Agrotani - Pendahulu dan para pahlawan semua cemas tentang permasalahan Regenerasi Pertanian, namun ini adalah kenyataan indonesia kita. Jika kita berbicara tentang pertanian, maka kita berbicara tentang hajat orang banyak, politik tertinggi sebuah negara dan kebutuhan yang dianggap lupa.
Kita masih ingat swasembada beras yang tercapai pada tahun 1984 ternyata tidak dapat dipertahankan dan hanya dua tahun kemudian Indonesia terus-menerus membuka kran impor beras. Menjadi importir beras merupakan mimpi buruk ketika swasembada pangan telah tercapai. Meskipun sebesar volume impor pada tahun 1997, tapi impor beras menjadi ketergantungan karena produksi dalam negeri tidak pernah mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Bukan hanya dalam satu bidang atau hanya satu permasalahan yang dihadapi oleh petani yang rata-rata miskin dan lemah dalam meraih hak nya. Semua lulusan sarjana pertanian atau yang sekarang sedang kuliah di fakultas pertanian mereka cemas dengan masa depannya, mereka kebingungan akan kerja dimana dan bingung bagaimana menjadi petani. Kita tahu, karena kurikulum pembelajaran di Indonesia bukan diarahkan untuk menjadi berkembang tetapi materi yang dipatok. Dan para orang tua sepertinya masih tertidur bahwa sekarang banyak mahasiswa yang beranggapan bukan ilmu tapi izajah S1.
Mereka tahu sejarahnya bagaimana menurunnya tren anak muda menjadi petani. Dari 10 mahasiswa hanya ada 1 yang akan menjadi petani tulen, penelitian itu dilakukan oleh para ahli sudah 10 tahun yang lalu.
Kita sudah mengingat sejarahnya dan sekarang kita lihat bukti kemajuan dan kemunduran kita. Di dalam sektor pertanian apa itu regenerasi Pertanian ?
Unuk sekarang ini devinisi "Regenerasi Pertanian" memiliki arti kata yang luas dan pemahaman yang bebeda, jika secara umum dikatakan sebagai penerus generasi yang akan datang maka siapa yang akan meneruskan jika hanya sedikit orang. Jika kita katakan penumbuhan minat petani muda maka siapakah yang akan berminat dan kita harus tahu sasarannya.
Melebihi logika Regenerasi Pertanian
Kita yakin bahwa para petani bukanlah orang yang malas sehingga menjadi miskin. Namun sekeras apapun bekerja, pendapatan yang diperoleh sangat kecil dan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan subsisten. Sedangkan untuk membiayai ongkos produksi periode berikutnya, satu-satunya cara adalah berhutang.
Petani sebagai tokoh utama dalam posisi yang sangat menyedihkan, tanpa masadepan yang jelas dan kelayakan yang kurang. Â
Logikanya jika anak-anak muda calon petani sudah mengetahui ada titik cerah tentang hak dan kewajibannya maka generasi selanjutnya akan tercipta. Anak muda sekarang jangan disamakan dengan generasi abad ke 20 yang memiliki anggapan sederhana. Melintang melebihi halusinasi yang diciptakan anak muda sekarang bahwa pertanian itu kotor dan tidak menjanjikan.
Jika ada orang berkata "AYO BERTANI" Sedikit keras dan kita harus sadar bahwa penyampaian sesuatu itu harus mudah dicerna, bukan kata-kata yang intelek yang petani butuhkan, tetapi jalan keluar untuk kepastian mereka hidup.
Akhir-akhir ini di beberapa desa puluhan petani meninggal dunia akibat penggunaan pestisida yang berbahaya, apakah bisa dikatakan sebagai pahlawan pangan ? Dan kita tahu betul bahwa pestisida di negara maju sudah dilarang. Ini menambah halusinasi bagi para anak muda calon petani, mereka menganggap petani itu berbahaya. Generasi muda memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan generasi sebelumnya, dia menguasi teknologi dan dibekali dengan pengetahuan yang sangat cerdas.