Mohon tunggu...
Zein M Muktaf
Zein M Muktaf Mohon Tunggu... -

Suka menjalin pertemanan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Iklan Luar Ruang Pemilu 2014

2 Februari 2014   20:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:13 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita mengingat kembali kampanye politik pada pemilihan umum terdahulu, yang mungkin tertangkap dalam kenangan kita adalah jalanan dipenuhi oleh lambang-lambang partai, poster-poster serta baliho yang seringkali terpasang seadanya tanpa memperhatikan keindahan lingkungan. Jujur saja, apa yang saya ingat pada waktu itu adalah semrawut, acakadut dan amburadul, karena dipasang ala kadarnya dan cenderung lebih mementingkan banyaknya poster, bendera ataupun baliho daripada esensi yang ingin diharapkan melalui media tersebut.

Saya secara pribadi sangat mengapresiasi terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 tahun 2013 yang salah satu pasalnya menyebutkan bahwa alat peraga kampanye di luar ruang dan area publik dibatasi dan diatur sesuai dengan UU. Dengan terbitnya Peraturan baru ini kita sebagai masyarakat jelas sangat diuntungkan. Bisa jadi jika diberlakukan secara tegas, maka kemungkinan baliho, poster maupun lambang partai yang semrawut di ruang publik tidak dijumpai pada masa pemilu tahun ini. Sekali lagi Peraturan baru ini sangat menggembirakan bagi sebagian masyarakat.

Apakah partai peserta pemilu 2014, calon anggota DPR/DPD dirugikan dengan adanya aturan ini? jika cara kampanye ala semrawut dianggap sebagai sebuah tradisi, maka “canggung” adalah kata yang paling tepat untuk menjawab peraturan baru ini. Karena sudah menjadi jamak jika pesta demokrasi 5 tahunan sekali ini selalu diramaikan dengan pemasangan panji partai dan maraknya baliho dimana-mana. Maka jika panji partai, gambar partai, gambar calon legislatif tidak dipasang disana-sini sepertinya kurang afdol dan kurang terasa “pesta” demokrasinya.

Orang bijak mengatakan, “ada hikmah dibalik musibah”, mencoba mengambil hikmahnya dari peraturan tersebut, sesungguhnya ada secercah harapan dibalik peraturan tersebut. Harapan pertama, calon anggota DPR/DPD tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk membuat poster maupun baliho sebanyak-banyaknya, karena peraturan membatasi pemasangan baliho. Harapan kedua, partai, calon anggota DPR/DPD sudah waktunya fokus pada penggunaan strategi komunikasi yang efektif, Toh, masyarakat sekarang sudah semakin cerdas dalam menggunakan hak politiknya. Fenomena Jokowi telah membuktikan bahwa pemilih sekarang cenderung mulai melihat personal atau sosoknya daripada melihat dari partai mana dia berasal. Terlebih lagi bagi kalangan pemilih muda, media baru seperti sosial media internet yang dekat dengan anak muda, bisa sangat mempengaruhi pilihan mereka. Bagi pemilih muda, sangat mudah mengetahui sosok yang dipilih melalui teknologi informasi, mengenal siapa yang akan dipilih, dan mengobrolkannya dengan komunitasnya. Jikapun tidak mengenal, minimal si pemilih membutuhkan rekomendasi dari orang terdekatnya untuk memilih siapa.

Harapan ketiga, dengan peraturan baru, Partai, calon anggota DPR/DPD mau tidak mau harus mulai memilih media kampanye yang efektif. Sesungguhnya dengan semakin canggihnya teknologi informasi komunikasi, peran tim suskes lebih dimudahkan karena banyaknya pilihan  media yang dipilih. Bukan jamannya lagi, media yang strategis adalah media yang mahal. Semua bertumpu pada khalayak mana yang dijadikan target, disitulah media tersebut dipakai dan dimaksimalkan. Dengan media yang efektif, maka semakin efektif pula calon anggota DPR/DPD mendekatkan dirinya kepada para calon pemilih.

Kampanye yang efektif menurut hemat saya terletak pada pemilihan strategi pesannya. Strategi pesan bisa dimulai dari beberapa pertanyaan sederhana, seperti “pesan apa yang ingin Anda sampaikan kepada khalayak target?”, “apa tujuan dari pesan Anda?”, “apa yang Anda harapkan dari khalayak target setelah mereka menerima pesan Anda?”. Selanjutnya adalah siapa target potensial calon. Target khalayak yang dipilih harus lebih spesifik agar komunikasi yang lebih efektif.

Agar Anda sebagai calon anggota DPR/DPD menjadi perhatian khalayak target, cari sisi yang unik (berbeda) dari calon yang tidak dimiliki oleh calon yang lain. Keunikan tersebut harus menjual, dan bisa menarik khalayak target. Selanjutnya bangun citra calon anggota DPR/DPD yang diinginkan. Pembentukan citra harus jeli dan teliti, hal ini akan berpengaruh pada keputusan pemilih memilih calon Anda. Sebagai contoh, jika saya muda, energik, cerdas, dan peka terhadap isu lingkungan, maka saya akan memilih calon DPR/DPD yang muda (atau berjiwa muda), pintar, cerdas, dan pemerhati lingkungan. Maka citra calon secara tidak langsung menjadi perwakilan terhadap jatidiri, eksistensi, maupun idealisme pemilih. Buatlah sebuah slogan atau tagline yang sederhana, untuk memudahkan khalayak target mengingat dan menerima pesan Anda.

Saya melihat sebagian baliho, poster maupun billboard calon anggota DPR/DPDmasih cenderung konvensional, seperti memvisualkan wajah calon anggota DPR/DPD yang tersenyum (beberapa menyertakan sosok ketua partainya, dengan posisi yang berdampingan), nama calon, ilustrasi cara mencoblos, dan logo partainya. Beberapa visual tidak jelas apa yang ingin disampaikan atau terlalu banyak yang ingin disampaikan. Ingat, iklan adalah komunikasi persuasif, buatlah iklan yang sepersuasif mungkin. Pilihlah foto calon anggota DPR/DPD dengan wajah yang paling persuasif. Saya secara pribadi sulit menjelaskan apa itu wajah yang persuasif, tapi secara sederhana bisa dijelaskan bahwa wajah yang persuasif adalah wajah yang berkarisma, mempunyai senyum yang lembut dan hangat. Wajah yang bersahaja, berkarisma dan persuasif akan lebih diterima oleh khalayak, daripada wajah yang seadanya, atau cemberut. Minimal dengan wajah yang persuasif, calon sedikit mencuri perhatian khalayak. Maka gunakan fotografer yang paham tentang bahasa wajah, agar menghasilkan wajah calon yang meyakinkan khayalak. Mungkin saya agak berlebihan, namun merujuk pada sebuah riset kampanye di Amerika Serikat, ternyata sekitar 60% calon parlemen yang terpilih dipengaruhi oleh foto wajahnya yang cenderung persuasif. Mungkin naïf, tapi begitulah kenyataannya.

Dengan peraturan baru, sepertinya sudah saatnya calon anggota DPR/DPD harus mulai memakai kaedah beriklan yang semestinya, seperti iklan pada umumnya. Sesungguhnya ada sebuah rumus yang sederhana dalam membuat desain iklan. Merujuk apa yang ditulis oleh Yasraf Amir Piliang dalam bukunya, ada 3 unsur yang biasanya ada dalam sebuah iklan.Unsur pertama, tetapkan objek yang akan dijual, jika dalam pemasaran calon anggota DPR/DPD jelas sosok calonnya yang menjadi objeknya.

Unsur kedua, buat citra atau narasi yang ingin disampaikan kepada khalayak target. Sebagai contoh, calon membawa pesan isu pemberdayaan ekonomi lokal, maka visualnya adegan calon anggota DPR/DPD dengan latar atau setting di pasar tradisional, atau di sebuah industri rumahan(UKM).

Unsur terakhir adalah teks. Teks gunanya adalah memperkuat visual dan narasi, seperti nama calon anggota DPR/DPD serta bubuhkan tagline-nya, supaya pesannya bisa diingat oleh khalayak melalui pesan yang sederhana, misalnya “pasar tradisional, dari rakyat untuk rakyat” atau “UKM sukses, rakyat pun sukses”.

Selain itu masih banyak media lain yang bisa dieksporasi sebagai media kampanye. Hal yang menjadi perhatian penting adalah bahwa setiap media mempunyai karakteristiknya masing-masing, dan khalayak target juga mempunyai kebutuhan informasi terhadap calon anggota DPR/DPD yang berbeda-beda, maka butuh adanya kejelian dari masing-masing tim sukses calon anggota DPR/DPD dalam memilih media kampanye.

Walaupun pola memilih pada calon pemilih muda dan tua berbeda, namun karakter masyarakat Indonesia secara keseluruhan masih membutuh rekomendasi dari orang lain untuk menguatkan pilihannya. Maka tim sukses calon anggota DPR/DPD juga harus mulai memikirkan strategi kampanye yang unik, salah satunya dengan membuat buzz, yaitu seringnya calon anggota DPR/DPD menjadi bahan perbincangan dimanapun, entah di rumah, di pasar, di warung kopi,di pengajian, arisan, maupun di sosial media. Dengan makin banyaknya calon diperbincangankan maka figur calon anggota akan semakin tertanam dibenak khalayak. Tentunya apa yang diperbincangkan oleh masyarakat tentang si calon anggota DPR/DPD adalah hal-hal yang positif.

Mudah-mudahan dengan peraturan terbaru tentang pemilu ini akan membuat wajah baru dalam kampanye 2014, yang lebih bersih, rapi, santun dan elegan. Selamat menyambut pesta demokrasi 2014!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun