Menyatakan bahwa diri kita sebagai saksi memiliki konsekuensi yang sangat tinggi. Namun bila sekadar mengucapkan saja, sama saja kita menjadikan diri kita sebagai seorang munafik. Para Suci yang kita anggap sebagai utusan-Nya pun tidak perbah menganggap diri sebagai utusan-Nya, kita yang memberikan istilah bahwa mereka utusan Hyang Maha Tunggal.
Merekalah yang sungguh-sungguh saksi atas keagungan-Nya Hyang Maha Tunggal, kemudian kita diperintahkan mengucapkan agar kita bisa memaknainya sendiri. Hanya sangat disayangkan bahwa kalimat bahwa 'Aku bersaksi bahwa Dia satu/Tunggal' adanya hanyalah sebatas di bibir saja. bahkan celakanya dengan senjata kalimat ini, banyak orang telah menjadi korban. Korban dari yang begitu menganggap dirinya SUDAH MENJADI SAKSI. Sungguh tidak mudah para suci menerapkan ucapan mereka sebagai saksi.
Yang saya amati dari para suci dengan ungkapan bahwa mereka sebagai saksi dari Hyang Maha Tunggal terbuki dari perbuatan dan ucapannya. Dengan pengakuan sebagai Saksi dari Hyang Tunggal, para suci melihat wajah Dia di segala penjuru. Ini terlihat dari perbuatan, mereka memperlakukan sama terhadap segala manusia. Mereka tidak melihat adanya antara ciptaan dan penciptaNya. Bagaimana mungkin?
Bagi mereka segala perwujudanNya adalah manifestasi-Nya. Apalagi manusia yang mereka anggap sebagai perwujudan-Nya. Memang siapakah diri kita sehingga bisa menyangkal? Dengan kata lain, bila kita menyangkal bahwa semua manusia sebagai manifestasiNya hanyalah menunjukkan bahwa kita lebih tahu dari para suci. Sesungguhnyalah bahwa para suci sangat meyakini bahwa setiap jiwa daam diri manusia sebagai percika-Nya. Mengapa demikian?
Sangat sederhana, bila para utusan meyakini bahwa Dia berada dalam diri mereka, tentulah Dia juga berada dalam diri setiap manusia. Dengan keyakinan ini, maka mereka memiliki pesan : "Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan" Seperti inilah yang semestinya dilakukan oleh mereka yang BERANI menyatakan bahwa mereka bersaksi bahwa Tuhan sebagai Hyang Tunggal.Â
Sungguh berat konsekuensi ucapan bahwa AKU BERSAKSI kemahatunggalan-Nya. Tiada Dia selain Dia. Sehingga dalam perbuatan, pikiran serta ucapan kita semestinya senantiasa meleihat kebesaran-Nya yang bermanifestasi pada semua makhlu serta alam di sekitar kita.
Jadi, Bila hanya sekadar mengatakan tetapi tidak menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, apa bedanya dengan robot yang hanya pintar berucap, namun tidak berperilaku sebagai SAKSI?
Janganlah menilai orang lain, namun lebih utama kita fokus pada diri sendiri dengan cara selalu mengamati pikiran, ucapan serta peebuatan kita sendiri. Karena semakin kita menilai orang lain, seluruh perhatian serta fokus kita tidak lagi terhadap diri sendiri. Kita hanya mengamati keburukan orang lain, namun lupa mengamati perbuatan, ucapan serta pikiran sendiri. Ingatlah bahwa ketika kita menunjuk orang lain, satu jari telunjuk mengarah pada orang lain, namun tiga jari sedan mengarah pada diri sendiri.
Maknanya adalah bahwa ketika kita menuding orang lain, tanpa sadar kita mengekspesikan diri sendiri. Jadi, ketika menuding orang lain ini dan itu, kita sedana menunjuk  para diri sendri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H