Mohon tunggu...
Zennyna Aristiya
Zennyna Aristiya Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Indonesia. Sedang dalam proses menciptakan perubahan besar untuk Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ramalan Ekonomi dari Seorang Amatiran

9 Agustus 2016   10:04 Diperbarui: 9 Agustus 2016   10:26 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kita mesti menanam, kita mesti menanam di hutan, sawah, ladang, kebun, bahkan halaman kita sendiri.  Kita mesti membiarkan lahan pertanian yang ada ditumbuhi padi, ganduM, jagung, singkong, cabai, bawang merah, bawang putih, wortel dan sayur mayur lainnya. Kita mesti berhenti mengubah lahan pertanian menjadi bangunan-bangunan, bahkan kita harus memperluas lahan-lahan tersebut. Kita mesti melakukan inovasi di bidang pertanian agar dapat menghasilkan penen yang banyak, yang mencukupi untUk kebutuhan dalam negeri. 

Kita mesti meningkatkan produksi bahan-bahan pokok secara mandiri, tidak bergantung dengan impor. Kita mesti lebih banyak ekspor dibanding impor. Karena jika Indonesia terus-menerus salah urus, korupsi massal terus terjadi, dan tetap bergantung pada harga minyak dunia, maka akan ada masanya Indonesia tidak dapat lagi mengimpor bahan-bahan makanan pokok yang diperlukan rakyat, bukan karena tidak tersedianya bahan-bahan itu, namun karena Indonesia tidak mampu membayar seluruh barang yang diimportnya. Apabila hal ini terjadi, maka akan ada kelangkaan barang, harga yang melambung tinggi, dan kelaparan.

Kita tidak dapat berharap pertolongan dari negara-negara sahabat atau IMF. Mengapa? Karena pertolongan mereka hanya akan membuat Indonesia disetir oleh mereka demi kepentingan mereka. Saya teringat cerita Pak Habibie dalam acara Mata Najwa , Beliau mengatakan bahwa IMF meminta Indonesia menutup industri pesawat terbang pertama di Indonesia yang ketika itu sedang dibangun pak Habibie sebagai syarat peminjaman utang.  Bayangkan jika Indonesia tidak berutang pada IMF dengan syarat yang demikian, saat ini pastilah kita memiliki industri pesawat terbang sendiri yang banyak menciptakan lapangan pekerjaan.

Tadi saya telah menyebutkan harga minyak dunia untuk menjadi perhatian. Harga minyak dunia sifatnya tidak tetap, sewaktu-waktu bisa naik dan turun. Saat ini harga minyak dunia berada dikisaran rendah, yaitu USD 42.92/Barel. Berdasarkan artikel Koran Sindo edisi 28 Januari 2016 berjudul Negara di Tengah Perubahan Harga Minyak mengungkapkan bahwa penurunan harga minyak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena penurunan harga minyak dunia dapat memangkas biaya produksi di sektor industri sehingga harga jual di pasar yang lebih ekonomis akan menarik minat beli dan meningkatkan konsumsi.

Tapi coba lihat bagaimana realitanya, bagaimana dampak fenomena ini bagi perusahaan-perusahaan minyak dan gas. Salah satunya penurunan produksi karena harga minyak di pasaran tidak mampu menutupi biaya produksi minyak, akibatnya banyak karyawan yang di PHK. Selain itu, investasi nampaknya banyak dikuasai perusahaan asing, sebut saja Blok Cepu di Bojonegoro yang diperkirakan dapat menghasilkan 110.000 barel perhari yang justru dikuasai Exxon Mobil karena keuangan Pertamina tidak mencukupi biaya eksplorasi blok tersebut.

Di sisi lain, penurunan harga minyak mendukung munculnya perusahaan ojek maupun taksi online seperti Gojek, Grab, dan Uber. Mereka saling bersaing perang tarif. Hal ini tentu saja menguntungkan konsumen  karena harga yang ekonomis. Selain itu, banyak pula pengusaha kecil dan menengah, karyawan korban PHK ataupun yang mengundurkan diri dari perusahaanya  bergabung dengan Gojek, Grab, atau Uber karena menghasilkan pendapatan yang lebih baik.

Bayangkan bagaimana jika harga minyak dunia kembali naik seperti di tahun 2005 hingga USD 100/Barel, mampukah perusahaan-perusahaan jasa transportasi online tersebut bertahan? Bagaimana dengan nasib para driver mereka?

Kenaikan harga minyak yang sangat mungkin terjadi di kemudian hari dapat merugikan para pelaku usaha, menambah jumlah orang-orang yang di PHK. Ketika seorang pengusaha bangkrut, maka aka nada banyak anggota keluarga yang kelaparan. Kenaikan harga minyak biasanya selalu diikuti dengan kenaikan harga bahan makanan pokok. semakin tinggi jumlah PHK, semakin sedikit pendapatan negara. Bahan-bahan pokok yang beredar dipasaran saat ini banyak yang diimport dari luar negeri, harganya dikontrol oleh pemerintah melalui subsidi sehingga agar sesuai dengan daya beli masyarakat. Apakah bisa pemerintah membayar seluruh tagihan impor jika keuangan negara semakin memburuk?

Pada hakikatnya, Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas dan subur. Pertumbuhan industri tanpa landasan dan perencanaan yang baik dengan mengabaikan pertumbuhan produksi pertanian akan menjadi boomerang bagi Indonesia dikemudian hari.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menakut-nakuti. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengajak setiap orang berpartispasi dalam memenuhi kebutuhan pokok dalam negeri dengan cara tetap menjaga lahan pertanian sebagai lahan pertanian, bukan bangunan. Bayangkan jika setiap masyarakat kota memiliki investasi berupa sawah dan ladang, maka petani tidak akan kehilangan mata pencariannya dan dapat hidup lebih sejahtera, lulusan-lulusan jurusan pertanian seperti di IPB dapat menggunakan ilmunya untuk melakukan penelitan yang akan menghasilkan hasil panen yang banyak, ekosistem tetap terjaga, kebutuhan dalam negeri terpenuhi, harga-harga terjangkau, dan tidak ada lagi kelaparan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun