Mohon tunggu...
Zein M Muktaf
Zein M Muktaf Mohon Tunggu... -

Suka menjalin pertemanan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tuhan Orang Komunis adalah Pemimpinnya Sendiri

22 Desember 2011   04:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:55 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mohon maaf jika saya terlalu naif memberi kesimpulan seperti itu. Namun saya merasa memang seperti itu adanya gambaran pemimpin negara di negara komunis seperti Uni Soviyet, RRC dan Rebulik Rakyat Korea (KORUT) sekarang ini. Saking kultusnya pemimpin mereka yang telah mangkat diawetkan, dipuja sedemikian rupa. Tapi jelas berbeda dengan jasad Ferdinand Marcos yang diawetkan. Walaupun sama-sama diawetkan dan ditutup ruang kaca, namun  Ferdinand Marcos diawetkan bukan karena dipuja rakyatnya, namun sebaliknya ia diawetkan karena rakyat membencinya, hingga ia  dilarang dikubur di tanah kelahirannya sendiri di Filiphina. miris sekali nasib Ferdinand Marcos. Tuhan dalam buku yang pernah saya baca karya prof.  Damardjati Supadjar yang mengacu  pada teorinya Alferd North Whitehead (mohon dikoreksi jika salah), tuhan diciptakan oleh pikiran manusia karena pemahaman akan keabadian. Ia mencontohkan dengan hal yang sangat sederhana, yakni "nama" orang. seperti nama saya zein, atau Erni, Pungky, Nola, dan sebagainya. Menurut beliu nama dianggap sebagai bagian dari konsep ketuhanan, yakni keabadian. bagaimana nama bisa buat contoh sebagai konsep ketuhanan? ia mennggambarkan, bahwa nama seseorang berdiri diluar badaniah orang tersebut. Nama dipasang di papan nama di meja kerja DPR, di meja direktur, dihiasi, memakai batu geranit atau kayu kualitas tinggi. Jika orang itu meninggal, nama itu akan terus hidup, yakni hidup pada goresan di batu nisan, menjadi obrolan orang-orang, hingga mungkin jadi jika dia orang yang terkenal, nama itu akan terus abadi dalam sejarah. Nama  menjadi sifat sederhana konsep ketuhanan, dan  menjadi dasar ciri mental manusia untuk memahami "TUHAN"nya.  Maka syarat pertama untuk menjadi tuhan harus ABADI. Hal ini sesuai dengan cerita Nabi Ibrahim dalam kepercayaan Agama Islam yang mencari Tuhannya dengan ukuran keabadian. Kembali ke tema awal, yakni Tuhan para orang Komunis. ideologi komunis berangkat dari tafsir  pemikiran Karl Marx oleh pemikir Rusia pada waktu itu yang dimodifikasi dalam konsep yang lebih jelas yakni revolusi komunisme dalam bentuk yang lebih sistematis . Mereka berangkat dari pemikiran metarialisme yang melihat alam semesta ini secara inderawi.  Maka total mereka tidak meyakini adanya Tuhan seperti pemahaman TUhan dalam PANCASILA kita. Tapi perlu digaris bawahi, bahwa atheis tidak mesti komunis, tapi komunis kalo yang idealis pasti atheis. Namun yang membuat saya penasaran adalah, mengapa para Pemimpin besar Komunisme selalu diawetkan dalam Mousoleum? dan selalu dipajang dalam lukisan yang besar, patung yang besar dan lapangan yang besar sebagai tempat penghormatan. Apakah komunisme seperti halnya Firaun dalam cerita kaum Islam, Kristen, dan Yahudi yang juga menginginkan keabadian layaknya Tuhan, ataukah dia sendiri yang menciptakan Tuhan itu sendiri dalam dirinya? Jika seperti itu adanya, maka orang komunis tak ubahnya dengan manusia yang beragama. yang membedakannya adalah tuhan mereka terlihat secara indrawi, dan tuhan para agamis melihatnya secara metafisik. Mungkin Rusia dan China yang sekarang sudah semakin jelas alirannya (komunisme rasa kapitalis dan bersifat mekanik), tidak lagi mempunyai sosok pemimpin layaknya Lenin, STalin, atau Mao yang dituhankan.Namun Korea utara hingga sekarang masih terus melakukan itu. menurut saya belum ada dalam sejarah negara komunis menganut warisan kekuasaan layaknya dalam sistem monarki seperti  di Korea Utara (jangan-jangan upaya untuk melindungi aset- karena dalam konsep komunis, harta seperti properti tidak boleh menjadi hak milik pribadi, hanya boleh digunakan) Tak ada bedanya,  para komunisme melihat pemimpin mereka adalah "abadi", layaknya tuhan yang harus abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun