Kali ini kelompok JIL dan sekutunya yg diwakili oleh IMPARSIAL, SETARA, GUSDUR, Musdah Mulia, Dawam Raharjo DLL, mengalami kekalahan telak, Kemarin sore tanggal 19 April 2010 Judicial Review ttg UU Penodaan Agama akhirnya ditolak oleh MK (Mahkamah Konstitusi).
Majelis Hakim MK menyatakan, berbagai dalil yang diajukan pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum. Salah satunya adalah dalil pemohon terkait pasal 1 angka 1 UU Pornografi tentang pengertian yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2), dan Pasal 28F UUD 1945.
Majelis Hakim berpendapat, pasal 1 UU Pornografi masuk dalam Bab I Ketentuan Umum yang berisi pengertian atau definisi, singkatan yang berfungsi untuk menjelaskan makna kata. Melihat itu, pasal tersebut tidak bertentangan karena tidak menimbulkan pengertian ganda. Selain itu, majelis juga berpendapat pasal 1 angka 1 UU Pornografi merupakan pengertian pornografi bersifat umum yang tidak terlepas dari tujuan pembentukan UUD. Hal itu berupa upaya menjunjung tinggi nilai moral, kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa, menghormati kebhinnekaan, berbangsa, dan bernegara. [caption id="attachment_122403" align="alignright" width="300" caption="Suasan Sidang di MK"][/caption]
Pengertian itu juga sesuai dengan tujuan melindungi harkat dan martabat setiap warga negara, baik perempuan, anak-anak maupun remaja dari pengaruh negatif dan bahaya pornografi. Majelis Hakim juga sependapat dengan keterangan ahli pemerintah Prof Dr Tjipta Lesmana dan Dr Sumartono. Keterangan kedua ahli itu menyatakan, terdapat lima bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai pornografi, yaitu seni, sastra, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan olah raga. "Dalam rangka seni, sastra, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan olah raga, maka hal tersebut bukanlah perbuatan pornografi," kata majelis. Hal ini berarti makin mengukuhkan keberadaan UU tsb dan mengikat bagi rakyat Indonesia, membuktikan bahwa UU ini sangat dibutuhkan dan harus eksis di negeri ini. Kebebasan beragama sangat dijamin dinegeri ini, tapi dalam kebebasan tsb juga harus bertanggung dengan tidak melakukan penodaan/penistaan pada agama tertentu. Kita patut bersyukur dengan tolaknya Judicial Review UU Penodaan Agama, karena dengan masih adanya UU ini saja, penodaan/penistaan agama tertentu masih marak, apalagi didunia maya. makin masssifnya tindakan penodaan/penistaan terhadap satu agama tertentu maka dibutuhkan UU ini untuk menjerat mereka para pelakunya, ini agar terjadi proses kepastian HUKUM dinegeri ini. untuk itu keberadaan UU ini perlu segera dibuatkan PP (Peraturan Pemerintah), sehingga persilangan pendapat yg mewarnai pengajuan judicial review ini dapat segera berakhir. Akhirulkalam, kebebasan itu bukan berarti bebas sebebas-bebasnya..!!! Wallahulambishswab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H