Mohon tunggu...
Zhaly Praya
Zhaly Praya Mohon Tunggu... -

hanya seorang pelajar \r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wisata Gunung Bromo Siang Hari

3 April 2013   10:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:48 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemandangan Gunung Bromo dan sekitarnya di subuh hari selalu menjadi incaran para pengagum keindahan alam. Panorama alam saat matahari terbit memberikan inspirasi bagi banyak tulisan yang menggambarkan keindahan Bromo. Decak kagum atas keagungan Sang Pencipta pun selalu diselipkan dalam setiap tulisan. Saat membaca tulisan-tulisan itu, saya sempat bertanya-tanya bisakah saya merasa lebih dekat dengan Sang Empunya keindahan Gunung Bromo bila saya ada di sana, namun  saya tetap bisa melaksanakan salat subuh di sekitar Bromo.

Sebenarnya melaksanakan solat subuh di Bromo tidak serumit yang saya pikir. Bisa saja saya wudu dengan bertayamum dan bersajadah pasir Bromo, bukan? Tapi yang membuat saya tidak bisa menikmati indahnya Bromo di pagi hari adalah bukan karena takut tidak bisa melaksanakan salat subuh, tapi karena saya memang datang terlambat!

Tiba di Probolinggo pukul 1 malam, sudah pasti tidak memungkinkan saya untuk melanjutkan perjalanan ke Cemoro Lawang (tempat yang terdekat untuk trek ke Bromo). Maka pada pukul 08.30 pagi diantar oleh teman-teman yang asli Probolinggo, mobil  Avanza yang saya sewa selama 24 jam meluncur menuju Bromo. Di perjalanan mendekati Gunung Bromo, mobil  berjalan menanjak melalui jalan berliku. Di kanan kiri jalan terlihat pemandangan pegunungan yang kering karena saat itu bulan Oktober, masih musim kemarau, namun suhu terasa sejuk.

Perjalanan dari kota Probolinggo tanpa macet dan tidak harus nunggu berjam-jam seperti cerita teman-teman yang mengendarai angkutan umum “Bison” dari terminal Probolinggo menuju  Bromo, namun saya dan teman-teman baru bisa menginjakkan kaki di Lautan Pasir hampir pukul 11:00, di mana saat itu semua pengunjung telah meninggalkan Bromo. Suasana sekitar Gunung Bromo terasa sepi. Sebelum mencapai Gunung Bromo saya meilhat rumah-rumah orang Tengger ditutup gorden jendelanya, walaupun sudah siang. Mungkin itu kebiasaan mereka. Lalu setelah mencapai batas mobil tidak bisa jalan lagi, kami berjalan menuruni jalan yang menurun tajam, dan akhirnya nekad  berjalan kaki menyusuri lautan pasir di siang hari bolong. Kami segera mengenakan masker dan kacamata hitam untuk menghindari debu dan panas. Hanya dua benda ini yang kami ingat untuk dibawa.

Walopun sudah memakai sepatu gunung, namun perjalanan  saya  menuju puncak Bromo berkali-kali terhenti, karena pasir  panas selalu masuk ke dalam sepatu gunung saya yang mengakibatkan kaki saya yang tanpa kaos kaki menderita kepanasan. Berkali-kali saya melompat-lompat karena kepanasan dan harus menggunjang-guncang  sepatu saya agar pasir terbang terbawa angin. Angin berhembus agak kencang siang itu.  Selama berjalan melintasi lautan pasir, beberapa  pengendara kuda menawarkan kudanya, namun karena pernah punya pengalaman tidak bisa mengendarai kuda maka kami putuskan untuk tetap berjalan kaki menyusuri patok-patok yang terbuat dari semen yang mungkin digunakan sebagai penunjuk arah bagi para pejalan kaki saat pandangan mata terbatas karena kabut dan juga mungkin agar kendaraan Jeep tidak masuk lebih jauh ke areal lautan pasir. Di siang hari yang terik itu saya baru sadar, ternyata kami tidak bawa air minum!

Setelah berjalan kira-kira setengah jam, sampailah kami di sebuah pura di kaki Gunung Batok. Karena pura tersebut terkunci maka kami hanya bisa melihat-lihat pura dari luar saja. Dari pura kami melihat ada orang-orang berkumpul dengan menggunakan sarung di sekitar meja. Kami kegirangan karena ternyata mereka sedang nongkrong di warung kopi, warung yang hanya bermodalkan meja saja sebagai tempat menaruh makanan dan air minum. Di sekitar “kedai” itu ada kamar kecil yang airnya sangat sejuk.  Setelah minum sedikit air, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Bromo. Dari kedai ini terlihat tangga menuju Bromo. Lalu dengan semangat membara di tengah hari bolong itu kami berusaha untuk sampai puncak Bromo.

Mungin karena suhu yang sangat panas dan minum hanya sedikit air, perjalanan menuju puncak menjadi sangat berat bagi saya. Saya menderita dehidrasi saat itu. Ingin muntah, mual,pusing. Cepat-cepat saya buka jaket, masker dan kacamata. Dada terasa berat, nafas sesak. Namun saya ingin mencapai puncak gunung. Lalu kami lanjutkan perjalanan namun dengan banyak berhenti. Setiap melihat ada bangku pasti saya ngaso dulu tarik nafas hehe. Tangga Bromo yang katanya berjumlah 250 sudah terlihat jelas. Saat istirahat ada orang Tengger bersarung menawarkan bunga untuk dibuang ke kawah Bromo. Saya menolak dengan halus, namun hebatnya si penjual ini sabar sekali, dia selalu mengikuti kami selama kami menuju puncak. Saat kami berhenti lama karena saya saat itu sudah sangat kepayahan, sang penjualpun berhenti pulak hahaha.

Akhirnya sampailah kami di puncak Bromo. Akibat letusan, jalan setepak untuk mengitari Bromo seperti yang saya lihat di poto-poto yang bertebaran di internet sudah tidak ada lagi.  Sang penjual bunga tetap setia bersama kami. Tidak tega melihatnya berdiri menjaga jarak dan hanya bisa melihat kami, akhirnya saya beli bunganya, sekedar untuk oleh-oleh. Lalu tak lama kemudian langit menjadi gelap, angin bertiup kencang sekali, pasir berterbangan sangat kuat. Oh, ada badai. Saya ketakutan. Sang penjual bunga meminta kami untuk jongkok menghadap pagar kawah. Saat itu saya hanya bisa berdoa dalam hati, hanya Allah yang akan menyelamatkan kami. Namun Alhamdulillah akhirnya badai berlalu. Tanpa ingat untuk memoto kawah dan sang penjual bunga,  kami buru-buru turun tangga, namun setelah tiba kembali di lautan pasir, udara tiba-tiba drop drastic dari panas yang menyengat menjadi dingin. Kabut tebal turun menghalangi pandangan mata. Saya ketakutan, hanya bisa berdoa dalam hati semoga bisa selamat. Tiba-tiba sebuah jeep penuh penumpang melintasi kami. Semua orang yang kami temui di kedai itu berdiri menumpang di belakang Jepp untuk menyelamatkan diri, hanya kami yang masih berusaha mencapai tepi lautan pasir. Alhamdulillah akhirnya kami bisa sampai dengan selamat, walaupun saat menaiki jalan menanjak menuju mobil saya sudah parah sekali keadaannya hahhahaha.
happy Bromo Tour

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun