Latar Belakang Pendirian Museum Islam Indonesia KH. Hasyim Asy'ari
Pendirian Museum Islam Indonesia KH. Hasyim Asy'ari dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendokumentasikan, melestarikan, dan mengenalkan sejarah perkembangan Islam di Indonesia, khususnya kontribusi pesantren dan para ulama dalam membangun peradaban Islam di Nusantara. Museum ini terletak di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, berdekatan dengan kompleks Pesantren Tebuireng, salah satu pesantren tertua dan paling berpengaruh di Indonesia. Nama museum ini diambil dari KH. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan salah satu ulama besar yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia serta penyebaran Islam berbasis Ahlussunnah wal Jama'ah.
Museum ini diprakarsasi oleh KH. Sholahudin Wahid. adik Gus Dur, yang biasa disapa Gus Sholah yang ingin menyuguhkan pengetahuan tentang sejarah Islam di Indonesia kepada masyarakat yang melakukan ziarah ke makam Gus Dur. Setiap hari masyarakat yang berziarah di makam Gus Dur mencapai sekitar 9.000 orang. Maka menyuguhkan wisata yang halal dan edukatif akan memberi wawasan yang luas bagi Masyarakat luas.
Gagasan pendirian museum ini muncul sebagai upaya untuk mendokumentasikan peran besar Islam dalam membentuk karakter kebangsaan Indonesia. Islam di Indonesia berkembang melalui jalur dakwah yang damai, dengan pesantren sebagai pusat pendidikan dan kaderisasi ulama. Peran para kiai, santri, serta pesantren dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam perjuangan melawan penjajah, membangun sistem pendidikan Islam, dan merawat nilai-nilai kebangsaan, menjadi inspirasi utama di balik pembangunan museum ini. Dengan adanya museum ini, diharapkan generasi muda dapat memahami perjalanan panjang Islam di Indonesia serta meneladani semangat perjuangan para ulama.
Selain sebagai tempat penyimpanan artefak sejarah, museum ini juga dirancang sebagai pusat edukasi Islam yang interaktif. Pengunjung dapat mempelajari berbagai dokumen sejarah, manuskrip kuno, kitab-kitab karya ulama Nusantara, serta berbagai peninggalan yang berkaitan dengan perjalanan Islam di Indonesia. Museum ini juga menampilkan sejarah peran organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah dalam membangun umat serta hubungan Islam dengan budaya lokal. Dengan pendekatan yang edukatif dan modern, museum ini menjadi jembatan antara generasi masa kini dengan khazanah keislaman yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu.
Konsep Wisata Halal dan Edukatif dalam Konteks Museum Pesantren
Wisata halal dan edukatif dalam konteks museum pesantren, seperti Museum Islam Indonesia KH. Hasyim Asy'ari, merupakan konsep yang menggabungkan nilai-nilai Islam dengan pengalaman pembelajaran yang mendalam. Museum ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan artefak sejarah, tetapi juga menjadi ruang edukasi bagi pengunjung tentang pemikiran, perjuangan, dan nilai-nilai yang diwariskan oleh tokoh-tokoh Islam, khususnya dalam konteks pesantren. Dalam wisata halal, aspek seperti penyediaan fasilitas ibadah, makanan yang sesuai dengan syariat Islam, serta suasana yang mendukung nilai-nilai kesopanan dan keberkahan menjadi prioritas. Museum pesantren juga mencerminkan tradisi keilmuan Islam yang berbasis pada kearifan lokal serta warisan para ulama yang relevan dengan kehidupan modern.
Sebagai destinasi edukatif, museum pesantren memberikan wawasan luas tentang sejarah Islam di Indonesia, sejarah kerajaan-kerajaan Islam sebagai bentuk menguatnya perkembangan Islam di Nusantara, peran pesantren dalam membangun karakter bangsa. Pengunjung tidak hanya melihat koleksi benda-benda bersejarah, tetapi juga memahami pemikiran tokoh yang diabadikan dalam museum tersebut, seperti gagasan Gus Dur tentang pluralisme, demokrasi, dan Islam rahmatan lil 'alamin. Melalui pameran interaktif, seminar, dan diskusi yang sering diadakan, museum pesantren berfungsi sebagai pusat literasi Islam yang mengajarkan toleransi, inklusivitas, serta penguatan nilai-nilai kebangsaan. Dengan demikian, museum ini tidak sekadar menjadi tempat wisata biasa, tetapi juga sarana transformasi intelektual dan spiritual bagi para pengunjung.
Dalam praktiknya, museum pesantren seperti Museum Islam Indonesia KH. Hasyim Asy'ari menerapkan konsep wisata halal dengan memastikan bahwa aktivitas di dalamnya sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, tata letak museum yang mengedepankan kesederhanaan dan estetika Islami, adanya fasilitas tempat ibadah, serta pengelolaan yang mendukung nilai-nilai keberlanjutan dan kepedulian sosial. Selain itu, pendekatan edukatifnya mencakup penggunaan teknologi digital untuk menyajikan informasi secara menarik, baik melalui video dokumenter, tur virtual, maupun aplikasi interaktif yang memungkinkan pengunjung mendalami pemikiran tokoh secara lebih mendalam. Ini memperlihatkan bahwa wisata halal tidak hanya terkait dengan aspek makanan dan fasilitas, tetapi juga dengan bagaimana tempat wisata mampu memberikan manfaat moral dan intelektual bagi pengunjung.