Mohon tunggu...
Zevanya Satu
Zevanya Satu Mohon Tunggu... Musisi - Anak SMA

Jalan pintas untuk menenangkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Profesor, Teladan atau Tidak?

17 Agustus 2024   09:17 Diperbarui: 17 Agustus 2024   09:17 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelar profesor yang sering didamba - dambakan ternyata juga sering disalahgunakan. Banyak sekali kasus korupsi yang dilakukan oleh profesor untuk kepentingan pribadi, salah satunya adalah kasus Eddy Hiariej, seorang profesor hukum yang tersangkut kasus korupsi. Hukum di Indonesia mesti dipertanyakan karena masih banyak sekali kasus sedemikian rupa tanpa adanya tindak lanjut yang jelas. Ironinya adalah bahkan seorang profesor di bidang hukum berani melakukan tindakan semena - mena melawan hukum.  

Edward Omar Sharif Hiariej merupakan Wamenkumham yang dilantik Presiden Joko Widodo saat perombakan menteri pada 23 Desember 2020 untuk bergabung di Kabinet Indonesia Maju Periode 2020-2024. Eddy Hiariej merupakan Profesor atau Guru Besar Ilmu Hukum Pidana di almamaternya, Universitas Gadjah Mada. Pendidikan sarjana hingga doktoralnya ia selesaikan di UGM. 

Meski merupakan seorang profesor hukum, Eddy Hiariej masih bisa melakukan tindakan semena - mena. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menerima suap dengan jumlah Rp 8 miliar. Suap tersebut diduga berasal dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. "KPK menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp 8 miliar dari HH pada EOSH sebagai bukti permulaan awal untuk terus ditelusuri," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. "KPK meningkatkan penanganan perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan 4 orang menjadi tersangka," lanjutnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis, (7/12/2023). Alex menjelaskan dari 4 orang tersangka itu, 3 orang ditetapkan menjadi tersangka penerima suap yaitu Eddy Hiariej, asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana, dan seorang pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi. Sementara, Helmut Hermawan ditetapkan menjadi tersangka pemberi suap.

(CNBC Indonesia)

Bahkan, kasus ini sempat diberhentikan karena alat bukti yang digunakan untuk menetapkan Pak Eddy sebagai tersangka dianggap tidak sah oleh Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Resmen Kadapi. Resmen menjelaskan, proses penyidikan perkara dugaan suap di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dikenakan dengan Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dalam kasus ini, Eddy turut dijeratkan Pasal 12 sebagai penerima suap. Namun, karena gugatan praperadilan menyatakan penetapan tersangka tidak sah, ia lantas mempertanyakan status kliennya yang dijerat Pasal 5. "Kalau Pasal 12 ini gugur, terus Pasal 5 ini menyuap siapa? itulah kenapa alasan kami secara mutatis dan mutandis ini harus berlaku kepada klien kami Helmut Hermawan," ucap dia. Adapun Helmut turut menggugat KPK ke PN Jakarta Selatan lantaran keberatan usai ditetapkan sebagai tersangka suap terhadap Eddy Hiariej. 

Bagai serigala berbulu domba,  Profesor hukum seharusnya menjadi contoh teladan, seperti domba yang tenang dan bijak dalam menjaga kebenaran. Namun, ketika seorang profesor terlibat dalam korupsi, dia seperti serigala yang menyamar sebagai domba, mengkhianati kepercayaan masyarakat dan menggunakan penampilannya yang tenang untuk melakukan kejahatan. Ironisnya, peran yang seharusnya menjaga dan melindungi justru digunakan untuk merusak dan memanfaatkan sistem hukum demi kepentingan pribadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun