Hand phone menjadi barang yang tidak lepas dibawa bagi siapapun, bangun tidar hal yang  ertama dibuka adalah Hand phone, penghantar tidur juga Hand phone, belum lagi semua aktivitas kita tergantung pada HP. Kalau dulu orang ketinggalan dompet menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan, tapi sekarang Hand phone ketinggalan lebih dikhawatirkan lagi bagi yang bersangkutan.  Koneksitas, finansial, hiburan, dokumen penting cukup simpel ada di dalam Hand phone.
Hidup era kini Sebagian besar dikendalikan digital, memang generasi Z atau dikenal dengan Gen Z sangat menguasai kemampuan terkait digital karena sejak lahir mereka sudah berinteraksi dengan  digital. Untuk mengetahui kita ada di generasi mana bisa berpijak pada teori pembagian generasi berdasarkan era teknologi dan karakteristik yang membentuk. Tipologi generasi digital yang membagi menjadi Baby Boomers, Generasi X, Y (Milenial), Z, dan Alpha berasal dari analisis sosiologis dan demografis yang dikembangkan oleh berbagai pakar, salah satunya adalah Neil Howe dan William Strauss dalam teori Generational Theory mereka.
Kategorisasi Generasi Berdasarkan Interaksi Digital:
- Baby Boomers (1946--1964): Dikenal karena kelahirannya setelah Perang Dunia II dengan teknologi awal yang masih analog. Generasi ini tidak lahir di era digital tetapi beradaptasi dengan teknologi, mulai menggunakan komputer di tempat kerja pada akhir karier, penggunaan teknologi terbatas pada kebutuhan dasar (email, media sosial sederhana).
- Generasi X (1965--1980): Generasi transisi dari era analog ke digital. menjadi saksi evolusi komputer, internet awal, dan ponsel pertama, beradaptasi terhadap teknologi, terutama untuk produktivitas kerja (Microsoft Office, email).
- Generasi Y (Milenial, 1981--1996): Generasi pertama yang tumbuh dengan internet dan teknologi digital, familiar dengan media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter, terbiasa multitasking dengan perangkat digital (laptop, ponsel, tablet).
- Generasi Z (1997--2012): Generasi asli digital yang lahir di tengah ledakan teknologi, Generasi yang mendapat julukan digital native, sangat mahir menggunakan teknologi sejak usia dini, dan sangat aktif di media sosial, aplikasi berbasis video, dan platform streaming.
- Generasi Alpha (2013--sekarang): Generasi paling baru yang lahir di era teknologi cerdas seperti AI dan IoT, lahir di era kecerdasan buatan, IoT (Internet of Things), dan teknologi 5G, sangat akrab dengan perangkat layar sentuh (tablet, ponsel), cenderung mengandalkan asisten virtual (seperti Siri, Alexa) dan pembelajaran berbasis teknologi.
Tak bisa dipungkiri di era digitalisasi membuat semua serba mudah, instan, lebih efisien dan efektif dalam berbagai hal. Kalau dulu untuk menyusun makalah perlu waktu untuk pergi ke perpustakaan, menghabiskan waktu untuk mencari buku-buku terkait di rak-rak buku selama berjam-jam, sekarang hanya butuh waktu sekejap dengan bantuan berbagai aplikasi baik AI https://openai.com, ChatGPT https://chat.openai.com: model kecerdasan buatan berbasis teks yang dirancang untuk membantu menjawab pertanyaan, diskusi, dan mendukung berbagai aktivitas pengguna. Google Scholar https://scholar.google.com: Mesin pencari khusus untuk artikel ilmiah, jurnal, tesis, buku, dan literatur akademik, Microsoft Academic https://academic.microsoft.com: untuk menemukan penelitian akademik dan literatur ilmiah dengan analisis data yang mendalam, Research Gate: https://www.researchgate.net platform untuk berbagi dan menemukan karya penelitian serta berkolaborasi dengan peneliti lain, PubMed https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov: basis data untuk jurnal medis dan penelitian biologi, Perpustakaan Digital (Open Library, JSTOR) https://openlibrary.org, https://www.jstor.org: menyediakan buku dan jurnal digital dengan sumber akademik yang terpercaya, Wikipedia (dengan Verifikasi) https://www.wikipedia.org: Ensiklopedia daring yang menyediakan banyak informasi awal, Mendeley dan Zotero https://www.mendeley.com, https://www.zotero.org: Manajemen referensi untuk penelitian, juga menyediakan akses ke dokumen dan jurnal ilmiah. Generasi kini dimanjakan dengan berbagai kemudahan digital. Kemanjaan ini bila secara konstan berlangsung, akan berakibat pada  kemalasan berpikir kritis karena cukup selesai mengandalkan alat. Maka sesekali membuat waktu kembali di masa jadul pun diperlukan.
Untuk menerapkan yang konvensional, penulis ketika mengadakan ujian UAS pada para mahasiswa tidak memakai penugasan mereview jurnal, atau menulis artikel yang dikumpulkan melalui drive atau submite langsung ke Jurnal, akan tetap melaksanakan ujian seperti UAS tempo dulu yaitu memberikan pertanyaan yang ditulis di slide, dengan syarat hand phone harus dikumpulkan. Mahasiswa diminta mengerjakan sesuai pemikiran orisinalitasnya, tanpa mengandalkan google, AI, ChatGPT atau platform lainnya. Bukannya penulis enggan memanfaatkan digital, tetapi mengajak peserta didik merasakan proses pembelajaran konvensional sesekali alangkah baiknya dilakukan, agar mengetahui proses pembelajaran tempo dulu sebagai bentuk penerapan perspektif filsafat perenialisme.
Tanpa memori, tidak ada budaya. Tanpa ingatan, tidak akan ada peradaban, tidak ada masyarakat, tidak ada masa depan." - Elie Wiesel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H