11 March 2016
Zely Ariane
Kekuatan di balik kepungan konsesi dan stigma
Malam itu kunang-kunang tak berpendar riuh di pepohonan
angin laut bawa kabar buruk pada manusia-manusia daratan
di penghujung malam ada lima orang mati oleh pelatuk tanpa tuan
angin bertiup kencang ke segala penjuru Teluk Peradaban
menyapu rumah-rumah peribadatan
membakar kampung tak sisakan hewan
menyisir manusia-manusia daratan
mengusir ke pegunungan
mengejar ke hutan-hutan
memburu hingga pelosok dusun-dusun sagu bertuan
Lima kematian menuntut balas pada semua manusia Wondama
kematian pasukan berseragam penjaga Vatika Papuana Perkasa
lunas dibayar teror stigma
tiga belas juni dan sesudahnya tak lagi sama
gurat-gurat luka trauma orang-orang biasa
perusahaan berjaya
tentara tepuk dada
Indonesia makin berkuasa
peradilan Wasior berdarah tinggal janji belaka
diulang-ulang demi suara untuk berkuasa
di dalam teror tak berjeda
 Malam, Tiga Belas Juni (zy)
TELUK Wondama adalah satu kabupaten di Propinsi Papua Barat yang cukup tua. Kota ini disebut kota peradaban Papua, karena disanalah berdiri pertama kali Sekolah Pendidikan Guru Desa yang dikhususkan bagi putra-putri asli Papua dari wilayah bagian Barat dan Utara Papua. Sekolah ini didirikan tahun 1925 di era Zending (misionaris) agama Kristen di bagian barat Papua. I.S Kijne, tokoh penting yang meletakkan fondasi bagi peradaban orang Papua asli di Teluk Wondama.
Kabupaten genset, demikian beberapa menyebutnya, karena listrik menyala hanya jika warga sanggup beli bensin. Kabupaten ini tidak banyak dikenal orang dibanding kabupaten lain di Propinsi Papua Barat. Sebelumnya ia menjadi bagian wilayah Kabupaten Manokwari. Kabupaten yang dimekarkan paksa pasca peristiwa Wasior Berdarah Maret-Oktober tahun 2001. Kabupaten yang dihantam banjir bandang tahun 2010 hingga menewaskan 158 orang dan 145 lainnya hilang.
Wondama dimekarkan demi puluhan konsesi HPH/IUPHHK, salah satu penyebab banjir bandang tahun 2010. Wondama berdarah karena orang-orang kampung, yang memprotes perampasan hak ulayatnya sekitar Maret 2001, dibungkam dengan penyisiran, pembakaran rumah-rumah, pemukulan, penganiayaan dan penembakan oleh aparat gabungan. Satu kampung habis dilalap api. Satu ekor hewan pun tak bersisa.
Perempuan-perempuan itu tinggal di kampung-kampung nan indah: Wombu dan Ambumi. Di gunung menganak sungai mengalir bertemu laut, di pesisir pantai menghadap gunung dikelilingi pulau-pulau sepi.