Mohon tunggu...
Zely Ariane
Zely Ariane Mohon Tunggu... -

Menulis hal-hal yang (tidak) disuka (banyak) orang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Generasi Pink - Oranye

18 Maret 2016   00:03 Diperbarui: 22 Maret 2016   08:00 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5 Maret 2013

LKIP Indoprogress

Kami masih dangkal
Generasi pink oranye,
terbelalak oleh buku 500 halaman
terbuai roman picisan. Cinderella dan pangeran berjubah besi
larut dalam irama dan lirik penyerahan diri
yang mau bahagia sekali jadi
tak mau belajar
enggan menguras otak
kami mau senang, senang, senang, senang
masalah, jauh-jauh lah
jangan bikin aku menangis hari ini

Kami gemar memuja,
Persetan esensi
Mobil, pakaian, hape, sepatu, artis, makanan, cowo keren, cewe keren, lagu keren, film keren, anjing keren, pisang keren, cumi-cumi keren, kodok keren, tai keren…. dan kawan-kawannya.
Kami memuja-muji kekasih-kekasih kami
Karena tanpa mereka kami tak bisa hidup.
Merekalah alasan kamiu bernafas dan sukses nanti.
Apalah arti diriku tanpamu, sayang…”

Kami juga memuja Tuhan ketika idul fitri atau natal lewat baju-baju dan makanan kami.
Tapi juga dalam pembicaraan kami: “insyallah ya,” “alhamdulillah,”, “puji tuhan”…
Kenapa kami memuja Tuhan?
Tanyalah pada orang tua kami yang mewarisi agama-agama kami.
ah, omongannya berat… mode off.”

Kami malas
memeriksa sejarah
mengambil kebaikannya,
membongkar kebohongannya,
menyambung benang merahnya,
pada masa depan kami.
Omongan apa itu, sejarah…?”
Janganlah sejarah,
memberesi lemari pakaian kami saja malas.
Cuci pakaian saja kami tak bisa
ada pembantu, atau emak—yang sebenarnya juga pembantu—atau mesin cuci yang kami tak tau cara kerjanya.
Kami tak pernah kepikiran tuh,
buat apa sih kami lahir?
Hidup bagi kami hanya untuk mengoleksi momen saja,
sampai tiba ajal nanti.
Ada sih di antara kami yang pintar-pintar di sekolah,
Tapi yang paling pintar pasti temannya sedikit.”
“Ga asik sih…” kata kami.
Dan si pintar pun penakut
lebih mau menenggelamkan diri pada ilmu yang sebagian besar tidak diketahunya, darimana asal muasalnya.
Lari dari kenyataan…

Kami pengecut
beraninya kalau rame-rame
Dengan alasan: “ngga ada lo ga rame”.

Masalah kami juga banyak.
Orang tua bercerai, ayah yang selingkuh, ibu yang kabur, keluarga broken home,
ditinggal pacar, dihamili pacar…
Jadi, jangan sinis dong.
Kami juga manusia, yang punya masalah, dan kami sedang mengatasinya.
Tapi kami enggan membaca,
Kecuali manga atau cerita-cerita biscuit itu, atau chicken soup for jiwa.
Makanya kalau ada masalah kami perlu teman,
karena bacaan kami tak mengajarkan bagaimana mengatasi masalah.
Teman adalah segalanya bagi kami.
Walau kami ga yakin juga sih apakah teman itu mau berkorban nyawa buat kami?
Mau memberi makan kami?
Ah, berat ah…

“Kami pikir dengan cinta dan kedamaian
Hidup manusia akan baik-baik saja.
Jadi, paling tidak, untuk itulah kami hidup.
Tau apa kami tentang kedamaian ketika langkah kaki kami seumur hidup baru berjejak tak kurang 1000 KM saja.
Tau apa kami tentang cinta ketika makan 3x sehari tak pernah jadi persoalan hidup.
Tahu apa kami tentang cinta dan kedamaian jika kami tak mengerti apa yang dibicarakan dalam siaran Dunia dalam Berita—“acara apa ini? Mendengarnya saja kami tak pernah.”
Kami tak tahu apa itu keberanian,
kecuali pacaran yang sembunyi-sembunyi, melawan guru atau cabut sekolah, atau nyoba-nyoba mabuk dan nyimeng.

Kamilah anak-anak borjuis karbitan dan anak-anak miskin yang diborjuiskan oleh mall, televisi, dan sekolah.
Usia kamu beragam, dengan fasilitas hidup yang baik hingga lumayan.
Slogan kami adalah:
“pesta, ceria, dan cinta”

Siapa itu Semaoen?”
Yang sudah menjadi pimpinan PKI di umur 17 tahun
Siapa itu Sulami?”
Yang sudah angkat senjata di umur 17 tahun
Siapa mereka?

Ah berat ahhhhh: pesta, ceria dan cinta saja.”
Yang penting bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun