well pasti bisa! Satu hal yang ditekankan yaitu kita harus punya Viriya/semangat/spirit untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang berhasil dan sukses. Karena Success is my right!

Sang Buddha mengajarkan tentang proses dan proses, kehidupan ini harus di jalani, di kelola, maintenance, menuju ke arah yang positif. Agar mencapai kesuksesan hidup, karena sukses adalah hak saya, sukses adalah hak semua orang. Sukses adalah milik saya dan siapa saja yang menginginkannya.

2.Pikiran

Merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam mencapai living well, yang mampu mengelola pikirannya dengan benar adalah orang tersebut bisa sukses. Ini adalah sepenggal kalimat positif tentang pikiran:

“Penemuan terbesar di abad 20 adalah manusia yang dapat merubah kehidupannya ke arah yang lebih baik”

“Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk”

Ini adalah ajaran maha dahsyat dari Seorang Guru, Sang Buddha pada 2500 tahun yang lalu, bebaskanlah pikiran kita dari mitos-mitos yang salah tentang nasib, keturunan, fisik dan kesehatan, pendidikan, shio, warna kulit, gender, waktu lahir. Sang Buddha mengajarkan kita untuk selalu berpikir kritis, jangan hanya mempercayai sesuatu hal dengan mudah. Ehipassiko, kata yang sering didengungkan oleh umat Buddha.

Berikut sabda sang Buddha:

“Do not believe in anything simply because you have heard it.

Do not believe in anything simply because it is spoken and rumored by many.

Do not believe in anything simply because it is found written in your religious books.

Do not believe in anything merely on the authority of your teachers and elders.

Do not believe in traditions because they have been handed down for many generations.

But after observation and analysis, when you find that anything agrees with reason and is conducive to the good and benefit of one and all, then accept it and live up to it.”

Perlu kita ketahui bahwa kita adalah penulis sekenario, produser, sutradara, aktor utama yang dimainkan dilayar gambar hidup dipikiran kita. Sukses dan gagal dalam perjuangan hidup kita, itu merupakan hasil langsung dari gambaran yang tersimpan di alam pikiran kita. Kita adalah apa yang kita pikirkan. “Learn for yesterday, live for today, hope for tomorrow”.

3.Perubahan

Hukum yang pasti, dari awal sampai akhir. Detik ini semuanya berubah, setiap detik! Tidak ada yang berubah kecuali perubahan itu sendiri. Inilah yang sering kita sebut dengan Anicca. Untuk menjaga eksistensi tidaklah mudah.

“ketidakpastian adalah bagian dari kehidupan”

(uncertainly is part of reality – Albert Einstein)

Dalam memahami suatu perubahan, kita harus mempunyai sikap “optimis”, yaitu merubah hitam menjadi putih maupun sebaliknya. Direalita kehidupan saat ini, kita harus benar-benar tahu apa yang kita mau, kemana kita mau pergi. Hal yang terpenting adalah jangan sampai salah langkah, makanya kita harus punya pegangan yaitu ajaran Buddha Dharma. Bukanlah suatu hal yang penting untuk melihat siapakah dulu kita, tapi yang terpenting adalah hari ini kita mau apa untuk menyongsong hari esok. Pecayalah bahwa besok pasti akan lebih baik (ming tian hui geng hao). Berani menentukan target apa yang mau kita capai, dengan tidak lupa mensyukuri apa yang kita punya, orang yang kaya adalah orang yang tau bersyukur.

4.Moralitas/Sila

Dalam mengapai kesuksesan, janganlah sampai mengorbankan kebahagiaan orang. Jika hal itu terjadi, maka kesuksesan kita adalah hal yang percuma dan biasanya tidak akan bertahan lama. Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk bersemangat dalam membenah diri. Selalu berlomba untuk menjadi seorang dermawan, mau berbagai terhadap sesama, maka kita pasti akan living well.


Seperti pada kutipan berikut:

Sabbapapassa akaranam,

Kusalassupasamapada,

Sacittapariyodapadam,

Etam buddhana sasanam.

Janganlah berbuat kejahatan,

Perbanyaklah berbuat kebajikkan,

Sucikan hati dan pikiran,

Ini adalah ajaran para Buddha.



Dying Well oleh Bhikku Uttamo Mahathera

4 poin : Keyakinan, Kemoralan/sila, Kerelaan, Kebijaksanaan

Sebenarnya merupakan hal yang sulit dalam membicarakan tentang kematian. Kematian itu adalah pasti, pasti akan datang, menghampiri siapa saja tanpa kecuali. Oleh karena itu yang harus kita lakukan adalah banyak menimbun kebajikkan dan menghindari kejahatan yang dilakukan melalui pikiran, ucapan, maupun perbuatan. Ada ilmunya untuk mengetahui kapan datangnya kematian, mulai dari mendeteksi dari tanda-tanda yang muncul, namun hal ini sangat sulit untuk dipelajari oleh umat awam.

Yang bias kita lakukan sekarang adalah mempersiapkan semuanya sebelum kematian itu dating. Terkadang kita menyesali akan keadaan yang kita sekarang ini, tapi perlu kita ketahui ternyata kitasebenarnya merupakan orang-orang yang sangat beruntung.

Orang yang akan meninggal atau sedang sakit, biasanya kita sibuk sembahyang, melakukan berbagai ritual. Namun perlu kita ketahui, untuk dapat dying well dan terlahir dengan keadaan baik, kita harus mempunyai keyakinan (tanpa melihat agama apapun yang dianut) yang penuh disertai dengan kemoralan yang baik. Kita percaya, yakin dan bersikap tenang bahwa kita pasti akan terlahir ke alam yang lebih baik dan juga kita mati dengan tenang.

Kematian datang bukan karena umur dan jangan mempercayai mitos-mitos yang berkembang di masyarakat. Kematian adalah milik siapa saja, milik kita semua. Hal minimal yang harus kita punya adalah tentang keyakinan, kita yakin bahwadengan melakukan perbuatan baik maka akan berbuah kebaikkan dan mendatangkan kebahagiaan, begitu juga sebaliknya. Dengan mempunyai keyakinan ini, kita akan memiliki rasa takut untuk melakukan kejahatan karena kita tahu akan buah dari ini semua. Sekali lagi yang ditekankan disini adalah “keyakinan”.

Dengan mempunyai keyakinan kuat, untuk mewujudkan dying well adalah dengan kemoralan. Pertanyaannya adalah “apakah kita sudah melakukan sila yang baik hari ini? Sudahkah kita menjaga sila kita hari ini?

Yang tidak terlepas dari semua ini adalah kerelaan, kita membutuhkan keikhlasan, kerelaan untuk mencurahkan kasih sayang dan cinta kasih kepada semua makhluk hidup, inilah adalah bagian dari kerelaan, kerelaan bisa bersifat materi maupun yang bukan materi. Orang yang kasihan adalah orang yang tidak memiliki sifat kasih sayang dan cinta kasih. Keyakinan membuahkan kebahagiaan dengan menjaga moral yang ada, dan kerelaan merupakan praktek dari keyakinan.

Setelah pengembangan keyakinan, kemoralan, dan kerelaan. Yang perlu kita kembangkan adalah kebijaksanaan, yaitu memilih mana yang baik dan menyingkirkan yang buruk. Memilih yang terbaik dan tidak menyakiti makhluk lain. Dengan pengembangan hal-hal itu makan kita akan living well, dying well. Sehingga dapat terlahir ke alam yang lebih berbahagia.


Minggu, 28 November 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun