"Saya mau bertemu dengan Kepala Sekolah". Suara serak namun berat terlontar dari seorang laki-laki yang sudah berumur. Ia mengenakan kemeja dan celana jeans. Wajahnya merah dan matanya melotot, seakan mau melahap orang di depannya.Â
Bu Hetty pegawai Administrasi  Sekolah yang ditemuinya kaget sekali. Ia ingin menjawab, tapi entah kenapa tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Padahal dalam kesehariannya ia dikenal oleh guru-guru di sekolah sebagai orang yang pandai bergaul dan sering bercanda.
" Kamu dengar tidak?" "Mana Kepala Sekolahnya ?" tak sabar laki-laki itu menghampirinya. Â
"Se...se...sebentar, Pak. Sa..sa..saya akan panggilkan" jawab bu Hetty dengan badan gemetar. Biasanya ia selalu mempersilahkan duduk terlebih dahulu kepada setiap tamu yang datang. Namun saat itu ia benar-benar lupa. Setengah berlari Bu Hetty menuju ruangan Kepala Sekolah.
Ia melihat Pak Bahana yang sedang asyik dengan
pekerjaannya.
"Pak... maaf ... ada orang yang mau bertemu Bapak ... cepet ... Pak " teriak Bu Hetyy dengan nafas terengah-engah.
Pak Bahana adalah Kepala Sekolah SD Berdikari. Sudah  dua periode ia ditunjuk oleh Yayasan Harapan Bangsa untuk memimpin sekolah. Mungkin karena kejujuran dan ketekunannya, ia masih tetap dipertahankan sebagai Kepala Sekolah.
 "Ada apa Bu, kok teriak-teriak begitu?" Tanya Pak Bahana menatap Bu Hetty dengan heran. Sementara tangannya dengan terampil membenahi lembaran evaluasi diri sekolah (EDS) yang ia kerjakan sejak tadi pagi.
"Itu Pak, ada orang yang ingin bertemu dengan Bapak ?" kata Bu Hetty.
"Siapa dan darimana ?" tanya Pak Bahana sambil berdiri dan menghampiri Bu Hetty.