Mohon tunggu...
Lisno Setiawan
Lisno Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Santai, Setia, Solusi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penggunaan Money Card, Solusi Ruwetnya SPJ dalam Birokrasi

21 September 2016   10:36 Diperbarui: 21 September 2016   10:54 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kinerja PNS kembali menjadi sorotan. Kali ini datang langsung dari Presiden Jokowi pada event Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di Istana Negara tanggal 20 September 2016. Abdi Negara dinilai memanfaatkan waktu kerja lebih banyak untuk hal-hal yang berkaitan dengan SPJ (baca: surat pertanggungjawaban). Hal ini tentu menyedot fokus kinerja dan tugas fungsi yang diemban yang berujung pada mandulnya capaian pembangunan yang berkualitas. Apalagi beberapa aparatur yang disebut-sebut berada pada Kementerian Negara/Lembaga yang menjadi andalan bagi pembangunan nasional yakni Kemen PU Pera, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pendidikan.

Mengapa SPJ menjadi hal yang ribet bagi sistem birokrasi kita? Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi, diantaranya: Pertama, masih banyaknya jumlah anggaran belanja operasional dan belanja barang di K/L maupun pemda. Belanja ini memang banyak bersifat non kontraktual, sehingga banyak didistribusikan kepada para pelaku yang notabene juga PNS yang bersangkutan. Belanja ini yang saat ini menjadi korban penghematan anggaran. Sangat berbeda apabila belanja modal atau jasa yang biasanya dilakukan secara kontraktual seharusnya dapat dikerjakan oleh pejabat pengadaan barang atau panitia pengadaan barang. Kedua,sistem pencairan anggaran yang masih konvensional. Sistem inilah yang akan menjadi bahasan pokok kami. Sebenarnya ada sisi-sisi lain seperti mark up atau lainnya, tetapi sistem apapun tidak bisa dilepaskan dari moral hazard.

Secara teknis, pelaksanaan anggaran yang dibiayai oleh dana dari APBN selama ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor: 45 tahun 2013 tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam peraturan tersebut banyak mengatur mekanisme umum pelaksanaan APBN termasuk uang persediaan. Nah, apa hubungan uang persediaan dengan ribetnya sistem tersebut?. Uang persediaan secara definisi adalah Uang Persediaan adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan Kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung. Uang persediaan inilah andalan bagi unit pengelola keuangan atas pekerjaan yang tidak terencana dan harus dilaksanakan demi menunjang kegiatan. Misalnya, seseorang penyuluh pertanian di Jakarta ditugaskan secara mendadak oleh atasannya untuk melakukan penyuluhan ke Cianjur, Jawa Barat pada hari besok pagi maka mereka hampir pasti menggunakan uang persediaan untuk membiayai perjalanan dinas tersebut. Nah bagaimana bukti penyuluh tersebut benar-benar melakukan perjalanan dinas sedangkan bendahara pengeluaran selaku pemberi dana dan atasan yang memberi tugas tidak ikut melakukan perjalanan dinas? Tentu saja yang perlu membuktikan adalah penyuluh pertanian itu sendiri. Suatu SPJ harus dilakukan dengan standar tertentu dengan tujuan efisiensi dan tepat guna. Bisa dibayangkan apabila banyak penyuluh melakukan kegiatan tersebut, maka bisa dipastikan banyak sekali kegiatan SPJ yang harus dilakukan oleh penyuluh. Tentu saja berbeda kegiatan ini apabila dilakukan secara terencana misalnya sebulan sebelumnya maka dapat ditagihkan dengan sistem langsung yang lebih mudah dan tidak ribet.

Salah satu hal yang patut dicoba adalah menggunakan money card/kartu debet yang berisi nominal tertentu dengan didasarkan aktivitas para PNS. Untuk penggunaan money card ini telah digunakan di Australia dan juga instansi swasta. Misalnya dalam satu tahun, telah direncanakan perjalanan dinas sebanyak 20 kali, maka diisi dengan nilai yang diperhitungkan. Beberapa keuntungan penggunaan kartu ini adalah mudah SPJ dengan print penggunaan laporan serta dapat dinilai efisiensi kegiatan dengan dana yang ada. Namun untuk penggunaan kartu ini perlu dipertimbangkan: a. Perubahan regulasi pelaksanaan perbendaharaan maupun penganggaran khususnya standar biaya umum; b. Transaksi hanya bisa dilakukan pada badan usaha atau individu yang memiliki alat transaksi online atau memiliki akses internet; 3) didukung sistem online perpajakan. Hal ini mengingat transaksi khususnya pada pembelian barang atau jasa pemerintah merupakan salah satu pundi-pundi pengumpul pajak. Hal ini juga mendorong unit usaha untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

Tentu saja saya harap rekan-rekan memiliki ide lain yang lebih brilian sehingga pemerintah tidak kalah lari atas perkembangan perbankan yang sudah gandrung dengan kehadiran financial technology (fintech) yang memudahkan transaksi keuangan. Tentu saja dengan tetap menjaga good governance dan pertanggungjawaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun