Mohon tunggu...
Zhahira AlyaSiffa
Zhahira AlyaSiffa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Farmasi Universitas Airlangga

hobi saya mendengarkan musik dan nonton film

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kenaikan PPN 12%: Antara Upaya Pemulihan Ekonomi dan Beban Masyarakat

3 Desember 2024   17:43 Diperbarui: 3 Desember 2024   17:48 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perolehan pendapatan negara dari pajak (Sumber: Canva.com)

Naiknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tengah hangat diperbincangkan saat ini. Saat ini, tarif PPN di Indonesia sebesar 11% yang berlaku sejak 1 April 2022 dan akan mengalami kenaikan sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Wacana ini resmi tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif PPN 12% ini memiliki keterlibatan terhadap sektor barang dan jasa. Kenaikan tarif PPN tidak disertai dengan persetujuan masyarakat. Banyak yang menentang akan keputusan ini karena dirasa membebani masyarakat.

Dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), rencana kenaikan tarif PPN ini adalah bagian dari upaya reformasi perpajakan dan menaikkan penerimaan perpajakan. Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan strategi pemerintah ke depan bukanlah mengerek PPN, tetapi penghasilan pajak. Pendapatan dari pajak diharapkan dapat lebih optimal sumber pendapatan negara.

Kenaikan PPN menjadi 12% tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Meskipun ada beberapa kebutuhan pokok yang dikecualikan dari PPN, namun barang-barang lain yang sering dibeli, seperti elektronik, pakaian, dan kendaraan, tetap akan mengalami kenaikan harga akibat tarif PPN yang lebih tinggi. Kenaikan tarif PPN ini tentu akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat, tetapi dengan adanya pengecualian pada barang dan jasa tertentu, diharapkan dampaknya dapat diminimalisir, terutama bagi kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah. Dampak bagi pelaku usaha cukup signifikan, pengusaha besar mungkin akan merelakan sedikit keuntungannya untuk mempertahankan daya beli konsumen, sementara pengusaha kecil mungkin akan menaikkan harga barang dan jasa mereka agar tetap menjaga keuntungan.

Kenaikan PPN 12% adalah kebijakan yang memiliki potensi dampak positif dan negatif. Kenaikan PPN memang dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk mendukung berbagai program. Namun, efektivitas penaikan PPN ini harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar bagi masyarakat. Sebaliknya, kenaikan PPN ini dapat menyebabkan berbagai hal, seperti kenaikan biaya hidup, inflasi, pendapatan masyarakat yang rendah, hingga dampak pada sektor usaha. Kenaikan PPN ini dapat menjadi solusi yang tepat jika memang peng-eksekusiannya tepat dan tidak melenceng dari tujuan utama. Namun, kenaikan PPN ini tidak dapat lepas dari risiko yang akan muncul berjalannya kebijakan ini seperti kenaikan biaya hidup dan penurunan daya beli.

Penulis: Zhahira Alya Siffa Yuniar - Mahasiswa Prodi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun