Dibalik tirai itu ia mulai mengumpat
Lalu berlari kuat-kuat
Menaiki tangga darurat
Terus keatas lalu belok ke barat
Berputar-putar penuh siasat
Mencoba menjauhi tuan pemahat
Katanya pemahat itu jahat
Dia makin berlari penuh semangat
Kakinya ia pacu dengan giat
Ketika ia sampai di selat
Dia bertemu pembuat coklat
Sambil mencicipi coklat yang lezat
Tubuhnya pun menjadi bulat
Pemikirannya menjadi lambat
Dia tidak mampu belari cepat
Karena tubunya kian memberat
Tuan Pemahat, sudah cukup! Mari istirahat!
Sudah seperempat abad kalian berkutat
Coba lihat! Kalian tersesat!
Sadarlah wahai tuan pemahat!
Badanmu bau sehingga penuh lalat
Pulang dan mandi agar badanmu sehat
Biarkan saja si bulat
Dia masih asyik mengunyah coklat
Hei tuan pemahat!
Apa yang kau lihat?
Sepertinya kau membeci pembuat coklat
Walaupun perkiraanmu tepat
Tapi membenci takkan bermanfaat
Jangan beralasan sebagai alat
Sepertinya niatmu belum juga lumat
Sudah cukupkan segala muslihat
Tenanglah tuan pemahat!
Dia akan mengirim surat
Ibarat sebuah isyarat
Hei tuan pemahat!
Tak usah wajahmu mengkerat
Kebenaran memang suka telat
Jadi pulanglah tuan pemahat
Tak usah menghujat!
Sebelum tuan pemahat menjadi melarat
Dan ia menjadi sekarat
Berterimakasihlah pada pembuat coklat
Yang datang sebagai kilat
Penghangus relikuli berkarat
Yang selama ini menjerat
Selamat jalan tuan pemahat…
Selamat makan si bulat…
Sebelum sampai akhir kalimat
Tak kulupakan ucapan selamat
Kerja bagus bagimu pembuat coklat
Perhitunganmu sungguh cermat
Tapi awas, topengmu terlihat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!