Mohon tunggu...
Zhafira Rosa
Zhafira Rosa Mohon Tunggu... Perawat - mahasiswa

manusia dalam tahap belajar

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Cegah Balita Stunting di Masyarakat

14 Juli 2024   09:53 Diperbarui: 14 Juli 2024   09:55 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rsudblora.blorakab.go.id

Anak usia 1-5 tahun atau biasa di sebut dengan balita merupakan masa perkembangan dimana anak sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya dan diperlukan perhatian lebih pada tumbuh kembang balita terutama dalam pemenuhan gizi, anak balita juga merupakan kelompok yang paling rentan mengalami asupan gizi yang kurang, anak balita dengan asupan gizi yang kurang dapat mengalami penurunan daya tahan tubuh dan mudah terserang penyakit menular, mengalami penurunan nafsu makan dan penyerapan gizi sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik yang biasa di sebut dengan stunting (Apriyanto et al., 2016).

Stunting merupakan masalah yang semakin umum terjadi di negara berkembang, khusunya Indonesia, pravelensi balita rendah mengalami peningkatan sejak tahun 2016, yaitu dari 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017 (Kementerian Kesehatan, 2018). Pada tahun 2015, hasil surveilans status gizi (PSG) menunjukkan angka kejadian stunting di Jawa Timur sebesar 27,1% dan di Surabaya sebesar 20,3% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016), Menurut United Nations International Children’s  Emergency  Fund  (UNICEF), satu dari tiga anak mengalami keterlambatan pertumbuhan ( jurnal surabaya).

Stunting di definisikan sebagai kondisi dimana balita dinyatakan memiliki panjang atau tinggi yang rendah dibandingkan dengan umur. Tinggi badannya lebih kecil dari standar pertumbuhan anak dari WHO (Kemenkes, 2018). 

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal kehidupan setelah lahir, tetapi baru tampak setelah anak bersusia 2 tahun(Putri et al., 2021). Stunting di sebabkan oleh banyak faktor multidimensi, tidak hanya gizi buruk pada hamil dan balita. 

Faktor penyebab stunting yang sering terjadi di indonesia adalah Praktek pengasuhan yang kurang baik, Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas),Masih kurangnya akses rumah tangga/ keluarga ke makanan bergizi, dan  Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi(Choliq et al., 2020).

Dampak  stunting dapat dibedakan menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang (Kelompok Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017) Dampak jangka pendek sebagai berikut, Angka kesakitan dan kematian meningkat, Perkembangan kognitif, motorik dan bahasa anak belum optimal, Meningkatkan biaya perawatan kesehatan (Apriyanto et al., 2016).

Dampak jangka panjangyang dapat di alami bisa dengan Postur tubuh kurang optimal pada orang dewasa (lebih kecil dari rata-rata), Peningkatan risiko obesitas dan penyakit lainnya, Kesehatan reproduksi menurun, Pembelajaran dan kinerja yang kurang optimal selama sekolah, dan produktivitas dan kapasitas menjadi kerja tidak optimal

Kerangka intervensi stunting di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif (Tim  Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Nasional, 2017). Intervensi gizi spesifik adalah Intervensi ini menyasar anak  1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan berkontribusi terhadap penurunan stunting sebesar 30%. 

Intervensi ini digunakan dalam industri medis dan berumur pendek, dengan hasil yang tercatat dalam waktu yang relatif singkat. Intervensi gizi khusus dapat menjadi salah satu intervensi utama sejak masa kehamilan ibu hingga anak beranjak balita, Intervensi gizi khusus terpusat kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak berusia 0 hingga 6 bulan dan dapat ditujukan pada ibu menyusui dan anak berusia 7 hingga 23 bulan.

Selanjutkan intervensi gizi sensitif, Sensitisasi Intervensi ini dilakukan melalui berbagai kegiatan di luar sektor kesehatan dan berkontribusi terhadap 70% intervensi surveilans. Sasaran  intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum, tidak secara khusus ibu hamil dan anak kecil dalam 1.000 hari pertama kehidupan/HPK. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun