Pemilihan Umum 2014 dimulai kemarin pada tanggal 9 April 2014,Pada tanggal itu seluruh rakyat Indonesia memilih anggota DPD, DPRD, dan DPR RI serta menentukan Partai Politik mana yang akan maju bersaing atau bahkan berkoalisidalam mengusung Capres dan Cawapres di Pilpres pada tanggal 9 Juli 2014 mendatang. Pemilu di Indonesia dilaksankan setiap 5 tahun sekali. Pada tahun 2014 ini Pemilu diikuti oleh 15 Partai politik, yaitu 12 Partai Nasional dan 3 Partai daerah aceh. Pemilu pertama RI yang benar-benar jujur yaitu Pemilu Pertama RI yang diadakan pada tahun 1955 yang di ikuti oleh sekitar 50 Partai Politik (Multi Partai) dengan kemenangan PNI. Pemilu tahun-tahun selanjutnya kejujurannya sudah mulai di pertanyakan, karena pemilu tahun-tahun selanjutnya dilakukan dengan banyak kasus kecurangan dan pemaksaan demi ambisi penguasa hal itu terjadi pada masa rezim Orde Lama (ORLA) dan Orde Baru (ORBA) walaupun pada zaman rezim itu kepemimpinan di Indonesia mengatasnamakan Demokrasi, yang seharusnya Demokrasi itu dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Pemilu yang sudah tidak berdasarkan ambisi penguasa kembali berjalan setelah masa Orde Baru berakhir, dan dimulainya masa Reformasi. Tetapai dari masa Reformasi sampai sekarang Pemilu 2014, masih banyak kecurangan dalam pemilu yang mencemari demokrasi Pemilu di Indonesia.
Pemilu 2014 ini menurut saya sudah tercemar dan tidak BERJURDIL, mengapa demikian? Karena banyak caleg dari berbagai Parpol yang menghalalkan segala macam cara untuk dapat menduduki kursi legislatif, salah satu contohnya adalah adanya serangan fajar (money politic) yang dilakukan oleh caleg dari berbagai parpol supaya rakyat memilihnya. Kecurangan-kecurangan seperti itulah yang merusak demokrasi dan mencemari asas BERJURDIL Pemilu di Indonesia. Para caleg mungkin berpikir dengan mereka memberikan sejumlah uang kepada rakyat, rakyat akan dengan mudahnya memilih mereka. Mungkin mereka juga berpikiran dengan melakukan serangan fajar itu setelah mereka duduk di kursi legislatif mereka akan mendapatkan keuntungan yang berlebih dari modal yang telah mereka keluarkan selama kampanye dan melakukan serangan fajar tersebut. Akibatnya banyak caleg yang setres setelah mereka gagal duduk di kursi legislatif padahal mereka telah mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Ada pula caleg yang meminta kembali uang yang sudah di sumbangkannya untuk pembangunan masjid setelah dia gagal menduduki kursi legislatif. Ironis bukan? Hal itu jelas menunjukkan sudah tidak berlakunya BERJURDIL dalam demokrasi pemilu di Indonesia.
Padahal Pemilu di Indonesia yang diadakan setiap 5 tahun sekali menentukan nasib Indonesia kedepannya akan seperti apa,Pemimpin yang di pilih oleh rakyat secara langsung akan menentukan bagaimana nasib Rakyat yang memilih. Jika baru menjadi calon saja mereka sudah curang dan menghalalkan segala macam cara untuk dapat menduduki kursi kepemimpinan, bagaimana jika mereka telah menduduki kursi kepemimpinan itu? Praktek KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) mungkin akan terjadi, dan nasib rakyat tentu tidak jelas dan akan menggantung seperti sebelumnya. Sungguh ironis. Pemimpin yang tidak bertanggung jawab tentu akan melontarkan janji-janji yang manis pada saat kampanye tetapi tidak akan merealisasikan janji itu setelah mereka menduduki kursi yang diinginkan, praktek seperti ini lah yang saat ini banyak terjadi di Indonesia, pemimpin yang melontarkan janji pada saat mereka kampanye malah justru mengingkari janji mereka sendiri pada waktu mereka terpilih mewakili rakyat. Indonesia saat ini memerlukan pemimpin yang bisa memenuhi janji-janji mereka dan dapat merubah nasib rakyat, bukan hanya pemimpin yang bisanya mengumbar janji dan tidak dapat merealisasikan janji-janji itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H