sumberfoto,oto.detik.com
Amin Rais bermanuver, khayalannya bak seorang Diva dipanggung membawa lagu Koalisi Indonesia Raya dengan lantang dan diteriakkannya, namun apalah daya terdengar suara sember dan sumbang, maklum Diva di zaman 20 tahun yang lalu, yang tentu kini sudah uzur.
Pola Poros tengah dengan mengusung issue primordial Partai Partai Islam seperti zaman dulu, adalah bukti pola pikirnya memang sudah ketinggalan zaman, ide kadaluarsa yang sudah usang sejak 10 tahun yang lalu, tergerus oleh koalisi Partai Demokrat yangberkuasa selama 2 periode.
Sementara sang Ketua Umum partainya sendiri PAN, Hatta Radjasa, kini meringkuk didalam sungkup dan ketiak SBY, sekaligus ikut terperangkap didalam kegalauan Partai demokrat, bahkan termasuk ada didalam lingkaran kekuasaan Partai Demokrat sebagai Keluarga besar SBY.
Amin Rais kehilangan segalanya termasuk PAN itu sendiri, kok masih mengusulkan Koalisi Indonesia Raya, yang nota bene bersuara namun tak memiliki modal yang cukup, sekedar hanya sebagai pengisi waktu senggang dan hiburan di panggung peta politik Nasional.
Akhir karier Amin Rais sudah habis ketika melengserkan Gus Dur, dengan cara cara yang hingga kini mengandung perdebatan dari segi penerapan landasan hukumnya, bahkan disementara kalangan dianggap penggusuran yang inkonstitutional.
Koalisi yang dibangun dan diprakarsai oleh partai partai, sebenarnya menunjukkan kebingungan dan kegalauannya atas keselamatannya di masa depan, ketakutan terhadap penerapan hukum yang murni dan konsekwen, mendorong kegigihan mereka untuk memperoleh jaminan keselamatannya di masa depan.
Gencarnya upaya dan usaha yang dilakukan semakin menguak spekulasi yang makin mendekati kebenaran, sejatinya hingga kini mereka belum memperoleh kepastian mengenai keselamatannya terhadap penegakan hukum yang murni dan konsekwen dimasa yang akan datang.
Dengan menjerat dan menjegal Capres serta membuka dialogue serta penjualan posisi untuk dagang sapi kekuasaan, agar memperoleh bargaining posision pada waktu akan dilaksanakannya penegakan hukum yang murni dan konsekwen, agar memperoleh harga tawar yang cukup memadai untuk menyelamatkannya.
Semakin besar semangat dan nafsunya, ketika Jokowi yang dicapreskan PDIP yang belum memenuhi suara minimal 20 % Â yang di persyaratkan oleh UU Pilpres dalam rangka mengajukan calonnya dalam Pilpres mendatang, namun sudah merebut hati masyarakat membawa PDIP ke panggung posisi teratas Pilleg.
Bahkan segala jaringan dan koneksi yang mereka miliki selama rezim kekuasaan lama berlangsung, digunakan semaksimal mungkin sedemikian sehingga mrembet dan mengimbas kepada PDIP, terjadi pergolakan dan pertentangan internal PDIP, majunya Puan sebagai bahagian elite politik masa lalu, sempat memberikan perlawanan terhadap pencapresan Jokowi.