Penyelenggaraan otonomi daerah pada dasarnya bertujuan  untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Dalam pelaksanaannya, kebijakan otonomi daerah didukung dengan perimbangan keuangan. Perimbangan keuangan anatara pusat dan daerah sebagaimana telah diatur dalam UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004, perimbangan keuangan anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proposional, demokratis, transpara, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Dana perimbangan adalah sebuah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk membiayai keperluan daerah yang bersifat khusus dalam rangka desentralisasi. Keperluan daerah tersebut berupa pembangunan fisik dan nonfisik dalam rangka mewujudkan infrastruktur yang maju ataupun sarana penunjang lainnya untuk mendukung pertumbuhan wilayah tersebut.
Dana perimbangan terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Jumlah dana perimbangan diberikan dan ditetapkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara (APBN) per tahunnya. Tujuan dari dana perimbangan ini adalah untuk menyejahterakan masyarakat, terciptanya pemerintahan dengan otonomi yang baik dan dapat berjalan dengan kemampuan administrasi sendiri, menjalankan desentralisasi dari pemerintah pusat untuk pelaksanaan otonomi daerah, serta untuk menghilangkan kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan permerintah daerah.
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan untuk pemerataan keuangan antar daearah dalam membiayai kebutuhan pembangunan. Dana Alokasi Umum bertujuan sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mengurangi ketimpangan kemampuan dana yang digunakan kebutuhan dan potensi daerah.
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan kepada daerah tertentu yang bertujuan untuk membantu memberi pendanaan kegiatan khusus daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk membantu daerah yang memiliki keuangan rendah sehingga tidak terjadi kesenjangan perbedaan keuangan antar daerah di Indonesia.
Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu keutuhan yang tidak dapat dirumuskan dengan DAU, dengan kata lain DAK merupakan deana yang kebutuhannya tidak sama dengan kebutuhan daerah lainnya. Perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui tahap penentuan daerah tertentu yang menerima DAK. Penentuannya berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, serta kriteria teknis. Kebutuhannya ini menjadi prioritas atau komitmen nasional, khususnya untuk kebutuhan sarana dan prasarana untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dalam pelayanan dasar masyarakat.
Dana Bagi Hasil merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang kemudian dialokasikan kepada daerah dengan melihat angka presentase untuk mendanai kebutuhan suatu daerah dalam rangkaian desentralisasi. DBH bertujuan untuk memperbaiki keseimbangan antara keuangan pusat dan daerah dengan melihat potensi serta kondisi daerah tersebut.
Dana Bagi Hasil juga bersumber dari pajak daerah serta sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. DAK yang berasal dari pajak adalah bagian daerah yang meneriman PBB, PPh, serta Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Sedangkan DAK yang berasal dari sumber daya alam berua perikanan, pertambangan minyak bumi, perhutanan, dan pertambangan umum.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah serta desentralisasi fiskal, pemerintah daerah mendapat kebebasan atau keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah berupa dana perimbangan daerah yang dimilikinya. Pelaksanaan otonomi daerah akan membawa suatu konsekuensi logis, bahwa tiap daerah harus berkemampuan untuk memberdayakan dirinya sendiri, baik dalam kepentingan ekonomi, pembinaan sosial kemaasyarakatan, dan pemenuhan kebutuhan utnuk membangun daerahnya serta dapat melaksanakan peningkatan pelayanan kepada masyarkat (Samad & Iyan, 2013).
Dalam artikel ini akan mengulas studi kasus dari jurnal Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Belanjda Daerah Kota Bandung. Perkembangan dana perimbangan yang dimiliki Kota Bandung ini mengalami fluktuasi. Fluktuasi merupakan suatu gejala yang menunjukan penurunan atau perubahan.