Hari berganti hari, terus berjalan mengikuti jalannya waktu. apa yang sudah terjadi adalah keharusan yang harus di terima, kini adalah realitas kehidupan yang harus dijalani sekaligus menata masa depan yang lebih baik. Kejadian yang lalu hanyalah penggal sejarah kehidupan yang mesti terjadi dan sudah terjadi.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, entah apa yang mendorongnya, namun apa yang ada merupakan hasil yang harus diterima dan dihadapi. Berdiri realistis dengan mendasarkan kepada realitas yang ada adalah upaya yang bijaksana,agar terus mampu meniti kehidupan dan ikut berada dalam dinamika kehidupan realitas.
Move On adalah satu satunya kegiatan yang harus dipikirkan dan direncanakan dengan baik, Sepakbola Indonesia juga harus mendasarkan kepada realitas yang ada, PSSI dan pengurusnya terbekukan sudah menjadi kondisi realitas yang ada, yang tak bisa lagi di kembalikan untuk mencair.
Apapun yang diperoleh adalah hasil perjuangan yang selama ini telah dilakukan oleh mereka, untuk bertahan didalam rona kehidupan di sepakbola, namun pembekuan PSSI sekaligus juga membekukan seluruh jajaran personal uyang terlibat didalamnya, suka tidak suka dan senang atau tidak senang, kondisi itu sudah ada dan melekat kepada masing2 individu yang terlibat aktif didalam kegiatan PSSI selama ini.
Tidak bisa dipisahkan begitu saja antara kekacauan sepakbola yang dikelola oleh PSSI dengan perilaku dan tindak tanduk pengorganisasian PSSI oleh oknum2 dan pengurus PSSI masa itu, yang telah gagal menampilkan hasil dan prestasi yang baik yang patut dipersembahkan kepada Bangsa Indonesia dan Negara sebagai pemilik syah sepakbola di Indonesia.
PSSI berdiri bahkan sudah terjadi sebelum kemerdekaan, PSSI bukan milik pengurus, namun milik bangsa indonesia yang dipercayakan kepada pengurus dimasing masing zaman, tanpa ada upaya sedikitpun mengangkangi PSSI dan menghilangkan pemilik syah Bangsa Indonesia.
Oleh karena itulah sepakbola dan PSSI membuahkan kegiatan yang sangat erat hubungannya dengan kemanfaatan kepada seluruh Rakyat, bukan hanya masyarakat sepakbola namun juga kepada masyarakat diluar sepakbola, bahkan PSSI sudah pernah menjadi tulang punggung kemerdekaan RI 1945.
Kalau toh PSSI menghasilkan kegiatan2 yang berujung kepada bisnis dan kegiatan usaha, maka tetap harus berpijak kepada kemaslahatan rakyat banyak, bukan hanya terfokus kepada pihak2 yang terlibat saja. Tentu kemaslahatan kepada rakyat banyak itu jelas merupakan area dan ranah Negara cq Pemerintah sebagai eksekutif negara.
Itulah kenapa Pemerintah cq Menpora memiliki kepentingan langsung terhadap segala kegiatan PSSI dan turunannya, yang harus menjamin dan menjaga tetap selalu berada dalam koridor kepentingan seluruh Rakyat , menghindarkan diri dari kooptasi kekuatan apapun di negeri ini, Oleh karen itulah diatur dalam peraturan dan hukum yang berlaku yang disusun dalam suatu UU sebagai dasar hukumnya.
Menpora merupakan eksekutif negara yang menjalankan regulasi dan aturan dan hukum yang berlaku yang harus dipatuhi dan diikuti oleh setiap insan dan pelaku dalam sepakbola, termasuk PSSI. PSSI harus ada didalam koridor aturan dan hukum yang berlaku, yang dibawah pembinaan Pemerintah cq Menpora.
FIFA justru menghendaki kepastian kegiatan sepakbola dinegara anggota selalu berada dalam hukum dan aturan yang berlaku, FIFA menyadari bahwa didalam negara2 anggota memiliki kedaulatan hukum yang harus dihormati, yang kemudian saling di synergikan antara kepentingan sepakbola /FIFA, dengan Aturan dan hukum yang berlaku yang kemudian disusun dalam statuta masing2 anggota. Justru saling memperkuat agar memperoleh hasil sepakbola yang bermanfaat bagi kehidupan manusia di muka bumi.