Siapa namamu Nak!
Yang menyapaku di siang yang sangat panas ini
Di antara kita terjadi senyuman yang sangat menawan, meski kita masih sama-sama berawan. Engkau, duduk sendiri di siang yang sunyi ini, menyeduh debu dengan air mata
Siapa namamu Nak!
Yang mencuri perasaanku, memanjat pohon jiwaku pelan-pelan, dan sampailah engkau di saraf otakku yang sangat inti. Engkau acak-acak ruang perasaanku, Engkau buat ruang dalamku berantakan, berantakan. Engkau menggerogoti lendirku hingga artiku punah tidak tersisa.
Siapa namamu Nak!
Kita pernah bertemu di bawah hujan, yang engkau bermain di dalamnya. Kita berbasah dan berdingin bersama, tapi aku tidak bisa basah. Maukah kau ambilkan aku satu hujan yang paling kecil?
Kita bertemu di awan sore yang terakhir dan engkau menjadi titik pusat cahayanya, Engkau lebih anggun dari senja sore ini.
Jangan palingkan mukamu, sebab kita masih ada janji untuk bersama. Aku mengikutimu tiap waktu, dari hari ke hari sambil menyaksikan kau bercanda engkau lempar aku dengan gula, garam dan air panas.
Siapa namamu Nak!
Rohmu menyentuh ubunku yang juga panas
Seluruh buluku berdiri, menyaksikan mukamu yang berdebu
Sebelum pulang, pastikan engkau menatapku meski sementara, ingat-ingat wajahku, ingat-ingat hatiku, ingat jabatan mata kita, di mana pun engkau bertemu, tagihlah hutangku. aku berhutang banyak padamu!
Mengapa kau mengundang aku jika untuk membuat kamu lebih menderita, jiwamu sangat tangguh, sementara aku masih sangat rapuh.
Nak, Lahirlah kembali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H