pemilihan kepala daerah lewat DRPD mencuat dan memicu perdebatan di berbagai kalangan. Wacana yang pertama kali dilontarkan oleh Ketua Umum Golkar yang kemudian disambut oleh Presiden RI, Prabowo. Usulan ini dihadirkan dengan alasan, yang pertama, efisiensi biaya, kedua, pengurangan potensi konflik horizontal, dan yang ketiga, peningkatan efektivitas pemerintahan
wacana  terkaitDengan beberapa alasan yang disebut, tidak ada satupun yang menhadirkan solusi utnuk perbaikan. Justru hal tersebut, akan menimbulkan banyak sekali dampak negatif  baru dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.
Namun, di sisi lain, penulis berpendapat dengan wacana perubahan ini justru tidak bisa  dihadirkan lagi di negara Indonesia. Karena ini akan hanya membuat demokrasi Indonesia mundur dan sistem pemilihan melalui lembaga perwakilan tersebut bakal kembali memutus partisipasi rakyat secara langsung dalam menentukan siapa pemimpin yang diharapkan.
Jika alasan hanya soal biaya pilkada yang mahal, justru yang harus menjadi evaluasi partai politik, bukan malah kepala daerah di pilih oleh DPRD. Bisa saja usulan agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD sebetulnya merupakan anak tangga pertama dalam wacana politik mengembalikan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Seharusnya masyarakat dan pegiat sipil semestinya manaruh sikap curiga dan mengkritisi wacana tersebut. Karena semestinya, pemilihan secara langsung kepala daerah, pun juga kepala negara oleh rakyat yang selama ini sudah dilakukan, merupakan buah dari pohon reformasi yang sudah tertanam seperempat abad.
Dengan begitu  Semangat demokratisasi yang sudah diwariskan dari reformasi pun salah satunya gagasan tentang kedaulatan rakyat, kedaulatan di tangan rakyat, yang itu diwujudkan dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat,
Maka dari itu itu, pernyataan Prabowo tersebut seharusnya sinyal tanda bahaya dan cuman hanya perlu  dimaknai sebagai kritik agar semua partai dan kontestan Pemilu agar tidak lagi menggunakan instrumen uang dan logistik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H